Minggu, 29 Desember 2013

Peran Pendidikan untuk Menyelamatkan Anak dari Kekerasan


Peran Pendidikan untuk Menyelamatkan Anak dari
Kekerasan
Agus Adi Rahmat
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Abstrak
Anak merupakan aset bangsa yang harus dilindungi. Namun sayangnya, masih banyak terjadi kekerasan yang melibatkan anak didalamnya. Bentuk kekerasan yang sering terjadi adalah kekerasan dengan motif eksploitasi. Eksploitasi sendiri terdapat dua macam yaitu eksploitasi ekonomi dan eksploitasi seksual. Dari kedua bentuk tersebut, faktor yang paling banyak menyebabkan terjadinya tindakan tersebut adalah faktor ekonomi. Karena itulah masyarakat miskin menjadi kalangan yang sangat rentan terjadi kekerasan terhadap anak. Untuk itulah, orang tua perlu untuk disadarkan tentang pentingnya pendidikan bagi anak. Orang tua yang baik adalah mereka yang menjamin hak-hak anaknya termasuk hak untuk memberikan pendidikan kepada anak. Orang tua sudah seharusnya memperlakukan anak dengan baik dengan memenuhi fungsi dan tugasnya dengan baik serta memberikan pendidikan seksual bagi anak. Disisi lain, kurangnya kesempatan bagi anak untuk memperoleh pendidikan menjadi pekerjaan besar bagi pemerintah. Kebijakan yang telah dibentuk pemerintah demi memberikan kesempatan bagi anak yang berada pada kalangan lemah harus lebih dioptimalkan lagi.­­­ Selain itu, pendidik yang merupakan faktor penting dalam proses pendidikan juga mendapat perhatian dalam keberlangsungan proses pendidikan.
Kata kunci : kekerasan anak, pendidikan, peran orangtua.


1.     Pendahuluan
Salah satu masalah yang sangat menyita perhatian publik di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini adalah banyaknya kasus tentang kekerasan terhadap anak. Situasi ini menggambarkan bahwa adanya ketidakadilan yang serius yang diterima anak di negara ini. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus-kasus seperti penyiksaan, eksploitasi tenaga kerja, eksploitasi seksual, dan masih banyak lagi bentuk kekeraan lainnya. Sebenarnya upaya untuk melakukan perlindungan terhadap anak sudah dilakukan, seperti membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPSI) dan juga membuat undang-undang tentang perlindungan anak. Namun, pada kenyataanya usaha tersebut masih belum bisa membuahkan hasil yang maksimal dilihat dari jumlah kasus yang terjadi setiap tahun semakin meningkat (Lihat regional.kompasiana.com  24/07/2013).
Hasil riset media pemberitaan tentang tindakan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh Indonesia Media Monitoring Center (IMMC) menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak yang paling banyak adalah bermotif eksploitasi, baik berupa eksploitasi ekonomi maupun eksploitasi seksual dan faktor pemicu yang paling banyak adalah faktor ekonomi (Lihat atjehlink.com 22/10/2013). Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat yang paling rentan melakukan kekerasan terhadap anak adalah masyarakat miskin.
      Tindakan kekerasan terhadap anak sudah merupakan pemandangan umum bagi masyarakat miskin terutama kekerasan dengan motif eksploitasi ekonomi. Anak sering kali terpaksa untuk menanggung masalah ekonomi keluarga dan cenderung mengabaikan pendidikannya. Sebagai contoh kasus terbongkarnya eksploitasi anak yang terjadi di perusahaan teh cv. Jangkar Mulia (Lihat life.viva.co.id 22/01/2010). Dalam kasus tersebut jelas diperlihatkan bagaimana anak yang rata-rata masih berumur 13-15 tahun yang seharusnya duduk di bangku sekolah harus ikut bekerja dan menanggung kebutuhan ekonomi keluarganya. Ironisnya lagi, masyarakat sekitar yang mengetahuinya hanya diam dan seolah membiarkannya. Belum lagi kasus-kasus lain seperti kasus anak bekerja pada tempat hiburan malam, pembantu rumah tangga, pekerja tambang, dan di tengah laut (Lihat merdeka.com 05/05/2012). Melihat peristiwa-peristiwa tersebut, bisa disimpulkan bahwa pendidikan masih merupakan barang mahal bagi masyarakat miskin. Pendidikan gratis yang merupakan program pemerintah nyatanya masih belum bisa berpihak terhadap masyarakat miskin di negeri ini.
      Ketidaksadaran dan kurangnya pendidikan mungkin membuat mereka tidak mengerti mengapa mereka miskin dan hal itulah yang memunculkan tindakan tersebut. Anak merupakan potensi untuk menjadi manusia yang berkualitas, dan pendidikan merupakan suatu proses untuk melahirkan manusia yang bekualitas. Mungkin itulah yang seharusnya ditanamkan kepada masyarakat miskin di negri ini agar mereka lebih mengetahui pentingnya pendidikan.
      Bentuk lain dari eksploitasi terhadap anak yang terjadi di Indonesia adalah eksploitasi seksual. Eksploitasi seksual selalu menjadi bentuk kekeraan dengan persentase paling tinggi tiap tahunnya. Salah satu penyebab yang paling banyak adalah keinginan anak untuk hidup glamor dan adanya pihak yang memanfaatkan hal itu untuk membawa anak dibawah umur masuk menjadi pekerja seks(Lihat regional.kompas.com 23/12/2012).
      Dalam kasus yang seperti itu, moral anak bangsa sangat patut untuk dipertanyakan. Peran keluarga dalam mendidik anakpun menjadi salah satu faktor yang bisa untuk disalahkan. Penanaman nilai moral dan agama serta pendidikan seksual yang diberikan kepada anak nampaknya harus terus diupayakan untuk menghindari masalah tersebut.
      Dari analisis-analisis yang telah dipaparkan diatas, dapat saya identifikasikan dua hal yang menjadi penyebab tindak eksploitasi terhadap anak, yaitu peran keluarga dalam memberikan pendidikan anak dan kesempatan sekolah yang masih belum merata. Memang, masih banyak lagi penyebab-penyebab tindakan kekerasan terhadap anak. Namun, minimal kedua penyebab tersebut merupakan faktor paling dominan menyebabkan tindak kekerasan.
2.     Pendidikan Keluarga dan Peran Orang Tua didalamnya
Pendidikan keluarga bagi anak merupakan awalan yang penting untuk melatih kemampuan anak dalam mengenali lingkungan sebelum masuk kedalam sebuah lingkungan yang lebih luas lagi. Lingkungan keluarga memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian anak, maka dari itulah keluarga harus memberikan suasana yang kondusif agar anak dapat mengembangkan dirinya dengan baik. Bicara tentang anak berarti bicara tentang peran dari orang dewasa dalam mendidiknya. Bagaimanapun juga orang dewasa saat ini merupakan anak pada masa lalunya yang menerima perlakuan orang dewasa terhadap mereka. Jadi, pembentukan jati diri seseorang itu tergantung dari pendidikan yang diperoleh pada masa usia anak. Maka dari itu, sudah selayaknya keluarga dalam arti orang tua harus merubah cara pandang mereka terhadap anak. Orang tua harus memastikan terpenuhinya hak-hak anak seperti: hak kebebasan sipil, kesehatan, pendidikan, pengasuhan, dan perawatan. Orang tua saat ini harus berpandangan bahwa anak merupakan potensi yang harus dikembangkan, dan peran orang tua adalah membantunya untuk mengembangkan potensinya, bukan menjadikan anak sebagai alat untuk memenuhi ambisinya, sehingga tidak ada lagi kekerasan dalam bentuk psikis maupun fisik yang diterima anak.
      Kekerasan terhadap anak tidak hanya berupa kekerasan yang berbentuk kekerasan fisik. Kekerasan juga dapat berbentuk verbal yaitu ucapan orang tua yang dapat mempengaruhi kondisi psikologi anak. Apapun bentuknya kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan, untuk itu orang tua sudah selayaknya merubah cara mendidik anak dengan memberikan contoh yang baik bagi anak. Perlakuan yang baik kepada anak, kelak akan menjadikan anak menjadi pribadi yang baik, dan itulah yang menjadi peran penting orang tua yaitu menyiapkan anak untuk menjadi pribadi yang berkualitas dan memutus rangkaian kasus kekerasan yang dilakukan keluarga kepada anak.
      Pendidikan adalah suatu cara untuk menciptakan manusia yang berkualitas. Kelak anak-anak akan menjadi dewasa dan berhadapan dengan kondisi sosial yang ada. Peran keluarga dalam menjadikan anak menjadi manusia berkualitas adalah salah satunya dengan memenuhi fungsi dan tugasnya dengan baik.
Kusdwirarti Setiono (2011) menyatakan bahwa salah satu fungsi orang tua dalam menyiapkan anak agar menjadi manusia yang berkualitas adalah dengan memberikan nilai-nilai agama dan moral. Hall itu ditujukan agar anak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Dari keluargalah anak mengenal agama, keluarga yang memperkenalkan agama dengan baik akan menjadikan anak memiliki moral yang baik pula. Memperkenalkan agama sejak kecil akan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap karakter anak mendatang, dan tugas orang tua adalah memberikan pendidikan agama kepada anak sejak masih usia dini dengan baik dan benar.
Orang tua juga mempunyai fungsi untuk menanamkan nilai-nilai budaya sendiri kepada anak agar mereka tidak meninggalkan kebudayaanya sendiri. Seperti diketahui, anak-anak merupakan kalangan yang rentan terhadap pengaruh budaya dari luar yang tersebar melalui berbagai media. Nurani Soyomukti (2008) mengungkapkan bahwa tayangan televisi tentang kekerasan, seksualitas, dan hedonitas-konsumtivitas dapat mempengaruhi moral dan budaya sendiri kepada anak-anak. Menanamkan budaya kepada anak juga merupakan bentuk dari pendidikan nasionalisme kepada anak. Dengan memperkenalkannya sejak dini diharapkan nantinya anak akan mencintai budaya sendiri dan melestarikannya. Jadi dengan memberikan pendidikan budaya kepada anak, berarti membantu dalam mengatasi krisis nasionalisme di negeri ini.
      Dalam fungsi lain, Syamsu Yusuf (2005) juga menyatakan orang tua juga memiliki peran untuk memberikan kemampuan-kemampuan yang bermanfaat bagi anak. Bentuk kemampuan yang diberikan keluarga kepada anak dapat berupa kemampuan untuk hidup bermasyarakat, kemampuan mengenali lingkungan, dan kemampuan-kemampuan lain seperti membaca, menulis, berbicara dengan baik, dan lain sebagainya, yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Memberikan kemampuan bagi anak juga bisa diartikan membantu anak untuk mengembangkan potensinya.
      Selain fungsi-fungsi diatas, keluarga juga mempunyai tugas dalam menberikan suasana yang kondusif bagi anak. Adapun tugas-tugas keluarga yaitu: memberikan fasilitas kepada anak, memenuhi kebutuhan anak, berkomunikasi dengan baik dengan anak, mempersiapkan pendidikan anak, dan lain sebagainya (Syamsu Yusuf, 2005).
      Peran lain dari orang tua adalah memberikan pendidikan seksual kepada anak sedini mungkin. Hal ini terkait dengan banyaknya kasus kekerasan seksual yang diterima anak seperti pelecehan, pemerkosaan, pencabulan yang terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan kekerasan terhadap anak dalam bentuk seksual merupakan bentuk yang paling banyak di setiap tahunnya. Pendidikan seks yang dilakukan keluarga adalah berupa upaya untuk memperkenalkan seks kepada anak. Untuk itu upaya yang dapat dilakukan orang tua adalah merubah cara pandang mereka tentang seks.
Selama  ini orang tua masih menganggap seks merupakan sesuatu yang masih tabu. Cara pandang yang seperti itulah yang mengakibatkan anak menjadi malu dan takut untuk membicarakannya dengan orang tua. Karena itulah akhirnya anak mencari informasi dari sumber-sumber lain yang belum tentu tepat, seperti teman atau internet. Untuk itu perlunya kesadaran untuk merubah pandangan tentang seks. Orang tua harus berpandangan bahwa seks adalah pendidikan yang harus dikenalkan kepada anak sedini mungkin. Nurani Soyomukti (2008) berpendapat bahwa pengenalan seks dari orang tua dapat berupa komunikasi dua arah antara anak dan orang tua. Melalui komunikasi seperti itulah orang tua dapat memberikan pemahaman tentang dampak dan bahaya seks kepada anak.
Memberikan pendidikan seks kepada anak tidaklah dirasa cukup untuk menekan angka kekerasan seksual kepada anak. Fungsi orang tua untuk memperkenalkan agama dan menanamkan nilai-nilai budaya kepada anak juga memiliki peran penting untuk mengatasi masalah tersebut. Seperti yang telah dijelaskan diatas, kedua fungsi tersebut juga mempengaruhi pola fikir dan tindakan anak. Memperkenalkan agama dapat memberikan rasa takut kepada anak untuk melakukan suatu perbuatan yang dilarang agama. Melalui itulah anak mampu membentengi diri untuk tidak melakukan sesuatu yang menyimpang. Selain itu menanamkan nilai budaya kepada anak dapat membantu anak agar terhindar dari gaya hidup yang glamor. Disadari ataupun tidak gaya hidup glamor dapat menjerumuskan anak kedalam masalah eksploitasi seksual dinegeri ini. Anak rela menjual dirinya demi gadget baru yang lagi nge-trend, Jadi, peran orang tua dalam memberikan pendidikan seksual harus dibarengi dengan pelaksanaan fungsi dan tujuan dari orang tua itu sendiri dengan baik.
3.     Pendidikan Yang Memihak Kaum Lemah
Masalah seperti banyaknya anak jalanan dan tenaga kerja yang masih dibawah umur mungkin masih sering kita lihat dikalangan warga miskin. Disadari atau tidak, anak-anak yang menjadi korban dari masalah tersebut merupakan anak yang seharusnya masih duduk dibangku sekolah. Masalah tentang keberpihakan pendidikan dan kurang meratanya pendidikanpun mulai muncul untuk dibahas kembali. Pemerintah yang merupakan penyelenggara pendidikan dan menjadi faktor baik atau buruknya pendidikan di negara ini mulai, dipertanyakan kembali kebijakannya dalam mendukung pendidikan yang berpihak kepada kalangan dengan ekonomi yang lemah.
      Pemerintah sebenarnya telah mengupayakan pendidikan yang layak bagi masyarakat sekaligus aturan-aturan yang mendukung pendidikan yang berpihak kepada kaum lemah. Pemerintah sudah memiliki dasar hukum yang jelas untuk mengatur dunia pendidikan seperti dalam UUD 1945 ayat 31 pasal (1) yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” ayat (2) berbunyi, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” pasal (3) berbunyi, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang” pasal (4) berbunyi “negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyalenggaraan pendidikan” serta pasal (5) yang berbunyi “pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia merupakan tolak dasar kebijakan pendidikan yang mereprentasikan keberpihakan terhadap kaum lemah”. Ada juga UU tentang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yang mengatur keberpihakan pendidikan bagi kaum lemah.
Semua peraturan tersebut dibuat untuk memberi arah bagaimana pendidikan harus dijalankan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai tujuan yang termuat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dari peraturan-peraturan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemerintah wajib memberikan pendidikan bagi semua warga negara tak terkecuali masyarakat kaum lemah yang ada didalamnya.
      Kebijakan pemerintah yang memihak kaum lemah sebenarnya sudah diberikan pemerintah seperti pemberian kebijakan mengenai bantuan operasional sekolah (BOS) untuk meringankan biaya pendidikan. Sayangnya, dalam pelaksanaanya kadang masih amburadul, kurang terkontrol, dan masalah lain seperti penggelapan oleh oknum-oknum tertentu yang membuat pelaksanaannya tidak berjalan secara optimal masih sering terjadi. Terlepas dari kekurangan itu, kebijakan tersebut paling tidak dapat memberikan kesempatan bagi kaum lemah untuk mambebaskan diri dari kebodohan dan kemiskinan. Dan masih banyak lagi kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk memberikan kesempatan bagi kaum lemah untuk memperoleh pendidikan.
      Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana kebijakan-kebijakan yang diusung pemerintah tersebut dapat berjalan secara optimal. Bila dicermati, tidak berjalannya pendidikan secara optimal disebabkan karena tidak adanya ketegaan serta tidak terdapat perencanaan yang matang sebelum dijadikan kebijakan. Moh Yamin (2009) mengemukakan beberapa hal yang perlu dicermati sebagai bagian perbaikan dalam proses menuju lebih baik lagi, antara lain : (1) Dibutuhkan satu kepemimpinan yang tegas sehingga segala bentuk kebijakan bisa dijalankan dengan baik. (2) Kekuasaan dan komitmen politik untuk menjalankan amanat rakyat diatas kepentingan politik yang kerdil harus dijalankan secara optimal. (3) Kepemimpinan yang kuat untuk berdiri didepan rakyat dan memperjuangkan rakyat harus ditegakkan dengan setinggi mungkin. (4) Perlunya memperkuat dorongan untuk mengimplementaikan segala bentuk kebijakan yang ada. (5) Melakukan evaluasi kinerja yang dibasiskan pada kompatibilitas kabinet terhadap visi dan misi kepresidenan. (6) Melakukan perencanaan yang jelas, matang dan konkret terhadap setiap kebijakan yang akan diturunkan dan dijalankan.
Menjadikan pengalaman yang buruk menjadi refleksi, pertimbangan, dan koreksi untuk membuat sebuah kebijakan yang lebih optimal dan berjalan dengan baik merupakan sebuah keharusan yang tak terbantahkan untuk membuat dunia pendidikan menjadi lebih baik lagi (Moh Yamin, 2009)..
Pendidikan yang baik tidak terlepas dari tenaga pendidik didalamnya. Masih sering terdengar kabar kekerasan yang dilakukan guru kepada muridnya. Hal itulah yang perlu untuk dirubah dalam pendidikan sekarang ini. Pendidika harus bisa melakukan perannya dengan baik yaitu sebagai mediator, fasilitator, evaluator, motivator, pembimbing, dan informator bagi anak didiknya. Selain itu pendidik juga diharapkan mampu untuk : (1) memposisikan diri sebagi orang tua yang penuh kasih sayang pada anak didiknya; (2) teman tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi anak didiknya, (3) fasilitator yang selalu siap untuk melayani anak didik sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya; (4) penyumbang pemikiran pada orang tua anak didik agar dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran penyelesaiannya; (5) orang yang mampu memupuk rasa percaya diri, berani, dan bertanggung jawab; (6) orang yang membiasakan anak didik untuk saling mengembangkan proses sosialisasi yang wajar diantara teman-temannya, orang lain, dan lain seterusnya; (7) pengembang kreativitas; dan (8) menjadi pembangtu ketika dibutuhkan (E. Mulyasa, 2005).

4.     Kesimpulan
Kekerasan terhadap anak menjadi masalah yang serius dinegara ini, mulai dari kasus eksploitasi ekonomi hingga eksploitasi seks. Salah satu faktor penting yang menyebabkannya adalah faktor ekonomi. Masyarakat miskinlah yang rentan terhadap masalah ini. Dan salah satu faktor penting yang dapat menyelamatkan anak dari masalah tersebut adalah pendidikan. Pendidikan yang diberikan keluarga dalam arti peran orang tua yang ada didalamnya  dan pemerintah yang mengupayakan terjaminnya hak anak untuk mendapatkan pendidikan menjadi suatu masalah yang harus dipecahkan untuk mengahadapi masalah eksploitasi anak di negeri ini. Peran orang tua adalah memperlakukan anak dengan baik dengan memenuhi fungsi dan tugasnya dengan baik serta memberikan pendidikan seksual kepada anak. Disisi lain, Kebijakan yang telah dibentuk pemerintah demi memberikan kesempatan bagi anak yang berada pada kalangan lemah harus lebih dioptimalkan lagi. Selain itu, pendidik yang merupakan faktor penting dalam proses pendidikan juga mendapat perhatian dalam keberlangsungan proses pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Syamsu  LN. 2005. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja  Rosdakarya  Bandung.
Soyomukti, Nurani. 2008. Pendidikan Berperspektif Globalisasi. Yogyakarta: Ar-ruzz media.
Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Malang: Ar-ruzz media.
Setiono, Kusdwirarti. 2011. Psikologi Keluarga. Bandung: P.T. Alumni Bandung.
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Republik Indonesia. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta : Republik Indonesia.
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 ayat 31 pasal 1-5. 1945. Jakarta:Republik Indonesia

Referensi Media
Kompas. (2012). “Eksploitasi Seksual Anak Harus Segera Dihentikan” diunduh dari (http://regional.kompas.com/read/2012/12/23/15380080/Eksploitasi. Seksual.Anak.Harus.Segera.Dihentikan), pada 2 November 2013.
Kompas. (2013). “Darurat Nasional: Eksploitasi Seksual Anak” diunduh dari (http://regional.kompasiana.com/2013/07/24/darurat-nasional-eksploitasi-seksual-anak--579268.html), pada 2 November 2013.
Merdeka. (2012). “1,7 Juta anak indonesia korban eksploitasi” diunduh dari (http://www.merdeka.com/peristiwa/17-juta-anak-indonesia-korban-eksploitasi.html), pada 2 November 2013.
Atjehlink. (2013). “IMMC : Kekerasan Terhadap Anak Dominan Bermotif Eksploitasi Ekonomi & Seksual” diunduh dari (http://atjehlink.com/immc-kekerasan-terhadap-anak-dominan-bermotif-eksploitasi-ekonomi-seksual/), pada 2 November 2013.
Vivanews. (2010). “Komisi Bongkar Kasus Eksploitasi Anak80 anak diduga dieksploitasi sebagai pekerja di pabrik teh CV Jangkar Mulia.” diunduh dari (http://life.viva.co.id/news/read/123363-komisi_bongkar_kasus_eksploitasi _anak), pada 2 November 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar