Jumat, 27 Desember 2013

Indonesia Negara yang Multikultural diimbangi Konflik dan Permasalahan yang Beragam



Oleh : Rohmat Muflikhul Huda
Jurusan Kurikulum dan Tekhnologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

Abstrak
Indonesia adalah sebuah negara dengan status negara berkembang, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke 4 setelah Cina, Amerika, dan India. Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki jumlah pulau yang sangat banyak, lebih dari 15.000 pulau kecil dan 5 pulau besar yang terhampar dari sabang sampai merauke. Dengan jumlah penduduk yang besar dan juga jumlah pulau yang sangat banyak, memungkinkan terjadinya perbedaan diberbagai bidang, mulai dari agama, suku, ras, dan bahasa.Hal tersebut dianggap wajar, karena setiap golongan memiliki pendapat dan juga pandangan yang berbeda-beda. Dampak dari perbedaan tersebut beragam, mulai dari yang positif hingga dampak negatif yang berakibat pada tejadinya konflik. Konflik  yang berkepanjangan dapat mengakibatkan perpecahan dan juga disintegrasi bangsa yang berbuntut pada dendam turun-temurun tanpa pernah ada solusinya. Selain konflik, permasalahan-permasalahan yang terjadi diIndonesia juga semakin beragam dan semakin berkembang disetiap tahunnya, hingga menjadi pusat perhatian dari semua kalangan.

Kata Kunci :Multikultural, Konflik, Permasalahan-permasalahan di Indonesia

PENDAHULUAN

Masyarakat multikultural terjadi ketika kondisi masyarakat ditemukan tidak hanya satu ragam kultur saja tetapi ada banyak ragam kultur atau budaya yang berkembang didalamnya. Dalam studi sosiologi dan antropologi menyatakan bahwa masyarakat multikultural adalah masyarakat yang tersusun dari berbagai macam etnik, dan setiap etnik tersebut memiliki respect satu sama lain sehingga tercipta kontribusi terhadap negara (lihat Alo, 2005: 68). Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang termasuk dalam kategori multikultural, hal tersebut dikarenakan terdapat begitu banyak kebudayaan dan corak kehidupan serta latar belakang yang berbeda-beda disetiap daerah. Karena hal itulah, masyarakat Indonesia juga disebut masyarakat majemuk, yang memiliki sekitar 300 suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia, dengan jumlah penduduk disetiap suku beragam, ada yang banyak dan ada pula yang sedikit. Adapun suku bangsa yang jumlah penduduknya banyak antara lain suku Jawa, Sunda, Dayak, Batak, Minang, Melayu, Aceh, Bali, Manado, dan Makasar.Sementara suku bangsa dengan jumlah penduduk sedikit antara lain suku Nias, Kubu, Mentawai, dan Asmat. Dengan berbagai macam suku bangsa tersebut, pasti akan menimbulkan yang namanya perbedaan. Perbedaan terjadi karena adanya hal yang berusaha dilindungi oleh setiap golongan tertentu, misalnyagolongan A yakin bahwa setiap manusia akan mati dan kemudian tidak akan lahir kembali. Namun, golongan B berbeda pendapat, menurut golongan B setiap manusia yang mati pasti akan hidup kembali melalui renkarnasi dari Tuhan. Perbedaan tersebut, membuat kedua belah pihak berusaha untuk melindungi pendapat sekaligus keyakinan mereka masing-masing (lihat Maryati, Kun. & Juju,  2001: 171). Dengan melindungi pendapat masing-masing tanpa pernah ada toleran, merupakan salah satu hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik antar golongan yang berimbas pada terjadinya konflik antar individu.

Konflik Sosial Masyarakat Indonesia

Konflik sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu configere, yang berarti saling memukul, sedangkan definisi konflik secara sosiologis adalah suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (atau bahkan kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya (lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik , 2013). Proses yang paling nyata dari terjadinya suatu konflik itu dimulai dari usaha untuk memperkuatdan mempertebal perbedaan diantara individu maupun kelompok yang menyangkut ciri-ciri fisik, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, gagasan, pendapat, serta kepentingan yang beragam yang tidak bisa disatukan karena mementingkan keegoisan masing-masing, sehingga hal tersebut menimbulkan pertikaian diantara individu maupun kelompok. Tujuannya yaitu, untuk mengalahkan pihak lawan dengan cara konflik batin yaitu dengan ancaman, maupun konflik fisik dengan cara kekerasan.       
       Secara umum konflik sosial masyarakat Indonesia dibagi menjadi 2 jenis, yang pertama “Konflik Vertikal”, konflik ini terjadi antara kalangan atas dan kalangan bawah, contohnya, konflik bos dengan pegawai, konflik negara dengan  warga negara, sedangkan jenis konflik yang kedua “Konflik Horisontal”, konflik ini melibatkan sesama lapisan masyarakat, atau bisa dibilang konflik antar lapisan masyarakat, antar agama, dan antar suku (lihat Bagja, 2007: 33). Di Indonesia sendiri konflik bukanlah hal yang langka terjadi, melainkan hal yang sangat mudah dijumpai setiap hari. Mulai dari kalangan atas, menengah, hingga kalangan bawah sekalipun hampir setiap hari berkutat dengan yang namanya konflik. Hal tersebut dibuktikan dengan pemberitaan dimedia massa yang setiap harinya memberitakan tentang konflik yang menyangkut, perseteruan, bentrokan antar suku, bentrokan antar warga, tawuran remaja, dan masih banyak lagi.
 Konflik yang parah dan mungkin bisa melunturkan bahkan menghancurkan persaudaraan diantara masyarakat Indonesia salah satunya adalah, bentrokan antar suku. Bentrokan ini biasanya dipicu oleh,  perbedaan kepribadian yang dianut oleh kedua suku,atau secara rinci disebabkan oleh perbedaan latar belakang kebudayaan, agama, dan bahasa. Bentrokan antar suku menjadi momok yang mengancam bagi persatuan dan kesatuan NKRI. Karena apabila bentrokan antar suku pecah, hal yang sangat mungkin terjadi adalah kekalahan dan kemenangan untuk kedua suku. Kemenangan ini biasanya ditandai dengan masih utuhnya anggota suku, dan mundurnya suku lain yang menjadi musuhya. Namun disisi lain, kekalahan yang diterima oleh sebuah suku yang bertikai biasanya ditandai dengan jatuhnya korban, baik itu korban luka-luka atau bahkan korban yang meninggal akibat terbunuh dalam bentrokan. Akhir-akhir ini bentrokan antar suku atau bahkan bentrokan antar warga sering terjadi di Indonesia. Hal tersebut memunculkan pertanyaan, masih amankah negeri kita tercinta???.
Kementrian Sosial (Salim Segaf Aljufri) mengakui rasa aman menjadi sesuatu yang mahal di negeri ini, jika dulu konflik terjadi akibat ketimpangan sosial yang berujung isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), kini lebih dinamis dan kompleks, salah satunya faktor politik ( lihat di http://news.okezone.com, 2013). Faktor politik ditengarahi menjadi salah satu penyebab konflik, ini karena dalam politik ada beberapa hal yang menyangkut permaslahan penduduk, diantaranya pemekaran wilayah, kesetaraan, pemilihan kepala daerah, serta ketidakadilan hukum dll. Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki ideologi pancasila dan dasar negara yang berlandaskan UUD 1945, seharusnya sistem hukum di Indonesia bisa berjalan dengan lancar dan juga bisa memberikan kemudahan pada setiap lapisan masyarakat yang merasa butuh atau perlu perlindungan hukum, supaya tercipta keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Namun, kenyataan dilapangan berbeda, banyak masyarakat yang merasa dirugikan dengan hukum  yang berjalan di Indonesia. Banyak dalam setiap kasus persidangan berpegang pada asas ”Punya uang bakal menang”, hal seperti ini yang sangat merugikan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat kalangan bawah yang ingin mencari keadilan. Berlatar dari hal itu, banyak masyarakat Indonesia yang dari kalangan bawah ketika memiliki masalah dengan orang yang kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dirinya atau bisa dibilang mempunyai uang yang lebih banyak, mereka lebih cinderung diam dan juga tidak melawan apalagi sampai mengurus permasalahannya ditingkat persidangan, hal itu sangat jarang dilakukan pada masyarakat kalangan bawah. Keadilan dalam bidang hukum juga dapat menjadi bibit-bibit masalah yang dapat menimbulkan konflik yang berujung pada bentrokan atau pertikaian, konflik-konflik tersebut semakin menambah permasalahan yang ada diIndonesia.

Permasalahan yang sedang Menyelimuti Indonesia

Bisa dikatakan, permasalahan yang sedang dihadapi Indonesia saat ini sangat kompleks. Permasalahan ini menyebar diberbagai bidang, mulai dari bidang ekonomi, bidang sosial,  bidang budaya, sampai pada bidang agama. Dalam setiap bidang tersebut memiliki ranting atau cabang permasalahan yang berbeda-beda. Contohnya saja dalam bidang ekonomi, dewasa ini Indonesia masih berkutat dengan permasalahan yang tidak henti-henti dan tidak ada habisnya, seperti kemiskinan, korupsi, keterbelakangan, pengangguran, pemerataan pendapatan, standar hidup yang rendah dll (lihat di http://bhakti-bhakti-indonesia.blogspot.com, 2013). Pada akhir tahun 2000 jumlah penduduk miskin turun sedikit menjadi sebesar 37,3 juta jiwa atau sekitar 19% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Namun ditahun 2013 ini, jumlah penduduk Indonesia yang tergolong miskin semakin bertambah, ini dibuktikan dengan data bahwa tingkat kemiskinan pada tahun ini diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan target pemerintah yakni sebesar 10,5 persen. Salah satu penyebabnya adalah shock akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di pekan ketiga Juni 2013( lihat di http://www.republika.co.id/,2013. 
      Tidak kalah heboh dengan kasus kemiskinan, kasus korupsi di Indonesia juga menjadi permasalahan yang mendapat perhatian serius dari semua elemen masyarakat. Yang membuat kasus ini menjadi semakin parah adalah, pelaku yang terjerat dalam kasus ini sebagian besar adalah para pejabat dan para penguasa dinegeri ini. Alangkah mirisnya disaat pemerintah sedang gencar-gencarnya membina dan menumbuhkan bibit-bibit yang jujur dan peduli terhadap negara, para pejabat dan petinggi negara yang dikatakan sebagai orang-orang yang berpendidikan tinggi malah melakukan perbuatan yang dapat mencoreng citra pemerintah dan juga dunia pendidikan, yaitu dengan melakukan tindak korupsi. Sebetulnya, dalam arti yang luas, korupsi dalam arti politis bisa diartikan sebagai penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi sedangkan dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:(a) perbuatan yang dengan sengaja melawan hukum, (b) penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, (c) memperkaya diri sendiri, orang lain, dan (d) merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Selain itu, tindak korupsi itu biyasanya berupa : memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara) (lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi, 2013).
       Masih segar diingatan kita dan masih hangat-hangatnya diperbincangkan, yaitu bagaimana seorang ketua MK(Mahkamah Konstitusi), lembaga yang dianggap paling jujur dan bersih bisa melakukan tindakan yang seharusnya tidak patut untuk dilakukan. Penangkapan ketua MK memang begitu mengguncang tanah air. Bahkan hal ini membuat ratusan juta penduduk di negeri ini memfokuskan perhatiannya dan seolah tidak percaya kalau ternyata lembaga yang selama ini mereka agung-agungkan menyimpan seorang koruptor. Dengan ditangkapnya Akhil Mochtar, cepat atau lambat pastinya akan berimbas pada eksistensi lembaga negara, khsusunya Mahkamah Konstitusi itu sendiri. Hal tersebut dapat membuat kepercayaan masyarakat akan semakin berkurang atau bahkan masyarakat akan cenderung bersifat acuh tak acuh terhadap setiap tindakan MK.
       Selain Akhil Mochtar, inilah daftar 10 koruptor di Indonesia yang mengkorupsi uang negara dengan nominal yang fantastis, berikut nama-namanya beserta jumlah uang hasil korupsinya:  Haji Muhammad Soeharto ($AS 15 Milyar - $AS 35 Milyar), Sjamsul Nursalim (6,9 Triliun dan 96,7 juta dolar Amerika), Hartawa Aluwi (3,11 Triliun), Hendro Wiyanto (3,11 Triliun), Dewi Tantular dan Anto Tantular (3,11 Triliun), Hesyam Al Waraq dan Rasat Ali Rizfi (3,11 Triliun), Bambang Sutrisno (1,5 Triliun), Andrian Kiki Ariawan (1,5 Triliun), Hari Matalata (1,6 Triliun), Edy Tanzil (1,3 Triliun) (lihat di http://www.bimbingan.org/ 2013). Dengan data-data para koruptor tersebut, seakan mengisyaratkan bahwa betapa kayanya mereka dan betapa mereka menikmati uang yang dinilai haram dimata orang yang berakal dan sadar akan korupsi. Namun dimata mereka uang tersebut sangat berharga, karena jerih payah yang mereka lakukan untuk mendapat uang tersebut sangat keras, dan sayang jika tidak digunakan.
       Berbeda dari bidang ekonomi, di bidang sosial sendiri Indonesia memiliki permasalahan yang tidak bisa dibilang ringan. Sebagian besar masalah yang terjadi dibidang ini, berakar pada karakter (moral) atau sifat dari setiap individu. Hal tersebut dikarenakan pada saat ini bangsa indonesia telah mengalami degradasi moral atau bisa disebut kemrosotan moral. Contoh dari permasalahan di bidang ini lebih cinderung pada interaksi-interaksinya seperti, pergaulan bebas, kenakalan remaja, pelecehan seksual, anarkisme, demonstrasi yang berujung pada bentrokan dll. Dewasa ini pergaulan bebas semakin merajalela, tidak pandang usia, pangkat, derajat, kedudukan atau apapun, semua terjerat dalam lingkaran setan tersebut. Contoh yang masih segar-segarnya dibicarakan, yaitu tentang SMPN 4 Jakarta, ada apa dengan SMPN 4 Jakarta?. Sekitar 5 minggu yang lalu atau tepatnya 27 September 2014, dua pelajar SMPN 4 Sawah Besar Jakarta Pusat melakukan adegan mesum didalam kelas dan direkam melalui HP. Dua pelajar yaitu AE (14) dan FP (13) itu melakukan hubungan badan berupa pelukan, rabahan dan juga ciuman layaknya suami istri. Kabar yang beredar adegan tersebut dilakukan karena paksaan dari kakak kelas mereka, namun setelah dilakukan pemeriksaan oleh Polres Jakarta Pusat hasilnya sangat mengejutkan. Ternyata adegan tersebut dilakukan mereka bukan karena paksaan tapi adegan tersebut dilakukan karena mereka sudah sering melakukannya. Dari keterangan yang diberikan oleh saksi, kedua pelajar itu sudah sering melakukan hal tersebut, bahkan dalam 3 hari mereka melakukan tindakan asusila tersebut sebanyak 5 kali, yang pertama dilakukan pada tanggal 24 September didalam kelas, yang kedua, ketiga dan keempat dilakukan pada tanggal 25 September, dan adegan yang terakhir dilakukan pada tanggal 27 September lalu dan direkam oleh temannya (lihat di http://www.merdeka.com/, 2013).
       Dari kejadian tersebut sudah terlihat bagaimana seorang anak yang masih dibawah umur sudah berani untuk melakukan hal-hal yang tidak patut dilakukan, kejadian itu juga cukup untuk mewakili betapa bobroknya moral anak bangsa ditengah majunya tekhnologi saat ini. Bukan hanya pergaulan bebas yang sekarang sedang menjadi topik hangat untuk diperbincangkan, namun kasus pelecehan seksual juga harus menjadi pusat perhatian yang serius. Hal tersebut dikarenakan pelaku pelecehan seksual dewasa ini tidak hanya dari kalangan masyarakat biasa saja, tetapi sekarang juga sudah merambah kepada aparat keamanan hukum yang menjadi pelakunya (lihat pada http://www.merdeka.com/peristiwa/4-kasus-pelecehan-seksual-di-kantor-polisi.html,2013). Fakta ini tentu membuat setiap masyarakat menggeleng-gelengkan kepala, kanapa aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi agar tidak terjadi tindak pelanggaran hukum tetapi malah melakukan tindakan hukum sendiri. Hal tersebut sangat memalukan dan menurunkan derajat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya.

Lunturnya Budaya Indonesia

Budaya sendiri merupakan ciri khas suatu daerah atau suatu negara yang merujuk pada kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat didalamnya. Budaya juga menjadi tolak ukur atau penilaian terhadap suatu daerah, apakah daerah tersebut memiliki budaya yang baik atau bahkan sebaliknya (lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya, 2013). Setiap daerah atau negara tentunya memiliki budaya yang berbeda-beda, tidak terkecuali negara kita tercinta Negara Indonesia. Dahulu Indonesia dikenal dengan budayanya yang dianggap sangat ramah, sopan, dan sangat menjunjung rasa persatuan. Namun, dengan berkembangnya zaman dan juga berkembangnya teknologi yang semakin canggih, budaya Indonesia sedikit demi sedikit mulai terkikis. Arus globalisasi yang semakin kuat mempermudah masuknya budaya asing ke Negara Indonesia. Contoh yang nyata dari masuknya budaya asing ke Indonesia kini bisa terlihat dari cara berpakaian masyarakat Indonesia. Sekarang masyrakat Indonesia lebih condong menggunakan pakaian yang agak terbuka dibandingkan menggunakan pakaian yang tertutup sesuai dengan budaya Indonesia.
       Tidak hanya cara berpakaian, permasalahan di Indonesia pada bidang budaya juga masih banyak lagi, setidaknya ada 3 budaya yang dulu dijunjung tinggi dan dilakukan oleh setiap bangsa Indonesia, namun sekarang semakin lama semakin diabaikan. 3 budaya tersebut antara lain : (1) 5 S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun). 5 S ini sebetulnya sudah menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang berbudaya dan negara yang penuh dengan tata krama. Seiring berjalannya waktu cerminan sebagai bangsa yang berbudaya tersebut mulai luntur, karena masyarakat sekarang sering mengabaikan 5 S tersebut. Budaya 5 S tidak semata-mata hilang, pada masyarakat pedesaan contohnya, budaya ini masih bisa ditemukan, tapi sayangnya budaya ini sudah hampir hilang pada masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan seakan-akan tidak kenal lagi dengan yang namanya 5 S. Hal ini cukup memprihatinkan karena,  jika terus-terusan dibiarkan seperti itu nantinya akan terjadi semacam (GAP) atau bisa dibilang jarak antar masyarakat, yang berujung pada ketidakharmonisan. (2) Musyawarah. Musyawarah merupakan suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) secara bersama-sama guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah ( lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Musyawarah, 2013). Semakin hari budaya musyawarah semakin ditinggalkan, masyarakat lebih suka untuk mengambil keputusan secara otoriter ( individu ) hal ini didasari pada pemikiran mereka yang menganggap bahwa kegiatan musyawarah membuang waktu, pikiran, dan tenaga. Karena pemikiran itulah musyawarah sekarang sudah jarang lagi dijadikan pilihan untuk memecahkan sebuah masalah. (3) Gotong Royong. Permasalahan budaya yang mulai diabaikan yang ketiga adalah “ gotong royong”. Gotong royong merupakan kegiatan yang dilakukan secara bersama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan (lihat pada http://id.wikipedia.org/wiki/Gotong_royong, 2013). Sebetulnya budaya gotong royong akan membentuk pribadi seseorang menjadi lebih humanis. Namun sekarang, budaya itu nampaknya sudah mulai memudar, sebagai contoh, masyarakat kini mulai enggan dan mulai kurang peduli dengan masyarakat atau tetangga sekitar. Sekarang sikap gotong royong lebih sering kita lihat hanya pada saat ada hajatan-hajatan tertentu. Apalagi diperkotaan sekarang berkembang prinsip “ urus sendiri urusanmu, aku  juga akan mengurus sendiri urusanku ”. prinsip ini semakin memperjelas kurangnya kebersamaan yang diwujudkan dalam bentuk gotong royong dewasa ini. Masalah-masalah budaya tersebut seharusnya menjadi perhatian serius bagi setiap elemen masyarakat. Karena jika tidak, ini tentunya akan mengancam rasa persatuan diantara bangsa Indonesia. Jelas saja, sekarang kita bayangkan jika seandainya semua budaya yang dulu menjadi identitas dan jati diri bangsa Indonesia menjadi hilang dan musnah, tentunya ini akan menjadi buruk bagi anak cucu kita sebagai generasi penerus.

Permasalahan denganNegara Tetangga

Masalah yang dialami Indonesia tidak hanya didalam negeri, namun permasalahan juga muncul dari luar negeri. Permasalahan tersebut dialami Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia. Membicarakan permasalahan RI-Malaysia tentu tidak ada habisnya, hal tersebut dikarenakan kedua negara sudah berseteru cukup lama yaitu dimulai pada tahun 1962. Perseteruan berawal dari federasi Malaya yang berkeinginan untuk menggabungkan Brunei, Sabah, dan serawak kedalam Federasi Malaysia. Keinginan tersebut tentu saja ditentang oleh presiden Soekarno, bukan karena masalah Kalimantan Utara yang tidak masuk wilayah Indonesia, tapi keberadaan negara itu justru akan mengancam kedaulatan Indonesia karena hanya merupakan  negara boneka Inggris (lihat di http://indonesiaindonesia.com, 2013). Ketidaksetujuan Soekarno ini didukung oleh masyarakat Kalimantan Utara yang merasa tidak nyaman dan merasa berbeda tujuan dengan Federasi Malaysia. Hal itu, praktis langsung menimbulkan peperangan di wilayah Kalimantan Utara. Permasalahan itulah yang menjadi titik awal perseteruan antara RI dengan Malaysia yang kemudian berlanjut hingga sekarang ini.
       Permasalahan RI dengan Malaysia dewasa ini sudah tidak lagi berkenaan dengan kedaulatan negara, namun lebih kepada permasalahan budaya. Contoh saja, kemarin baru saja negara Malaysia mengklaim dan mengakui Angklung sebagai alat musik tradisional milik mereka. Tidak hanya angklung saja, masih banyak lagi seperti, tari pendet, Reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange dll (lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Konfrontasi_Indonesia-Malaysia, 2013). Hal yang aneh dan juga menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia adalah telat bertindak atau kurang memerhatikan budayanya sendiri. Lihat saja ketika masyarakat Indonesisa sibuk mengurusi dan mengagumi budaya bangsa lain, Malaysia justru dengan enaknya mengklaim dan menganggap beberapa budaya Indonesia adalah budaya mereka. Walaupun beberapa budaya yang dulu diklaim oleh Malaysia kini sudah bisa direbut dan diberikan hak paten, namun hal ini tidak sepenuhnya melepaskan Indonesia dari masalah. Masalah lain juga akan timbul apabila masyarakat Indonesia terus-menerus menengok dan mengagumi budaya lain tanpa peduli dengan budayanya sendiri. Dengan kemultikulturannya seharusnya negara Indonesia bisa menjadi kiblat budaya bagi negara-negara lain. Bukan lagi menjadi negara yang selalu  mengikuti budaya bangsa lain. Selain itu, potensi-potensi yang dimiliki para pemuda Indonesia seharusnya bisa menolong Indonesia keluar dari jurang permasalahan dan juga konflik yang terus merebak. Dengan semangat kebangsaan yang ditanamkan dari dini, akan meminimalisir terjadinya konflik dan permasalahan baik didalam negeri maupun diluar negeri. Peran pemerintah dalam hal ini juga sangat penting, sejatinya permasalahan yang dialami Indonesia dengan negara tetangga tidak semata-mata karena bangsa yang selalu berkonflik, namun kurangnya pengawasan dan juga perlindungan dari pemerintah juga menjadi faktor terjadinya permasalahan tersebut.

KESIMPULAN

Indonesia merupakan sebuah negara dengan begitu banyak keragaman didalamnya, tidak hanya keragaman budaya, ras, agama, tetapi juga dibarengi dengan keragaman konflik dan juga permasalahan. Setiap konflik yang ada di Indonesia sebetulnya memerlukan penangan yang sangat serius supaya konflik tersebut tidak terjadi berlarut-larut. Begitu banyak konflik di Indonesia yang dilatabelakangi oleh perbedaan pandangan/pendapat yang berujung pada pertikaian dan selanjutnya menimbulakan korban jiwa. Seharusnya kita sebagai warga negara Indonesia juga perlu atau bahkan mencegah supaya tidak terjadi konflik yang berkepanjangan. Tidak hanya konflik yang perlu untuk  dicegah, permasalahan-permasalahan lainnya yang menyangkut Indonesia juga perlu untuk ditangani dengan intensitas yang lebih. Apalagi dewasa ini permasalahan-permasalahan di Indonesia lebih banyak menyangkut akhlak atau moral  bangsa Indonesia. Merosotnya moral pemuda Indonesia juga ditengarahi menjadi probelma yang harus dibenahi mulai dari sekarang. Karena generasi yang mempunyai moral kuat dan berbudi luhur akan menciptakan bangsa yang sejahtera dan negara yang penuh dengan keamanan dan juga kesatuan diberbagai lini.

REFERENSI

Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta

Maryati, Kun. & Suryawati, Juju. 2001. Sosiologi 2. Jakarta: Erlangga

Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Bandung: PT Setia Purna Inves.

Referensi Media Massa

Anonim. 2013. “Konflik” diunduh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik), pada 05 November 2013
Anonim. 2013. ”Permasalahan dibidang Ekonomi” diunduh dari (http://bhakti-bhakti-indonesia.blogspot.com/2011/12/permasalahan-dalam-bidang-ekonomi.html), pada 07 November 2013.
Anonim. 2013. “Tingkat kemiskinan 2013 akan lebih tinggi dari target pemerintah” diunduh dari (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/08/18/mrpo4p-tingkat-kemiskinan-2013-akan-lebih-tinggi-dari-target-pemerintah), pada 07 November 2013.
Anonim. 2013. “ Nama-nama koruptor di Indonesia beserta jumlah uang” diunduh dari (http://www.bimbingan.org/nama-nama-koruptor-di-indonesia-beserta-jumlah-uangnya.htm), pada 07 November 2013.
Anonm. 2013. “Korupsi” diunduh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi), pada 07 November 2013
Anonim. 2013. ”Konfrontasi Indonesia Malaysia” diunduh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Konfrontasi_Indonesia-Malaysia), pada 09 November 2013.
Anonim. 2013. ”Asal Muasal Konflik Indonesia Malaysia” diunduh dari (http://indonesiaindonesia.com/f/58118-asal-muasal-konflik-indonesia-malaysia/), pada 09 November 2013.
Anonim. 2013. ”Musyawarah” diunduh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Musyawarah), pada 09 November 2013.
Anonim. 2013.”Gotong Royong” diunduh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Gotong_royong), pada 09 November 2013. 
Anonim. 2013, “Budaya” diunduh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya), pada 09 November 2013.
Gradyanto, Thessa Andana. 2013. ”Permasalahan Budaya Indonesia” diunduh dari (http://thessaandana.blogspot.com/2012/03/permasalahan-budaya-di-indonesia_6508.html), pada 09 November 2013.
Merdeka. 2013. 4 Fakta adegan seks pelajar SMPN 4 di kelas” diunduh dari (http://www.merdeka.com/jakarta/4-fakta-adegan-seks-pelajar-smpn-4-di-kelas/sudah-berulang-kali-beradegan-seks.html ), pada 08 November 2013.
Okezone. 2013. “Mahalnya rasa aman di negara kita” diunduh dari (http://news.okezone.com/jakarta/mahalnya-rasa-aman-di-negara-kita.html), pada 07 November 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar