Oleh Muhammad
Rosyid Hidayat
Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Tingginya angka pengangguran sarjana sudah menjadi
salah satu penyakit di negara Indonesia yang besar. Data statistik menyatakan
jumlah pengangguran sarjana atau lulusan universitas pada Februari 2013
mencapai 360 ribu orang, atau 5,04% dari total pengangguran yang mencapai 7,17
juta orang[1].
Hal ini bisa terjadi dikarenakan sebagian besar lulusan perguruan tinggi
hanyalah menjadi pencari kerja (job-seeker) dan jarang yang berkeinginan
menjadi pencipta kerja (job-creator). Permasalahan ini berasal dari perguruan
tinggi yang hanya lebih terfokus pada bagaimana menyiapkan para mahasiswa yang
cepat lulus dengan IPK cumlaude tanpa memberikan kompetensi dan keterampilan
untuk mengenal dan memasuki dunia kerja. Umumnya pengangguran sarjana ini
memiliki keterampilan yang rendah dan belum siaap mental untuk memasuki dunia
kerja. selain karena sumber daya manusia (mahasiswa) yang kurang berkualitas,
kurangnya jumlah lapangan pekerjaan padat karya yang mampu menyerap tenaga
kerja, sehingga mendorong tingginya tingkat pengangguran di Indonesia.
Kata kunci : cara mengatasi pengangguran; faktor penyebab
pengangguran; pengangguran sarjana.
1.
Pendahuluan
Banyaknya jumlah
pengangguran sarjana di Indonesia memang selalu menjadi masalah yang
menyelimuti dalam perkembangan negara Indonesia. Masalah yang disebabkan karena
lulusan mahasiswa yang hanya ingin menjadi pencari kerja bukan pencipta kerja,
belum lagi tuntutan dari perguruan tinggi yang menginginkan mahasiswanya cepat
lulus tanpa diberikan keterampilan yang cukup dalam menghadapi dunia kerja
serta kurangnya jumlah lapangan pekerjaan padat karya yang mampu menyerap
tenaga kerja. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 259 juta jiwa
semakin menambah rumitnya kompleks permasalahan yang ada di Indonesia[2]. Mulai
dari sarjana pendidikan, sarjana hukum, sarjana ekonomi, sarjana komputer dan
masih banyak sarjana-sarjana yang lainnya. Sebagian dari sarjana-sarjana
tersebut yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi dari sarjana (S1) sampai
dengan magister (S2) hanya bisa duduk dan menunggu lowongan pekerjaan tanpa
mengamalkan ilmu yang telah didapatnya. Ada tiga faktor dasar yang menjadi
permasalahan tingginya tingkat pengangguran sarjana di Indonesia yaitu: (a) ketidaksesuaian
hasil yang dicapai antara pendidikan dengan lapangan kerja. (b) ketidakseimbangan
permintaan dan penawaran terhadap jasa manusia. (c) kualitas sumber daya
manusia itu sendiri.
Tuntutan
mutu pendidikan di Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang penting karena kualitas/ mutu pendidikan di Indonesia yang dinilai oleh
banyak kalangan masih rendah. Hal terssebut bisa terlihat dari beberapa
indikator diantaranya lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum
siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Dengan
kondisi tersebut sulit mengharapkan mereka menjadi agen perubahan social
sebagaimana yang diharapkan masyarakat luas. Rendahnya kualitas pendidikan
Indonesia disorot pula karena deraan
jumlah lulusan perguruan tingi yang menganggur .Pengangguran lulusan perguruan
tinggi merupakan salah satu dari sekian banyak isu pendidikan dan
ketenagakerjaan yang banyak mendapat perhatian.
Menurut
Menakertrans, pengangguran adalah orang yang tidak bekerja, sedang mencari
pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa
tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Memang perdebatan pun sengit terjadi
banyak pihak yang berkomentar. Dari pihak Perguruan Tinggi ternama pastilah
tetap dengan gaya lama, yaitu menyiapkan para mahasiswa untuk lulus dengan
cepat, memberi dan mengembangkan ilmunya
dan mudah mengikuti keinginan pengguna untuk dilatih secara praktis. Kesannya
bekerja adalah kegiatan amat teknis dan praktis saja. Padahal bekerja ada
beberapa level mulai dari sangat teknis (mengetik, mengarsip, dll) hingga level
strategis bagaimana membangun pasar, menciptakan image bahwa produk yang
dihasilkan adalah sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Konsep keterkaitan dan
kesepadanan (Link and Match) antara dunia pendidikan dan dunia kerja yang
dicetuskan mantan Mendiknas Bapak Wardiman perlu dihidupkan lagi. Konsep itu
bisa menekan jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi yang dari ke hari
makin bertambah[3].
2.
Penganguran
Terdidik
Pengangguran
Terdidik ataupun pengangguran sarjana adalah seseorang yang telah lulus dari
perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum
dapat memperolehnya. Pengangguran terdidik sangatlah berkaitan dengan masalah
kependidikan di negara berkembang seperti Indonesia, antara lain masalah mutu
pendidikan, kesiapan tenaga kerja dan kurangnya lapangan pekerjaan yang
berimbas pada kemapanan sosial dan eksistensi pendidikan dalam masyarakat.
Diliat dari masyarakat yang tengah berkembang pendidikan dijadikan sebagai
upaya peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada.
Maksudnya, teraihnya lapangan kerja yang sesuai dengan diharapkan bagi
masyarakat pengguna jasa pendidikan.
Sebenarnya
gelar sarjana tak otomatis memuluskan jalan meraih pekerjaan. Peningkatan
jumlah pengangguran intelektual di Indonesia dinilai akibat dua faktor. Pertama,
karena kompetensi mahasiswa yang kurang. Kedua, jumlah lapangan pekerjaan di
Indonesia memang tidak terlalu banyak. Menurut Sofyan Efendi, seorang Anggota
Dewan Pendidikan Tinggi, "Masyarakat kita itu sebenarnya lebih banyak
membutuhkan teknisi daripada akademisi. Akibatnya apa? Sekarang masih banyak
sarjana pengangguran, yang dihasilkan dari perguruan tinggi ini adalah yang
tidak sesuai dari kebutuhan masyarakat. Masyarakat lebih butuh teknisi, tapi
perguruan tinggi lebih banyak menghasilkan akademisi,". Beliau
menganjurkan sudah seharusnya masyarakat mempunyai SDM yang baik, seperti
mahasiswa-mahasiswa yang didukung dengan keahlian teknis untuk meningkatkan
kualitas SDM sehingga mampu bersaing dengan tenaga kerja lain[4].
3.
Penyebab dan
Faktor pengangguran
Sampai saat ini masih ada 360 ribu orang sarjana lulusan
universitas yang masih menganggur dan mencari-cari pekerjaan. Pemerintah
menyatakan para sarjana harus punya kompetensi dan keterampilan kerja untuk
bisa bersaing. "Kesempatan kerja di Indonesia masih terbuka namun sangat kompetitif.
Oleh karena itu para sarjana harus melengkapi kemampuannya dengan kompetensi
kerja sehingga bisa dengan mudah menentukan lapangan pekerjaan yang sesuai
dengan bakat, minat dan keinginannya," ujar Menteri Tenaga Kerja Muhaimin
Iskandar[5]. Jadi penyebab
utama pengangguran terdidik sebenarnya adalah berkembangnya lapangan kerja yang
tidak sesuai dengan jurusan yang mereka tempuh, sehingga para lulusan yang
berasal dari jenjang pendidikan atas baik umum maupun kejuruan dan tinggi
tersebut tidak dapat terserap ke dalam lapangan pekerjaan yang ada. Akan tetapi
fakta lembaga pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan pencari kerja, bukan
pencipta kerja. Padahal, untuk menjadi seorang lulusan yang siap kerja, mereka
perlu tambahan keterampilan di luar bidang akademik yang mereka kuasai seperti
yang dikatakan oleh Muhaimin Iskandar.
Disisi
lain para pengangguran tersebut tidak mau bangkit dan membuat inovasi, mereka
hanya ingin menjadi pekerja yang formal, di kantoran dan mendapat gaji yang
besar. Padahal di Indonesia lapangan kerja di sektor formal mengalami
penurunan, hal itu disebabkan lemahnya kinerja sektor riil dan daya saing
Indonesia, yang menyebabkan sektor industry menjadi lemah dan membuat produksi
manufaktur yang berorientasi ekspor. Melemahnya sektor riil dan daya saing
Indonesia secara langsung menyebabkan berkurangnya permintaan untuk tenaga
kerja terdidik, yang mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran
terdidik. Dengan kata lain, persoalan pengangguran terdidik muncul karena
adanya informalisasi pasar kerja. Sebenarnya Sektor pertanian, kelautan,
perkebunan, dan perikanan adalah contoh bidang-bidang yang masih membutuhkan
tenaga ahli. Namun para sarjana tak mau bekerja di tempat-tempat seperti itu
dan mereka umumnya juga tidak mau memulai karier dari bawah.
Masalah kualitas pendidikan juga mempunyai keterkaitan dengan
relevansi pendidikan, relevansi pendidikan atau efisiensi eksternal merupakan
suatu sistem pendidikan yang diukur dari keberhasilan system itu dalam memasok
tenaga-tenaga terampil dalam jumlah yang memadai bagi kebutuhan sektor-sektor
pembangunan. Apabila kita lihat keadaan lulusan pendidikan kita maka tampak
gejala yang semakin mengkhawatirkan dengan semakin besarnyapengangguran lulusan
sekolah menengah dan pendidikan tinggi. Dan dimungkinkan para lulusan tersebut
akan menganggur.[6]
Faktor
yang menyebabkan banyaknya pengangguran sarjana di Indonesia sebagai berikut:
(a) Ketidaksesuaian antara karakteristik lulusan baru
yang memasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dengan kesempatan kerja
yang tersedia (sisi permintaan tenaga kerja). Ketidaksesuaian ini mungkin
bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau masalah keahlian
khusus. (b) Terbatasnya daya serap tenaga
kerja di sektor formal (tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar
memberi tekanan yang kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang
jumlahnya relatif kecil). (c) Belum
efisiennya fungsi pasar kerja. Di samping faktor kesulitan memperoleh lapangan
kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak lancar
menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Kemudian faktor
gengsi juga menyebabkan lulusan akademi atau universitas memilih menganggur
karena tidak sesuai dengan bidangnya. (d) Budaya
malas juga sebagai salah satu factor penyebab tingginya angka pengangguran
sarjana di Indonesia.
Selain itu, peningkatan jumlah pengangguran intelektual di
Indonesia juga dinilai akibat dua faktor. Pertama, karena kompetensi mahasiswa
yang kurang. Kedua, jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia memang tidak terlalu
banyak. “Sistem pendidikan di Indonesia yang terlalu berorientasi ke bidang
akademik juga menjadi masalah,” kata Penasihat Dewan Pendidikan Jawa Timur
Daniel Rosyid, memberikan penilaiannya[7].
Menurutnya, kurikulum S1 terlalu menekankan pada pengajaran akademik. Hasil
akhirnya membuat mental sarjana hanya mencari kerja. Mereka tidak memikirkan
cara untuk menciptakan lapangan kerja sendiri. “Coba kalau pendidikan vokasi
diperbanyak, jumlah pengangguran intelektual tidak bakal sebanyak sekarang,”
ujar Daniel. Ia juga menilai, kurikulum pendidikan memang tidak selalu cocok
dengan tuntutan dunia kerja. Namun Daniel menuding faktor utama lebih pada
banyaknya jurusan sosial yang dibuka di sebuah universitas. Adapun pendirian
politeknik maupun institut rasionya dibanding universitas sangat kecil.
Padahal lulusan politeknik maupun institut sangat dibutuhkan
kalangan industri. “Masalahnya banyak kampus yang menjual ijazah dengan
mudahnya tanpa memperhatikan kualitas lulusan,” kata Daniel.
Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) itu
menyarankan, ke depannya pemerintah diharapkan untuk meningkatkan jumlah
pendidikan vokasional. Cara itu dinilai Daniel sangat efektif sebab setidaknya
bakal melahirkan lulusan yang memiliki kemampuan khusus sebelum terjun ke dunia
kerja. “Kurangi sarjana akademik, dan perbanyak sarjana yang memiliki skill.
Ini cara tercepat mengurangi jumlah pengangguran terdidik.”
4.
Cara
mengatasi pengangguran terdidik
Membludaknya jumlah pengangguran sarjana di Indonesia memang sudah
sepatutnya diatasi agar beban Indonesia untuk bangkit tidak terlalu terbebani
dan menuju Negara maju pun dapat terwujud. "Lulusan
perguruan tinggi harus mempunyai kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan stakeholder yaitu harus
memenuhi kebutuhan profesional (profesional needs), kebutuhan masyarakat
(social needs), kebutuhan dunia kerja (industrial needs) dan kebutuhan generasi
masa depan (aspek scientific vision)," kata Muhaimin Iskandar, Menteri
Tenaga Kerja[8].
Kompetensi-kompetensi tersebut yang dimaksud ialah keterampilan yang harus
dimiliki oleh para lulusan agar dapat memnuhi kebutuhan masyarakat. Berhubungan
dengan itu maka mutu pendidikan perlu ditingkatkan agar kompetensi-kompetensi
tersebut dapat dicapai. Hal-hal yang perlu dilakukan ialah menetapkan visi Terselenggaranya Layanan
Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif.
Insan Indonesia cerdas komprehensif adalah insan yang cerdas spiritual, cerdas
emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis[9].
Cerdas Spiritual, memiliki makna bahwa siswa diharapkan mampu
beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat
keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan
kepribadian unggul.
Cerdas emosional dan sosial, cerdas emosional memiliki
makna bahwa siswa mampu beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk
meningkatkan sensitivitas dan apresiativitas akan kehalusan dan keindahan seni
dan budaya,serta memiliki kompetensi untuk mengekspresikannya sedangkan cerdas
sosial memiliki makna agar siswa memiliki kemampuan beraktualisasi
diri melaluiinteraksi sosial dengan cara (a) membina dan memupuk hubungan
timbal balik;(b)demokratis;(c)empati dan simpati;menghargai kebhinnekaan dalam
bermasyarakat dan bernegara;berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan
kewajiban sebagai warga negara.
Cerdas Intelektual, memiliki
makna bahwa siswa diharapkan mampu beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk
memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi
serta menjadi insan intelektual yang kritis,kreatif,inovatif,dan imajinatif.
Cerdas Kinestetis, memiliki
makna bahwa siswa diharapkan mampu beraktualisasi diri melalui olahraga untuk
mewujudkan insan yang sehat,bugar,berdayatahan,sigap,terampil,dan trenginas.
Untuk mewujudkan
visi tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan lima misi yang biasa
disebut lima (5) K, yaitu; ketersediaan layanan pendidikan; keterjangkauan
layanan pendidikan; kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan; kesetaraan
memperoleh layanan pendidikan;kepastian/keterjaminan memperoleh layanan
pendidikan.
Dengan Pilar 5K ini akan membangun
tembok-tembok kebijakan pendidikan, sehingga sistem pendidikan akan berkembang
menjadi sesuatu bangunan yang kokoh dengan arsitektur bangunan yang responship
terhadap dinamika perkembangan ilmu pengetahuan, serta mengembangkan masyarakat
yang lebih progresif.” Implementasi pilar 5K merupakan wujud
dari pelayanan prima serta sebagai bentuk pengabdian pemerintah kepada
masyarakat.
Selain meningkatkan mutu pendidikan, cara mengatasi pengangguran
sarjana ialah menananamkan jiwa belajar dan membaca kepada para
sarjana untuk merubah pola pikir (mindset) mereka terhadap pekerjaan atau
pemenuhan kebutuhan hidup,seperti : (a) Menggiatkan penyuluhan kepada para
sarjana atau para intelektual untuk lebih berorientasi menciptakan
pekerjaan ketimbang mencari kerja atau menjadi pegawai negeri. (b) Merubah
sistem pendidikan di Indonesia yang dapat menghasilkan lulusan-lulusan
berkualitas dan siap untuk menduduki suatu pekerjaan sesuai dengan keahlian dan
ilmunya. (c) Menanamkan jiwa enterpreneur beserta prakteknya sebelum pelajar
atau mahasiswa menamatkan pendidikanya di PT. (d) Menciptakan lapangan
pekerjaan baru dengan memperbanyak lobi-lobi politik ke negara maupun perusahaan
asing (e) Memberdayakan para sarjana untuk mengembangkan daerah pedesaan serta
memberikan kredit modal usaha dengan bunga ringan agar mereka mampu
menciptakansumber usaha produktif
Dari
kelima aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa para lulusan diwajibkan mempunyai
jiwa wirausaha. Pihak perguruan tinggi yang mempunyai
tanggung jawab dalam mendidik dan memberikan kemampuan dalam melihat peluang
bisnis serta mengelola bisnis tersebut serta memberikan motivasi untuk
mempunyai keberanian menghadapi resiko bisnis. Peranan perguruan tinggi dalam
memotivasi para mahasiswanya menjadi young entrepreneurs merupakan
bagian dari salah satu faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan. Menurut
Thomas Zimmerer dalam Kirschheimer, DW, ada 8 faktor pendorong
pertumbuhan kewirausahaan seperti wirausahawan sebagai pahlawan, pendidikan
kewirausahawan, faktor ekonomi dan kependudukan, pergeseran ke ekonomi jasa,
kemajuan teknologi, gaya hidup bebas, e-comerce dan the world-wide-web serta,
peluang internasional [10]:
Wirausahawan Sebagai Pahlawan. Faktor di atas
sangat mendorong setiap orang untuk mencoba mempunyai usaha sendiri karena
adanya sikap masyarakat bahwa seorang wirausaha dianggap sebagai pahlawan serta
sebagai model untuk diikuti. Sehingga status inilah yang mendorong seseorang
memulai usaha sendiri.
Pendidikan Kewirausahaan. Pendidikan kewirausahaan
sangat populer di banyak akademi dan universitas di Amerika. Banyak mahasiswa
semakin takut dengan berkurangnya kesempatan kerja yang tersedia sehingga
mendorong untuk belajar kewirausahaan dengan tujuan setelah selesai kuliah dapat
membuka usaha sendiri.
Faktor ekonomi dan Kependudukan. Dari segi demografi
sebagian besar entrepreneur memulai bisnis antara umur 25 tahun sampai dengan
39 tahun. Hal ini didukung oleh komposisi jumlah penduduk di suatu negara,
sebagian besar pada kisaran umur diatas. Lebih lagi, banyak orang menyadari
bahwa dalam kewirausahaan tidak ada pembatasan baik dalam hal umur, jenis
kelamin, ras, latar belakang ekonomi atau apapun juga dalam mencapai sukses
dengan memiliki bisnis sendiri.
Pergeseran ke Ekonomi Jasa. Di Amerika pada tahun 2000
sektor jasa menghasilkan 92% pekerjaan dan 85% GDP negara tersebut. Karena
sektor jasa relatif rendah investasi awalnya sehingga untuk menjadi populer di
kalangan para wirausaha dan mendorong wirausaha untuk mencoba memulai usaha
sendiri di bidang jasa.
Kemajuan Teknologi. Dengan bantuan mesin bisnis
modern seperti komputer, laptop, notebook, mesin fax, printer laser, printer
color, mesin penjawab telpon, seseorang dapat bekerja dirumah seperti layaknya
bisnis besar. Pada zaman dulu, tingginya biaya teknologi membuat bisnis kecil
tidak mungkin bersaing dengan bisnis besar yang mampu membeli alat-alat
tersebut. Sekarang komputer dan alat komunikasi tersebut harganya berada dalam
jangkauan bisnis kecil.
Gaya Hidup Bebas. Kewirausahaan sesuai dengan
keinginan gaya hidup orang Amerika yang menyukai kebebasan dan kemandirian
yaitu ingin bebas memilih tempat mereka tinggal dan jam kerja yang mereka
sukai. Meskipun keamanan keuangan tetap merupakan sasaran penting bagi hampir
semua wirausahawan, tetapi banyak prioritas lain seperti lebih banyak waktu
untuk keluarga dan teman, lebih banyak waktu senggang dan lebih besar kemampuan
mengendalikan stress hubungan dengan kerja. Dalam penelitian yang telah
dilakukan bahwa 77% orang dewasa yang diteliti, menetapkan penggunaan lebih
banyak waktu dengan keluarga dan teman sebagai prioritas pertama. Menghasilkan
uang berada pada urutan kelima dan membelanjakan uang untuk membeli barang
berada pada urutan terakhir.
E-Commerce dan The World-Wide-Web. Perdagangan
on-line tumbuh cepat sekali, sehingga menciptakan perdagangan banyak kesempatan
bagi wirausahawan berbasis internet atau website. Data menunjukkan bahwa 47%
bisnis kecil melakukan akses internet sedangkan 35% sudah mempunyai website
sendiri. Faktor ini juga mendorong pertumbuhan wirausahawan di beberapa negara.
Peluang Internasional. Dalam mencari pelanggan,
bisnis kecil kini tidak lagi dibatasi dalam ruang lingkup Negara sendiri.
Pergeseran dalam ekonomi global yang dramatis telah membuka pintu ke peluang
bisnis yang luar biasa bagi para wirausahawan yang bersedia menggapai seluruh
dunia. Kejadian dunia seperti runtuhnya tembok Berlin, revolusi di
negara-negara baltik Uni Soviet dan hilangnya hambatan perdagangan sebagai
hasil perjanjian Masyarakat Ekonomi Eropa, telah membuka sebagian besar pasar
dunia bagi para wirausahawan. Peluang Internasional akan terus berlanjut dan
tumbuh dengan cepat pada abad ke 21.
5.
Kesimpulan
Perguruan tinggi seharusnya tidak hanya berkewajiban menuntut
mahasiswanya untuk dapat lulus cepat dengan IPK cumlaude tetapi jauh lebih dari
itu mahasiswa harus dibekali kompetensi dan keterampilan untuk mengenal dan
siap memasuki dunia kerja. Perguruan tinggi juga wajib memperkuat soft-skill
selain hard-skill yang telah didapatkan, karena soft-skill merupakan hal yang
diperlukan untuk sukses diterima dan memasuki dunia kerja untuk dapat bersaing
dalam memasuki kerja. Lulusan perguruan tinggi perlu memiliki kapasitas daya
saing, diantaranya keterampilan menghadapi proses rekrutmen dan seleksi kerja.
Dengan keterampilan menghadapi proses rekrutmen dan seleksi kerja, individu
akan memiliki pemahaman yang jelas tentang dunia kerja. Serta pemahaman untuk
menjadi wirausahawan sehingga para lulusan tidak pasif dan hanya menjadi
pencari kerja tetapi lebih dari itu menjadi seorang pencipta lapangan pekerjaan
yang mampu menampung banyak pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Daniel, W. (n.d.). Retrieved Mei Rabu, 2013, from
360.000 Sarjana di Indonesia Masih Menganggur:
http://finance.detik.com/read/2013/05/29/161124/2259348/4/360000-sarjana-di-indonesia-masih-menganggur
Dikpora DIY. (n.d.). Retrieved Februari Kamis, 2013,
from RELEVANSI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
DI PERGURUAN TINGGI:
http://www.pendidikan-diy.go.id/dinas_v4/index.php?view=v_artikel&id=17
Dwi, M. (n.d.).
Retrieved Desember Senin, 2012, from Sarjana Indonesia Dinilai Masih
“Mentah” (Data BPS tahun 2012):
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/12/12/03/megijz-sarjana-indonesia-dinilai-masih-mentah
Erik, P. (n.d.). Retrieved Desember Senin, 2012,
from Banyak Pengangguran Terdidik karena Sarjana Bermental Akademik?:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/12/03/megkng-banyak-pengangguran-terdidik-karena-sarjana-bermental-akademik
Situbondo, E. (n.d.). Retrieved Maret Rabu, 2012,
from Upaya Hilangkan Disparatis Kualitas Pendidikan (Ketetapan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan):
http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/05/upaya-hilangkan-disparatis-kualitas-pendidikan-444579.html
Sukron, I.
(n.d.). Retrieved Januari Minggu, 2012, from Konsep Link and Match: Fungsi
Pendidikan Sebagai Pemasok Tenaga Kerja Siap Pakai:
http://ibnsukron.wordpress.com/2012/01/29/konsep-link-and-match-fungsi-pendidikan-sebagai-pemasok-tenaga-kerja-siap-pakai/
Tanjung, A.
(n.d.). Retrieved Mei Selasa, 2013, from Kenapa di Indonesia sarjana banyak
yang menganggur?: http://www.merdeka.com/peristiwa/kenapa-di-indonesia-sarjana-banyak-yang-menganggur.html
Tilaar, H.
(1999). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Rosdakarya.
[1],2 Dwi, M. Sarjana Indonesia Dinilai Masih “Mentah” (Data BPS tahun 2012): http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/12/12/03/megijz-sarjana-indonesia-dinilai-masih-mentah
[3] Sukron, I.
Konsep Link and Match: Fungsi Pendidikan Sebagai Pemasok Tenaga Kerja
Siap Pakai: http://ibnsukron.wordpress.com/2012/01/29/konsep-link-and-match-fungsi-pendidikan-sebagai-pemasok-tenaga-kerja-siap-pakai/
[4] Tanjung, A. Kenapa di Indonesia sarjana
banyak yang menganggur?:
http://www.merdeka.com/peristiwa/kenapa-di-indonesia-sarjana-banyak-yang-menganggur.html
[5] Daniel, W. 360.000 Sarjana di Indonesia
Masih Menganggur:
http://finance.detik.com/read/2013/05/29/161124/2259348/4/360000-sarjana-di-indonesia-masih-menganggur
[6] Tilaar, H. Manajemen Pendidikan Nasional. Hal 162 (Bandung:
Rosdakarya.1999)
[7] Erik, P. Banyak Pengangguran Terdidik karena Sarjana Bermental Akademik?: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/12/03/megkng-banyak-pengangguran-terdidik-karena-sarjana-bermental-akademik
[8] Daniel, W. 360.000 Sarjana di Indonesia
Masih Menganggur:
http://finance.detik.com/read/2013/05/29/161124/2259348/4/360000-sarjana-di-indonesia-masih-menganggur
[9]
Situbondo, E. Upaya Hilangkan Disparatis Kualitas Pendidikan (Ketetapan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan):
http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/05/upaya-hilangkan-disparatis-kualitas-pendidikan-444579.html
[10]
Dikpora DIY. RELEVANSI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
DI PERGURUAN TINGGI: http://www.pendidikan-diy.go.id/dinas_v4/index.php?view=v_artikel&id=17
makasi ya,,,,,jurnal ini memberikan informasi tambahan pada saya,,,,smoga lulusan sarjana bisa menjadi pencipta lapangan kerja bukan hanya menjadi pencari kerja....
BalasHapusiya terimakasih :)
BalasHapusini sangat membantu saya trimakasih
BalasHapusIf you're attempting to lose pounds then you have to get on this totally brand new personalized keto meal plan.
BalasHapusTo design this keto diet service, licenced nutritionists, personal trainers, and professional chefs united to develop keto meal plans that are useful, painless, money-efficient, and delightful.
From their grand opening in 2019, thousands of clients have already completely transformed their body and health with the benefits a great keto meal plan can give.
Speaking of benefits: in this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones offered by the keto meal plan.
Bermain poker online tentunya tujuan utamanya adalah untuk bersenang-senang, oleh karena itu kami di Anapoker hadir untuk memberikan anda kemudahan dengan Anapoker
BalasHapusAnapoker permainan kartu online yang anda sukai langsung disitus kami dan nikmati kemenangan-kemenangan yang menyenangkan
Contact Untuk Menjadi Pemenang & Jutawan sekarang juga
Whatsapp : 0852 2255 5128
Line ID : agenS1288
Telegram : agenS128
Promo Bonus Untuk Member Baru AgenS128, Casino IDNLive :
Freebet Casino Online
sbobet alternatif
Freebet Casino Online Terbaru IDN Live
link sbobet
sabung ayam online
adu ayam
casino online
sabung ayam bangkok
ayam laga birma
poker deposit pulsa
deposit pulsa poker
deposit pulsa
deposit pulsa
deposit pulsa
informasi yg sangat bermanfaat kak
BalasHapusElever