Selasa, 24 Desember 2013

Kelayakan Negara Indonesia Sebagai Negara Agraris



Oleh Intan Pritasari Andriyani
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

Abstrak
Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris sejak dulu karena kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Semua dunia pun mengakui itu hingga bangsa-bangsa Eropa berdatangan mencari rempah-rempah untuk kemudian dijual disana. Namun dewasa ini banyak klaim tentang julukan indonesia sebagai negara agraris karena terlalu seringnya Negara melakukan impor bahan pangan. Jika dilihat dari hasil pertanian Indonesia seharusnya Indonesia mampu menghidupi dan menyediakan bahan pangan yang cukup untuk seluruh rakyatnya tanpa perlu mengimpor. Namun pada kenyataannya impor besar-besaran pun tetap dilakukan dengan berbagai alasan, diantaranya produk impor lebih murah dan kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan produk dalam negeri. Seharusnya jika dari pemerintah hingga rakyatnya mau mencintai dan mau menggunakan produk dalam negeri mungkin dapat mengurangi kegiatan mengimpor dan mensejahterakan para rakyatnya khususnya mereka yang menjadi petani.
Kata kunci: kesejahteraan petani, impor, negara agraris
1.    Pendahuluan
Presiden pertama Indonesia, Ir.Soekarno pernah mengatakan hidup matinya sebuah negara tergantung pada sektor pertaniannya(lihat news.detik.com, 2013). Indonesia sejak dulu sudah dikenal sebagai Negara Agraris  karena hasil kekayaan dan keanekaragaman hayatinya. Namun dapatkah julukan itu melekat ketika sebuah negara agraris harus mengimpor bahan pangan dari negara lain? Sejak dulu juga anak-anak Indonesia jika ditanya siapakah yang kelak akan menjadi petani tidak ada yang mengacungkan tangannya. Bagi mereka petani selalu dipandang sebelah mata, dipandang sebagai pekerjaan yang tidak mulia, pekerjaan yang jauh dari kesuksesan dan pekerjaan yang kurang populer. Hal ini dapat dibuktikan apabila seragam anak yang identik dengan warna putih setelah mereka bermain yang menyebabkan seragam mereka kotor mereka mendapat teguran baik itu dari orang tua atau guru dengan perkataan “bajunya kok kotor, habis mencakul di sawah ya? emangnya kalo udah besar mau jadi petani?” Yang lebih mengejutkan lagi ketika seorang warga perkotaan berhasil menanam padi dalam ember tempat cucian. Ironis sekali jika warga perkotaan pun dapat menanam padi sedangkan mereka yang tempat tinggalnya dikampung dekat persawahan seolah enggan untuk menanam padi, jangankan menanam pergi ke sawahpun sepertinya enggan.

Secara geografis, semua mengakui Indonesia masih layak disebut negara agraris terbukti masih mampu menghasilkan bahan pangan. Disamping memiliki tanah yang subur dan terletak di daerah garis khatulistiwa, tanah Indonesia juga cocok ditanami berbagai jenis tanaman pangan. Namun kelayakan Negara Indonesia saat ini sedang dipertanyakan seiring seringnya pemerintah mengadakan impor besar-besaran pada 28 komoditi pangan mulai dari beras hingga ubi pun diimpor. Selain itu Bulog yang menandatangi impor beras dari 5 negara seperti Vietnam, Myanmar, Thailand, Kamboja dan India. Seperti yang kita ketahui, kualitas pangan Indonesia jauh lebih baik dibanding dengan kualitas pangan dari negara eksportir tersebut. Pertanian Indonesia kalah dengan pertanian di India, ini terbukti bahwa India mampu menjadi negara eksportir terbesar didunia. Sebetulnya Indonesia pun mampu demikian namun karena kurangnya perhatian dari pemerintah dan kurangnya kesejahteraan untuk para petani yang menyebabkan hasil pangan yang kurang. Kualitas sepertinya mempengaruhi nilai jual suatu barang, jadi banyak ibu-ibu yang kebingungan ketika akan membeli bahan pangan dengan uang pas-pasan dan nilai jual yang tinggi sehingga tidak sedikit dari mereka yang mengurungkan niatnya untuk membeli bahan pangan tersebut. Selain karena harga bahan pangan yang melambung tinggi, Indonesia juga masih diselimuti masalah tanah hingga mencapai 7491 kasus yang terdiri sengketa hingga indikasi tindak pidana, jika difikir kembali tidak sepantasnya negara yang mempunyai julukan negara agraris ini masih terjadi masalah tanah hingga begitu banyaknya(lihat news.detik.com, 2013).

Permasalahan tidak berhenti sampai disitu, karena Negara yang sepatutnya bisa menyediakan suplay makanan yang cukup pun sepertinya tidak mampu menyediakan kebutuhan para rakyatnya ini terbukti masih banyaknya masyarakat yang kekurangan pangan. Selain itu kedaulatan pangan menjadi PR tersendiri bagi para calon wakil rakyat, dimana mereka harus mencari strategi agar krisis pangan tidak terjadi lagi di Indonesia. Tidak hanya bahan pokok seperti beras yang mengalami kelangkaan tetapi rempah-rempah seperti bawang pun mengalami kelangkaan sehingga para ibu-ibu pun kelimpungan ketika harga bawang mendadak naik. Masalah tidak berhenti sampai disitu, ketika harga BBM naik semua harga bahan makanan cenderung naik, ini mungkin karena harga transportasi distributor yang cenderung naik. Aksi nyata perlu dilakukan oleh pemerintah dalam mensejahterakan para rakyat khususnya mereka yang bekerja sebagai petani, menggalakan pembelian produk dalam negeri dan peran mahasiswa juga diperlukan dalam rangka memberi semangat para pemuda untuk mencintai hasil olahan tangan sendiri.

2.    Wajah Indonesiaku Saat ini
Tidak dipungkiri jika sebagian masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya di sektor pertanian, meski profesi sebagai petani sering dianggap sebelah mata. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar 36,5% (41,20 juta orang) dari 112,80 juta penduduk menggantungkan hidupnya di sektor pertanian(lihat jetis.org, 2013). Ini menunjukan bahwa pertanian pun ikut andil dalam mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 menyatakan “Bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”(Undang-Undang Dasar 1945). Jika mengacu pada pasal tersebut, apakah terealisasikan, mengingat kesejahteraan rakyat saat ini pun tidak sesuai pada porsinya. Pemerintah seperti seenaknya sendiri dalam mengambil keputusan walaupun akhirnya untuk rakyat. Namun, bukankah negara ini negara demokratis?
Yang segala apapun oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Jika dibanding dengan negara asia lain yang sama-sama bergerak dalam bidang pertanian, Indonesia seharusnya mempunyai kualitas hasil akhir yang jauh lebih baik. Ini dikarena Indonesia terletak di garis khatulistiwa yang notabenenya mempunyai tanah yang subur, sehingga segala jenis makanan pokok apapun dapat di tanam di daerah tropis ini. Dibanding dengan India, seharusnya Indonesia lebih mampu menyediakan bahan makanan pokok untuk rakyatnya tanpa harus melakukan impor. Namun pada kenyataanya, India dengan jumlah daerah yang lebih sedikit untuk pertanian justru malah lebih mampu menyediakan sumber daya untuk rakyatnya. Sedangkan Pemerintah Jepang, memberikan perlindungan yang luar biasa pada produksi dalam negeri. Mereka membatasi impor dan memberikan harga yang jauh lebih mahal dibanding harga produksi lokal. Sebab lain mungkin karena maraknya pembangunan yang dilakukan secara besar-besaran untuk pusat perbelanjaan atau tempat rekreasi. Lahan sawah seolah terkikis oleh program pembangunan yang dilakukan. Lahan sawah di Indonesia saat ini hanya tersisa 7,5juta hektar (ditambah 9,7juta hektar lahan kering). Ada data yang menyebutkan bahwa laju konversi lahan sawah mencapai 100 ribu hektar per tahun, dan hanya mampu diimbangi oleh pemerintah dengan pencetakan 40 ribu hektar sawah baru setiap tahunnya. Artinya, setiap tahun ada seluas 60 ribu hektar sawah yang lenyap(lihat news.detik.com, 2013).
Tanpa usaha serius dari pemerintah, dapat dipastikan, kurang dari 20 tahun ke depan tak akan ada lagi lahan sawah di negeri ini. Karena derasnya laju konversi itulah yang memperngaruhi kondisi petani di Indonesia, khususnya perekonomian mereka, sehingga mereka cenderung melepas hak milik atas lahan garapan.Seharusnya pemerintah mulai menyadari bahwa pertanian berperan penting dalam negara ini. Apabila dalam persediaan pangan terjadi masalah akan merambat ke masalah-masalah lain, seperti kemiskinan dan kelaparan yang masih menghiasi Indonesia. Mengingat Indonesia dikenal dengan negara agraris tidak sepatutnya masalah kelaparan terjadi. Alasan lain menyebutkan bahwa kurangnya pengelolaan kekayaan alam seperti maraknya illegal loging dan penebangan hutan. Sehingga Indonesia rentan terhadap bencana alamyang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan pada alam, yang sejatinya mampu menyediakan pangan untuk seluruh rakyat Indonesia. Maraknya korupsi yang dilakukan oleh pemerintah yang digunakan untuk pembangunan, yang seharusnya dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintah seharusnya menghentikan pembangunan yang tidak jelas kegunaannya. Disamping itu juga banyak tumbuhnya pesimisme ditubuh masyarakat. Seolah masyarakat hanya mengiyakan apa yang sudah menjadi keputusan pemerintah. Kesadaran pemerintah yang harus diimbangi dengan kesadaran masyarakat, dengan menjaga dan melestarikan kekayaan alam bersama-sama.
Patutnya masyarakat Indonesia bangga dengan kekayaan alam yang dihasilkan, bukan hanya kekayaan hayatinya namun juga kandungan sumber daya alam yang ada didalam perut bumi, seperti minyak bumi dan gas alam yang mampu menjadi devisa terbesar bangsa ini. Jika terjadi kenaikan harga minyak dunia, sudah sepantasnya Indonesia menghadapinya dengan santai, namun ini malah sebaliknya, masyarakat seperti kelimpungan karena semua harga pun ikut naik. Dengan kata lain Indonesia masih harus berbenah diri dalam mensejahterakan kehidupan masyarakatnya.
3.        Kesenjangan Ekonomi Hingga Impor
Kita patut bangga, karena Indonesia pernah menuai prestasi dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya lewat swasembadaya beras yang terjadi pada tahun 1984 dan menjadi negara pengekspor gula terbesar di dunia. Namun saat ini ada pihak khusus yang merasa rugi dengan kegiatan impor yang akhir-akhir ini dilakukan yaitu pengusaha penggilingan padi. Mereka tidak hanya membantu petani menggiling padi, mengubah padi menjadi beras,namun lebih dari itu, mereka pun dapat menjual dedak atau katul ke pihak lain seperti para peternak. Sehingga terjadi simbiosis mutualisme antara petani dan pemilik usaha penggilingan padi. Dengan seperti itulah penggiling padi mampu mencukupi kebutuhan keluarganya. Namun usaha mereka merosot tajam ketika buruh tani dan petani tidak menggunakan jasa mereka lagi. Hasil olahan para petani biasa digunakan untuk membeli kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder dan sisanya disimpan untuk kebutuhan lain atau ada juga yang meabung padi. Padi yang tidak digunakan inilah yang nantinya akan digiling menjadi beras untuk kebutuhan sehari-hari.
Penggiling padi lokal kini kalah dengan pedagang cina. Pengusaha cina lebih menerapkan strategi dalam menjalankan usahanya,sehingga hasil yang diharapkan pun tercapai. Hasil panen dari para petani ini kemudian dijual kepada pengusaha cina, sehingga petani hanya menjual tanpa harus menggiling terlebih dahulu. Hal ini memudahkan para petani dan mereka menjual hampir 100% dari hasil panennya. Ini yang membuat resah para penggiling padi, karena para petani tidak menggunakan jasa mereka, masih menggunakan tetapi tidak sesering dulu. Kesenjangan ekonomilah yang mendorong petani langsung menjual kepada pedagang cina. Para pedagang cina menggunakan caranya sendiri dalam menjual beras atau padi. Faktor inilah yang mendorong pemerintah melakukan impor untuk bahan makana pokok, tidak hanya yang untuk dijual dimall atau pusat perbelanjaan lain tetapi juga pasar tradisional pun menjual produk impor. Harga ternyata mempengaruhi nilai jual suatu bahan.
Ketika terjadi krisis Sumber Daya Alam seperti kelangkaan bawang dan bahan pokok lainnya dan ketika melonjaknya harga seluruh bahan pokok di Indonesia terlebih saat pemerintah memutuskan untuk menaikan harga BBM. Saat ini sayuran impor lebih diminati oleh masyarakat karena harganya yang relatif lebih murah dibanding sayuran lokal. Meskipun kualitasnya berbeda tetapi harga menentukan larisnya bahan. Tetapi jika masyarakat terus menggunakan produk impor, petani lokal akan kehilangan haknya. Lama kelamaan produk lokal pun semakin lenyap. Banyak pedagang yang memperoleh keuntungan dengan mencampurkan produk lokal dan produk impor sehingga masyarakat tidak bisa membedakan mana yang impor dan mana yang lokal. Beraspun tidak mau kalah, pihak Bulog telah menandatangi kerjasama dengan eskportir beras, karena untuk memenuhi cadangan beras bila beras dalam negeri mulai menipis. Namun, selain beras kedelai dan daging juga diimpor negara lain (lihat di ekonomi.kompasiana.com, 2013).
4.                  Pertanian dan Politik
Pertanian selalu menjadi isu penting yang diangkat calon pemimpin negeri. Mereka mengangkat pertanian karena Indonesia sebagai negara agraris dengan penduduk bermata pencaharian sebagai petani terbesar didunia. Mereka menggunakan stategi ini untuk mendapat dukungan dari rakyatnya. Tetapi dengan menerapkan strategi tersebut, bukan menguntungkan para petani melainkan merugikan petani karena sembako murah maka harga beras turun menjadi murah sehingga merugikan petani menggandalkan hasil garapan mereka. Hal ini seolah-olah para petinggi menggunakan petani untuk kepentingan politik mereka.

Pengalaman impor pernah terjadi di India, petanii bunuh diri massal karena frustasi oleh kondisi pangan yang jatuh setelah pemerintah membuat kebijakan impor beras yang mencekik hasil panen. Jadi bagaimana jika keadaan ini terjadi di Indonesia? Bulog terlalu menuntut untuk mengadakan impor, keadaan ini sama saja membunuh petani secara perlahan dengan impor beras. Buktinya produksi padi nasional 2011 menurut BPS sebanyak 65.152.748,33 ton gabah setara dengan 43.394.282 beras, jika kebutuhan per orang/gram/hari setara 45 gram maka kebutuhan nasional 2011 dengan asusmsi pertumbuhan penduduk 2% maka kebutuhan pangan kita 236, 6 Juta penduduk maka beras yang dimakan rakyat Indonesia sekitar 38.005.200 ton, artinya masih sisa sekitar 4,9 juta ton beras(lihat news.detik.com, 2013).

 Ketersedian ini belum ditambah dengan makanan non beras yang dikonsumsi oleh masyarakat lokal. Dari sisi ini kita berani mengatakan bahwa syarat ketersedian pangan cukup, tidak memerlukan tambahan pangan yang sejenis seperti beras. Kebijakan impor sejatinya digunakan untuk kepentingan politik sehingga mengabaikan rakyat kecil yang sebagian besar adalah petani. Impor beras menguntungkan bagi mereka khususnya mereka yang tidak mengerti bagaimana keadaan petani sebenarnya. Hal ini cukup membuktikan bahwa dengan impor beras menjadikan Indonesia melahirkan kemiskinan yang baru.

Dengan seiringnya penggunaan produk luar negeri dan pengadaan impor bahan makanan, Menteri yang diganti salah satunya Menteri Pertanian. Negara agraris tidak sepantasnya merasa kebingungan untuk sektor pertanian yang keadaanya kian memburuk. Impor beras terjadi secara besar-besaran, petani pun terabaikan. Seharusnya Menteri Pertanian menyikapi hal ini dengan memperbaiki irigasi, membereskan distribusi penyaluran pupuk dan memantau baik itu dari petani maupun hasil olahannya, tetapi Menteri Pertanian ini justru terlibat bahkan mendukung pengadaan impor. Ini membuktikan bahwa pemerintah lebih memilih mengimpor bahan pangan ketimbang hasil pertanian rakyatnya sendiri. Perencanaan untuk meningkatkan pengadaan pangan pada tingkat masyarakat yang tinggal di daerah pertanian adalah penting, baik untuk pembangunan nasional maupun untuk kesejahteraan manusia (Harper, Deaton & Driskel, 1986:3)

5.                  Peran Pemerintah dan Mahasiswa
Sejak era reformasi, belum ditemukannya pemimpin yang berpihak pada petani. Padahal sebenarnya Indonesia memerlukan sosok pemimpin itu karena sebagai benteng pelindung dalam menghadapi serangan komoditas pertanian dalam negeri. Jika pemerintah melindungi petani, seharusnya menghentikan impor bahan pangan karena sejatinya jika impor terus dilakukan maka yang mendapat keuntungan adalah pengusaha-pengusaha besar. Selain itu pemerintah juga senantiasa melindungi komoditas pertanian yang dihasilkan dengan memberi tarif bea masuk yang tinggi untuk komoditas yang diimpor.

Perlunya kesejahteraan bagi petani seperti mencari subsidi pengadaan benih padi, pupuk hingga masa panen. Sebetulnya peluang Indonesia untuk mengekspor sangatlah terbuka, hanya saja dari pemerintahnya yang kurang mendukung. Apabila kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan, Indonesia mampu menjadi negara pengekspor terbesar didunia. Harus pintar-pintar membaca peluang agar tidak tersaingi oleh negara lain. Dapat kita lihat sekarang, kesejahteraan para petani sangat memprihatinkan. Angka kemiskinan terbesar rata-rata disandang oleh petani. Ini membuktikan bahwa petani tidak memperoleh haknya untuk berdaulat mengatur Sumber Daya Alam dan tidak memperoleh haknya sebagai petani. Mengingat lahan sawah yang dari tahun ke tahun semakin berkurang, sebaiknya pemerintah juga menghentikan pembangunan yang tidak perlu, dan harus mensejahterakan rakyat khususnya petani agar haknya terpenuhi, lebih mengedepankan pembangunan ekonomi dan perbaikan infrastruktur pertanian. Untuk membantu petani kecil mengupayakan sistem pertanian lebih produktif dan berkelanjutan, juga memerlukan strategi dan teknik yang tepat sehingga petani dapat menyesuaikan pertanian mereka dengan kondisi yang berubah-ubah (Reijntjes, Haverkort & Waters-Bayer:1999).

Petani juga layak disebut dengan pahlawan tanpa tanda jasa, karena secara tidak langsung dengan hasil olahan mereka, mereka mampu menghidupi 250 juta lebih masyarakat Indonesia.Mensejahterakan petani menjadi prioritas utama bagi pemerintah, selain itu juga pemerintah diharapkan meningkatkan sektor pertanian dari input, output, infrastruktur pertanian agar dapat meningkatkan produksi hasil pertanian, dan pengembangan teknologi baru dengan varietas unggul. Terutama perbaikan pada irigasi, karena irigasi sangat mendukung usaha tani agribisnis dan agrobisnis berkelanjutan (Suprodjo:2001). Persoalan tentang kesenjangan ekonomi akan lebih mudah diatasi jika menempatkan pembangunan pertanian sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi nasional.

Pengenalan pertanian kepada anak juga perlu, karena nantinya merekalah yang akan meneruskan para petani Indonesia, sebaiknya jangan memberikan pandangan negatif terhadap pekerjaan sebagai petani karena bagaimana pun juga karena petanilah Indonesia mampu berdiri. Intinya, biasakan anak menyatu dengan alam sedini mungkin.Mahasiswa juga ikut andil dalam membantu pemerintah dalam memberikan semangat perbaikan khususnya untuk para pemuda agar sejarah buruk tidak kembali terulang. Memberikan pemahaman dan edukasi agar petani mengerti bagaimana cara memanfaatkan informasi dan potensi agar petani di Indonesia tidak mudah untuk di tindas khususnya oleh produk-produk impor. Memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya sektor pertanian untuk Indonesia kedepannya khususnya untuk wilayah perkotaan.

6.                  Kesimpulan
Kemajuan pertanian di Indonesia sebenarnya terletak pada pemudanya yang mempunyai semangat cita-cita dalam mengembangkan sektor pertanian yang potensial. Selain itu mahasiswa telah menjadi sarjana dalam bidang pertanian diharapkan ikut andil sebagai penggerak dalam memajukan bidang agraria. Jadi sudah semestinya pandangan tentang petani yang dinilai tidak mempunyai masa depan yang cerah dihapuskan diganti dengan pandangan bahwa Indonesia lebih akan jauh lebih maju apabila sektor pertaniannya lebih diutamakan. Dengan kekompakan dan semangat persatuan, Indonesia akan mampu mengulang sejarah dengan melakukan swasembadaya beras. Dengan keseriusan mengoptimalkan potensi Indonesia khususnya dalam bidang pertanian diharapkan Indonesia mampu bertahan dalam arus globalisasi. Membangun sektor pertanian yang kuat untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik merupakan suatu keharusan. Perhatian dari pemerintah untuk para petani dan penggerak didalamnya agar lebih memaksimalkan aktivitas pertanian , dan mendukung segala hasil dari olahan bumi sendiri agar Negara Agraris kembali menjadi julukan bagi Negara Indonesia bukan negara pengimpor beras, walaupun sejatinya Indonesia masih dapat disebut negara Agraris jika ditinjau secara geografis dan struktural hanya saja apabila pemerintah lebih mendukung, pertanian di Indonesia akan lebih maju dan Indonesia layak menyandang predikatnya sebagai Negara Agraris.

Daftar Pustaka
Harper, Laura J., Deaton, Bradi J., Driskel, Judy A. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
Pusposutardjo, Suprodjo. 2001. Pengembangan Irigasi: Usaha Tani Berkelanjutan dan Gerakan Hemat Air.  Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Reijntjes, Coen., Haverkort, Bertus., Waters-Bayer, Ann. 1992. Pertanian Masa Depan: Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Y. Sukoco. Yogyakarta: Kanisus
Undang-Undang Dasar 1945 , pasal 33

Referensi Media massa
Fadhlal ,Ilham. “Layakah Indonesia Sebagai Negara Agraris”. Di akses di http://www.jetis.org/2013/04/layakkah-indonesia-sebagai-negara.html . Pada 22 Oktober 2013

Kertapati, Didit Tri. 2008. Permasalahan Tanah di Indonesia mencapai 7491 Kasus. detikNews.  Diakses di http://news.detik.com/read/2008/11/28/174055/1044869/10/permasalahan-tanah-di-indonesia-mencapai-7491-kasus . Pada 22 Oktober 2013 

Radiya Firman. 2010. Potret Buram Pertanian Indonesia. DetikNews. Diakses di http://news.detik.com/read/2010/10/21/175644/1471628/471/potret-buram-pertanian-indonesia . Pada 21 Oktober 2013

REP. 2012 . masih layakkah kita disebut negara agraris . kompasiana . diakses di http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/09/05/masih-layakkah-kita-disebut-negara-agraris.html. Pada 22 oktober 2013

Riyono. 2011. “Impor Beras, Beras politik atau Politik Beras”. detikNews. Diakses di http://news.detik.com/read/2011/07/22/075939/1686683/103/2/impor-beras-politik-beras-atau-beras-politik . Pada 25 oktober 2013

Sulistyo, Atur Toto . 2008 . “Inilah Wajah Indonesiaku”. detikNews. Diakses di http://news.detik.com/read/2008/03/27/065002/913974/471/4/inilah-wajah-indonesiaku . Pada 21 oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar