Sabtu, 28 Desember 2013

PERTENTANGAN WACANA POLIGAMI

PERTENTANGAN WACANA POLIGAMI

Noviana Ayu Pratiwi
Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang
Gedung H Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 505229, Jawa Tengah

Tel/Fax : 085741089091; Email: NovianaAyuPratiwi@gmail.com


Abstrak

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Karya Ilmiah. Dengann dibuatnya karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca. analisis wacana kritis telah menjadi pendekatan interdisipliner yang sangat berpengaruh, yang memandang wacana sebagai bentuk praktek sosial. wacana antipoligami, sebagai praktek sosial bertahan untuk sepanjang waktu yang lalu di Indonesia, menawarkan diskusi yang menantang dalam perspektif analisis wacana kritis. Teun van dijk, mengartikulasikan sebagai salah satu pelopor dari analisis wacana kritis ideologi sebagai dasar dari representasi sosial kelompok. Selanjutnya, dia menganjurkan sebuah antarmuka sosial kognitif antara struktur sosial dan struktur wacana. dalam pandangan ini, setiap kali kelompok sosial, termasuk produsen teks antipoligami, menyuarakan keyakinan mereka ke dalam sebuah pernyataan bergabung: dengan menggunakan apa strategi produksi wacana ideologis mereka berbagi ideologi mereka kepada publik. pernyataan sama yang dikeluarkan  pada bulan Desember 2006, yang berisi definisi yang luas dari poligami dalam arti negatif, sebenarnya merupakan strategi lain representasi negatif yang digunakan oleh produsennya.

Kata kunci: Poligami; Antipoligami; ideologi, Analisis wacana kritis; pernyataan bersama.

PENDAHULUAN
Sebuah wacana mengamban fungsi. Wacana anti poligami merangkai berbagai teks, baik lisan maupun tulisan., yang ditujukan untuk menyatakan ketidak setujuan terhadap praktik poligami, yang secara denotative didefinisikan sebagai ‘sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberawa lawan jenisnya dalam waktu yang bersama’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001 dalam Untung 2008:3). Secara praktis di Indonesia poligami dibatasi dalam arti yang sama dengan poligini, yaitu ‘sistem perkawinan yang membolehkan seseorang pria memiliki beberapa wanita sebagai istrinya dalam waktu yang bersamaan’ (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001 dalam Untung 2008:3) karena lembaga perkawinan Indonesia mengijinkan poligini, namun tidak poliandri. Untuk selanjutnya, kata poligami digunakan dalam tulisan ini.
Secara historis, polemic tentang poligami telah muncul seiring dengan perjuangan Bangsa Indonesia pada masa colonial. Setidaknya sejak tahun 1910-an dan 10920-an, perjuangan kaum perempuan Indonesia dalam menentang poligami tertandai dalam sejarah (Locher-Scholten 2003:40). Nasionalisme, di samping kesadaran sebagai manusia yang mempunyai harkat dan martabat, yang mulai mengakar dalam jiwa perempuan Indonesia memicu penentangan perempuan terhadap poligami dalam wujud sistem Nyai, yaitu hidup bersama antara perempuan Indonesia dan orang asing, terutama orang eropa dan Tionghoa (Locher-Scholten 2003:43). Protes-protes yang disuaraan organisasi perempuan Indonesia ketika itu sudah mengimplikasikan konstruksi gender.

Permasalahan tentang poligami selalu timbul dan kemudian akan tenggelam kembali, namun selalu menjadi isu yang rentan. Setiap kali terjadi peristiwa yang berkaitan dengan poligami, pada saat itulah polemic setuju-tidak setuju terhadap poligami pun muncul. Misalnya saja peristiwa besar yang mengangkat kembai polemic poligami adalah perkawinan Soekarno, Presiden pertama Indonesia, dengan Hartini pada tahun 1945. Soekarno pada saat itu masih menjalani ikatan perkawinan dengan Fatmawati. Sebagai reaksi atas poligami yang di lakukan Soekarno, Perwani (Persatuan Wanita Indonesia) menyerukan kembali disusunnya UU Perkawinan, yang telah di suarakan sejak taahun 1928 (Wattie 2002 dalam Untung 2008:3)
Sebagai sebuah wacana yang dilancarkan untuk mencapai tujuan tertentu, wacana antipoligami dihasilkan dengan menggunakan strategi. Strategi yang digunakan oleh penghasil wacana yang satu berbeda dengan yang lain. Jika wacana propoligami dilancarkan pada umumnya dengan berdasarkan kerangka acuan  tekstual, seperti kitab suci, wacana antipoligami sebagaiwacana kontra  atas wacana poligami tentu dapat menggunakan strategi yang sama atau yang lain. Dalam pandangan Van Dijk (2004a, 2004b), strategi produksi wacana berkaitan dengan ideology penghasilan wacana. Jika pada umumnya penghasil wacana propoligami membenarkan poligami berdasarkan firman Tuhan dalam ayat-ayat kitab suci, hal itu berarti bahwa ideologi agamis berada di balik pembenaran itu.

STRATEGI PRODUKSI WACANA IDEOLOGI:  KERANGKA ANALISIS

Van Dijk (2004a) membatasi ideology sebagai sistem keyakinan yang dibagi ecara sosial oleh para aktormsosial. Dengan kata lain, keyakinan klektif menjadi kunci pertama untuk memahami ideology. Namun, ada pintu  berikutnya yang menandai batasan ideology. Ideology tidak hanya merupakan keyakinan sosial, namun lebih fundamental atau aksiomatis. Ideology mengontrol dan mengarahkan keyakinan pihak lain dalam hubungan sosial, misalya ideology rasisme mengontrol perilaku dalam imigrasi – sebagai contoh konkretnya, petugas imigrasi memperketat pengawasan terhadap orang-orang tertentu. Selanjutnya, sebagai iandasan sosiokognitif kelompok sosial, ideology secara bertahap menjadi stabil, diyakini oleh lebih bannyak penganut, atau terkadang berubah, tidak diyakini lagi, bergantung pada zaman.

Van Dijk (2004b) kemudian menyatakan bahwa ideology merupakan dasar aksiomatis penggambaran sosial sebuah kelompok sosial, yang melaluin perilaku sosial dan mental (sosiokognitif) tertentu, mengontrol wacana sendiri dan akhirnya melebar menjadi mengontrol praktik sosial kelompok sosial yang, yang lain. Dalam hal ini dapat terjadi kerjasama, koordinasi, persaingan, konflik, atau perjuangan. Dalam konteks perdebatan tentang poligami yang akan dikaji lebih lanjut dalam tulisan ini, pertentangan antara ideologi feminism dan ideologi patriarki dapat menjadi contoh. Secara historis kultural, wacana propoligami yang berlandaskan ideology agamis-patriarkal, yang muncul lebih dahulu dalam praktis sosial, kini menghadapi upaya pengontrolan dari wacana kontra terhadapnya, yaitu wacana feminisme.

Ideology dapat disamarkan atau disembunyikan dalam teks. Seorang rasis mungkin tidak mengatakan bahwa dirinya rasis sehingga ia menyampaikan pandangan-pandangannya tentang pekerja asing atau imigran, misalnya. Dalan teks yang menyembunyikan atau menyamarkan ideology yang duanut oleh kelompok sosial penghasil teks, penggambaran sosial yang dilakukan oleh penghasil teks itu terhadap kelompok sosial yang lain menjadi hal yang penting. Penggambaran sosial yang demikian merupakan atrategi produksi wacana ideology dalam istilah Van Dijk (2004b).

POLIGAMI DAN TUNTUTAN REVISI UU PERKAWINAN: ANALISIS PROPOSISI MAKRO DALAM STATEMENT BERSAMA (Untung Yuwono dalam Jurnal Ilmu Pengetahun Budaya 2008:7)

Topic wacana memainkan peran yang mendasar dalam komunikasi dan interaksi (Van Dijk dalam Wodak dan Meyer 2001:101). Dengan memahami topik, apa yang dibicarakan secara global dalam wacana dapat diketahui. Topik merupakan ide yang terwujud dalam setiap informasi terpenting yang termuat dalam teks. Tidak hanya itu, topik juga menciptakan kepaduan teks. Artinya, topik-topik yang mendukungsuatu bahasan akan menciptakan kepaduan teks. Dengan demikian, dalam satu teks, mungkin saja terdapat lebih dari satu topik. Namun menurut (Van Dijk dalam Wodak dan Meyer 2001:102), topic tidak dapat diamati secara langsung oleh pemerhati wacana, namun dipahami atau ditetapkan secara berproses. Bagaimanapun, terkadang ada peranti wacana yang memberikan petunjuktentang topic, seperti judul, anak judul, dan simpulan. Untuk menemukan topic wacana, (Van Dijk dalam Wodak dan Meyer 2001:103) menyarankan upaya penemuanproposisi makro, yang kira-kira merupakan setiap pernyataan penting dalam teks yang mempunyai benang merah untuk disimpulkan dalam  tingkat yang lebih tinggi (topic wacana).

Statemen bersama memuat proposisi makro yang diwijudkan secara konkret terutama pada judul (PM1) dan anak judul (PM1, PM2, dan PM3) berikut:
PM1    Poligami adalah diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak
PM2    Poligami memiskinkan dan merendahkan maartabat perempuan
PM3    Revisi UU Perkawinan merupakan salah satu upaya untuk menghapuskan Poligami
Pemuatan tiga proposisi makro yang berurutan dan terbuka sedemikian rupa pada judul dan anak judul berkaitan erat dengan situasi penyampaian teks, yaitu bahwa teks Statement Bersama ditujukan untuk masyarakat luas dan berbicara tentang wacana public yang sedang hangat-hangatnya diperdebatkan. Agar apa yang dibicarakan dalam teks cepat dipahami oleh masyarakat luas, setiap pokok pikiran dalam teks perlu ditonjolkan.

SIMPULAN
Dari sudut metawacana, jika wacana antipoligami dipersempit pada awal-awal tahun 2000, makin kuatnya suaran feminis di Indonesia dalam menentang poligami merupakan sambutan hangat atas harapan kalangan antipoligami dalam menemukan argumentasi-argumentasi baru tentang kenegatifan poligami. Suhadi (2002 dalam Untung 2008:20), sebagai contoh, mengusulkan agar perempuan lebih mengedepankan wacana factual tentang ketidakadilan alih-alih melayani argumentasi yang dilancarkan oleh kalangan propoligami dari sudut wacana agama, kecuali jika kritik wacana agama dilancarkan tidak untuk tujuan membuat klaim bahwa agama (Islam) sebenarnya antipoligami. Ia kemudian melihat peluang cerah bagi kalangan feminis untuk menyampaikan suara ketidaksetujuan terhadap poligami.


DAFTAR PUSTAKA

Locher-Scholten, Elsbeth. 2003. “Morals, harmony and national identity: ‘Companiate feminism’ in colonial Indonesia in the 1930”, Journal of Women’s History (Winter):14,4.

Untung Yuwono. 2008. Ketika Perempuan Lntang Menentang Poligami. WACANA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya. Vol.10:1-22.

Van Dijk, Teun A. 2004a. “ Ideology and discourse analysis”, (http://www.discourses.org/) diakses 26 Desember 2013.

Van Dijk, Teun A. 2004b. “Politics, ideology and discourse”, (http://www.discourses.org/) diakses 26 Desember 2013.

Wodak, Ruth dan Michael Meyer. 2001. Methods of Critical discourse analysis. London: Sage.


LAMPIRAN
29 Desember 2013 – 10:19 (Diposting oleh: em)



Gambar: WACANA 1





Gambar: WACANA 2

Gambar: WACANA 3

Gambar: WACANA 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar