Oleh Dwi Okta Pristiwanti
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang
Abstrak
Karya ilmiah ini berisi tentang Pergaulan Bebas Pada
Remaja di Era Globalisasi. Penjelasan tentang remaja, dan pergaulan bebas pada
era globalisasi. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa
dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Menurut psikologi,
remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal
dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada
usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat,
pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan
perkembangan karakteristik seksual. Seiring berkembangnya zaman, pergaulan yang
makin bebas memberikan rasa khawatir tersendiri bagi tiap orang tua yang
memiliki anak usia remaja. Seks bebas dan kemungkinan untuk tertular penyakit
seksual besar kemungkinan dapat terjadi. Akan tetapi, di balik itu semua ada
penyebab anak melakukan tidakan tersebut. Tanpa orang tua sadari, memaksakan
keinginan kepada anak akan menjadikan mereka “liar” di luar sana. Meski orang
tua tidak menyadari itu semua, akan tetapi hal ini terbukti dari sebuah studi
yang telah dilakukan bahwa anak usia 16 tahun telah berhubungan seksual secara
aktif.
Keywords : psikologi, remaja, pergaulan bebas, globalisasi, seks bebas.
1. Pendahuluan
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Masa dimana
seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan
mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh
dengan masalah-masalah. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai
baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode eksperimen (coba-coba)
walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan
kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orang
tua.
Didalam jenjang kehidupan, masa remaja ini merupakan suatu masa, dimana
gelombang kehidupan sudah mencapai masa puncaknya. Pada masa ini, para remaja
memiliki kesempatan yang sebesar-besarnya dan sebaik-baiknya untuk mengalami
hal-hal yang baru serta menemukan sumber-sumber baru dari kekuatan-kekuatan,
bakat-bakat serta kemampuan yang ada dalam dirinya. Menurut DR. Dadang Sulaeman
(1995:2) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang
untuk tumbuh dan menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari
segala sesuatu yang ada.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, remaja harus diselamatkan dari
pergaulan bebas. Karena, globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala aspek.
Sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing masuk. Sementara kebanyakan
tidak cocok dengan kebudayaan kita. Sebagai contoh kebudayaan free sex itu
tidak cocok dengan kebudayaan kita.
Penyalahgunaan teknologi dan pergaulanlah yang mengawali adanya pergaulan
bebas di kalangan remaja, saat ini media yang sering digunakan untuk
mendapatkan semua hal tentang pergaulan bebas adalah internet. Karena, internet
itu memudahkan setiap orang untuk mengakses berbagai informasi dari dalam dan
luar negeri, gambar-gambar porno dan artikel-artikel yang menyesatkan tentang
seks dengan mudah dapat diakses oleh para remaja kita. Pergaulan bebas menjadi
kambing hitam bagi tingginya angka kehamilan remaja. Gaya hidup remaja kota
terutama sangat rentan terhadap pergaulan bebas ini.
2.
Perkembangan Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu
mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan
baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan maslah-masalah.
Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami psikososial, yakni
masalah psikis atau masalah kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya
perubahan sosial.
Masa remaja merupakan sebuah
periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya
seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda
awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk
pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia
belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun.
Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami
pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah
siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang
dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan
balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak
memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka
menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di
lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Memang banyak perubahan pada diri
seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan
suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang.
Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks
seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka.
Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada
dimensi-dimensi. Menurut Andi Mappiare (1982:32) dimensi-dimensi tersebut
antara lain: (1) Dimensi Biologis terjadi pada saat seorang anak memasuki
masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau
pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan
yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki
kemampuan untuk ber-reproduksi. (2) Dimensi Kognitif terjadi pada periode ini,
idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan
masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja
berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan
banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya.
Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka
mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima
informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Dan semestinya seorang
remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikira abstrak supaya saat mereka
lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis
masalah dan mencari solusi terbaik. (3) Dimensi Moral Masa remaja adalah
periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang
terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri
mereka. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan
absolut yang diberikan pada mereka selamaini tanpa bantahan. Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral
reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya
kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan
kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan
merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang
seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan
atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil
pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi
itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia
sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi
itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini
lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan
jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai
yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat
besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis,
apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai
tersebut. (4) Dimensi Psikologis, masa remaja merupakan masa yang penuh
gejolak. Pada masa ini suasana hati bisa berubah dengan sangat cepat meski suasana
hati remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu
merupakan gejala atau masalah psikoligis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa
remaja pada remaja mengalami hal yang dramastis dalam kesadaran diri mereka.
Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap
bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik diri mereka sendiri.
Para remaja juga sering
menganggap diri mereka serba mampu, sehingga sering kali mereka terlihat “tidak
memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan yang tidak baikpun sering
dilakukan, sebagian karena mereka tidak sadar dan belum bisa memperhitungkan
akibat jangka pendek dan jangka panjang.
3. Terjadinya Penyimpangan Seks Pada Remaja
Telah kita ketahui bahwa kebebasan
bergaul remaja sangatlah diperlukan agar mereka tidak "kuper" dan
"jomblo" yang biasanya jadi anak mama. "Banyak teman maka banyak
pengetahuan". Namun tidak semua teman kita sejalan dengan apa yang kita
inginkan. Mungkin mereka suka hura-hura, suka dengan yang berbau pornografi,
dan tentu saja ada yang bersikap terpuji. benar agar kita tidak terjerumus ke
pergaulan bebas yang menyesatkan. Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi
bagian dari kehidupan manusia yang di dalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika
kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri remaja
itu sendiri.
Menurut Monks (1982:275)
percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan pemasakan
seksualitas, juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja.
Sebelum masa remaja sudah ada saling hubungan yang lebih erat antara anak-anak
yang sebaya. Sering juga timbul kelompok-kelompok anak, perkumpulan-perkumpulan
untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama, misalnya untuk kemah, atau
saling tukar pengalaman, merencanakan aktivitas bersama misalnya aktivitas
terhadap suatu kelompok lain. Aktivitas tersebut juga dapat bersifat agresif,
kadang-kadang kriminal seperti misalnya mencuri, penganiayaan dan lain-lain,
dalam hal ini dapat dilakukan kelompok anak nakal.
Masa remaja dapat dicirikan
dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri seseorang dalam berbagai hal, tidak
terkecuali bidang seks. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, organ
reproduksipun mengalami perkembangan dan pada akhirnya akan mengalami
kematangan. Kematangan organ reproduksi dan perkembangan psikologis remaja yang
mulai menyukai lawan jenisnya serta arus media informasi baik elektronik maupun
non elektronik akan sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual individu
remaja tersebut. Menurut Winarno Surakhmad (1980:60) para remaja dibolehkan
bergaul akrab dengan sesama remaja dari jenis kelamin lain tetapi dituntut satu
penghargaan diri dan menjaga kehormatan diri untuk tetap hidup sebagai perawan
atau bujang. Cara hidup yang diminta dalam bidang ini adalah kematangan
heteroseksualitas di dalam arti sosial-psikologis.
Salah satu masalah yang sering
timbul pada remaja terkait dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada
remaja adalah masalah kehamilan yang terjadi pada remaja diluar pernikahan.
Beberapa sebab kehamilan termasuk rendahnya pengetahuan tentang keluarga
berencana, perbedaan budaya yang menempatkan harga diri remaja di
lingkungannya, perasaan remaja akan ketidakamanan atau impulsifisitas,
ketergantungan kebutuhan, dan keinginan yang sangat untuk mendapatkan
kebebasan. Selain masalah kehamilan pada remaja masalah yang juga sangat
menggelisahkan berbagai kalangan dan juga banyak terjadi pada masa remaja
adalah banyaknya remaja yang mengidap HIV/AIDS. Dari data pemerintah
menyebutkan bahwa sekitar 39% masyarakat indonesia mengidap AIDS.
4.
Beberapa Penyebab
Rentannanya Remaja Terhadap HIV/AID
Menurut Sri Rumini (2004:63)
perkembangan manusia berjalan secara kontinyu dan tidak secara serempak, tetapi
bagian yang satu dan yang lain dapat pula terjadi secara bersamaan atau hampir
bersamaan. Pertumbuhan perkembangan itu mempunyai irama dan waktu yang relatif
berbeda antara individu satu dengan lainnya.
Masa remaja awal sering disebut
masa puber atau pubertas. Pubertas dari bahasa Latin yang artinya menjadi
dewasa. Dapat diartikan pula bahwa pubertas dari kata pubescere yang artinya
mendapat pubes atau rambut kemaluan
yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menampakkan perkembangan
seksual. Remaja diharapkan dapat menjaga pergaulan agar tidak mudah terjerumus
dalam pergaulan bebas yang nantinya akan berakibat menderita penyakit menular
HIV/AID. Dibawah ini menurut Andi Mappiare (1982:53) beberapa penyebab remaja
rentan terhadap HIV/AID yaitu: (1) Kurangnya informasi yang benar mengenai
perilaku seks yang aman dan upaya pencegahan yang bisa dilakukan oleh remaja
dan kaum muda. Kurangnya informasi ini disebabkan adanya nilai-nilai agama,
budaya, moralitas dan lainlain, sehingga remaja seringkali tidak memperoleh
informasi maupun pelayanan kesehatan reproduksi yang sesungguhnya dapat
membantu remaja terlindung dari berbagai resiko, termasuk penularan HIV/AIDS.
(2) Perubahan fisik dan emosional pada remaja yang mempengaruhi dorongan
seksual. Kondisi ini mendorong remaja untuk mencari tahu dan mencoba-coba
sesuatu yang baru, termasuk melakukan hubungan seks dan penggunaan narkoba. (3)
Adanya informasi yang menyuguhkan kenikmatan hidup yang diperoleh melalui seks,
alkohol, narkoba, dan sebagainya yang disampaikan melalui berbagai media cetak
atau elektronik. (4) Adanya tekanan dari teman sebaya untuk melakukan hubungan
seks, misalnya untuk membuktikan bahwa mereka adalah jantan. (5) Resiko
HIV/AIDS sukar dimengerti oleh remaja, karena HIV/AIDS mempunyai periode
inkubasi yang panjang, gejala awalnya tidak segera terlihat. (6) Informasi
mengenai penularan dan pencegahan HIV/AIDS rupanya juga belum cukup menyebar di
kalangan remaja. Banyak remaja masih mempunyai pandangan yang salah mengenai
HIV/AIDS.
5.
Dampak Pergaulan Bebas di Kalangan Remaja
Menurut
seorang ahli, Dr. Raditya, ada dua dampak yang ditimbulkan dari perilaku seks
di kalangan remaja, yaitu kehamilan dan penyakit menular seksual. Di Amerika,
setiap tahunnya hampir satu juta remaja perempuan menjadi hamil dan sebanyak
3,7 juta kasus baru infeksi penyakita kelamin diderita oleh remaja. Kehamilan
di usia remaja bahkan sudah terbukti dapat memberikan resiko terhadap ibu dan
janinnya. Resiko tersebut adalah disproporsi (ketidak sesuaian ukuran) janin,
pendarahan, cacat bawaan janin, dan lain-lain. Bagi remaja laki-laki masalah
juga timbul karena ketidaksiapan mental dan tanggung jawab mereka sebagai ayah.
Selain hamil, timbulnya penyakit menular seksual pada remaja juga perlu
dicermati. Penyakit tersebut ditularkan oleh perilaku seks yang tidak aman atau
tidak sehat. Misalnya, remaja yang sering berganti-ganti pasangan atau
berhubungan dengan pasangan yang menderita penyakit kelamin. Penyakit menular
seksual yang menyerang usia remaja dapat mengakibatkan penyakit kronis dan
gangguan kesuburan di masa mendatang.
6. Kesimpulan
Tingginya angka pergaulan bebas dikalangan para remaja
sesungguhnya sebuah petaka bagi Negara ini. Di Indonesia, para remaja yang
menjadi korban pergaulan bebas atau salah pergaulan dikalangan remaja Indonesia
dapat kita cegah dan kita tekan. Karena rusaknya moral para remaja dapat
merusak Negara ini.
Didalam jenjang kehidupan, masa remaja ini merupakan suatu masa, dimana
gelombang kehidupan sudah mencapai masa puncaknya. Pada masa ini, para remaja
memiliki kesempatan yang sebesar-besarnya dan sebaik-baiknya untuk mengalami
hal-hal yang baru serta menemukan sumber-sumber baru dari kekuatan-kekuatan,
bakat-bakat serta kemampuan yang ada dalam dirinya. Menurut DR. Dadang Sulaeman
(1995:2) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu
berjuang untuk tumbuh dan menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan
makna dari segala sesuatu yang ada.
Menurut Monks (1982:275)
percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan pemasakan
seksualitas, juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial
remaja. Sebelum masa remaja sudah ada saling hubungan yang lebih erat antara
anak-anak yang sebaya. Sering juga timbul kelompok-kelompok anak,
perkumpulan-perkumpulan untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama,
misalnya untuk kemah, atau saling tukar pengalaman, merencanakan aktivitas
bersama misalnya aktivitas terhadap suatu kelompok lain. Aktivitas tersebut
juga dapat bersifat agresif, kadang-kadang kriminal seperti misalnya mencuri, penganiayaan
dan lain-lain, dalam hal ini dapat dilakukan kelompok anak nakal.
Pergaulan
bebas menjadi kambing hitam bagi tingginya angka kehamialn remaja. Gaya hidup
remaja kota terutama sangat rentan terhadap pergaulan bebas ini. Secara
fisiologis, alat-alat reproduksi mereka sudah optimal. Di sisi lain, usia
remaja mempunyai sifat ingin tahu yang sangat besar. Termasuk pengetahuan
tentang seks. Internet, televisi, majalah, dan bentuk-bentuk media lain menjadi
“guru seks” para remaja. Oleh karena itu, pentingnya ajaran konsep pacaran
dari kedua orang tua kepada anak remaja dapat meminimalisir resiko pergaulan
seks bebas pada usia dini.
Daftar Pustaka
Mappiare, Andi. (1982). Psikologi
Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Rumini, Sri. (2004). Perkembangan
Anak dan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Sulaeman, Dadang. (1995).
Psikologi Remaja. Bandung: Mandar
Maju.
Surakhmad, Winarno. (1980). Psikologi
Pemuda. Bandung: Jemmars Bandung.
Daftar pustakanya gak lengkap
BalasHapusArtikelnya berguna dan bermanfaat sekali! Terimakasih banyak informasinya
BalasHapus