Oleh:
Muhammad Imam Bustanul Arifin
Jurusan Kurikulum
dan Teknologi Pendidikan
Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
imamalarivin@gmail.com
abstrak
Dalam pembentukan dan juga perkembangan suatu negara, mutlak diperlukan
moral dan juga semangat kebangsaan pada masyarakatnya. Tanpa adanya moral,
negara hanya akan menghasilkan sampah-sampah yang akan merusak keberlaangsungan
negara itu sendiri , sedangkan apabila suatu masyarakat sudah tidak memiliki
semangat kebangsaan maka negara akan berdiri tanpa roh yang menguatkannya.
Namun akhir-akhir ini yang sangat ironis adalah lunturnya moral dan semangat
kebangsaan di Indonesia. Karya ilmiah ini akan membahas tentang permasalahan
lunturnya moral dan semangat kebangsaan dengan membandingkannya dengan sejarah
dimasa lampau. Dalam artikel ini akan diberikan solusi dalam menangani masalah
lunturnya moral dan semangat kebangsaan ini melalui dalil Al-Qur’an dan juga
pancasila.
Kata kunci : indonesia, moral, krisis semangat, kebangsaan,
Pendahuluan
Sejarah
perkembangan negara Indonesia tidak lepas dari situasi global termasuk didalamnya
situasi ekonomi, politik, dan juga kultural dunia. Bangsa Indonesia berkembang melalui
berbagai peristiwa dimasa lalu yang sangat erat dengan penjajahan dan juga
penindasan, baik fisik maupun psikis. Penjajahan selama lebih dari 350 tahun telah
menciptakan kemunduran peradaban sampai titik akhir yang telah membentuk
kepribadian, karakter dan juga tatanan sosial masyarakat. Pendirian negara
Indonesia bukanlah sesuatu yang sederhana, perjuangan melawan kolonialisme
penjajahan yang sekian lama telah menjadi bukti yang riil terhadap kerasnya
tantangan yang dilalui dalam mendirikan
negara ini. Masih terekam jelas dibuku-buku sejarah maupun cuplikan film-film
perjuangan dimana masyarakat harus membayar upeti, kerja paksa, diambil anaknya
sebagai pasukan militer, dirampas makanannya dan masih banyak lagi jenis-jenis
penindasan yang tidak sesuai dengan peri kemanusiaan. Dan salah satu warisaan kolonial yang masih
sangat kuat dan mendarah daging di masyarakat adalah adanya rasa
minder kepada bangsa asing (lestyarini, 2012).
Apabila ditengok dari history Bangsa
Indonesia pada masa lalu, Indonesia merupakan salah satu kawasan yang mempunyai
kedigdayaan peradaban yang sangat tinggi bahkan sebelum masuknya agama
Hindu dan Budha. Sejarah mencatat bahwa jauh sebelum nusantara terbentuk, kawasan
ini memiliki beberapa sebutan yang pertama adalah desantara, dipantara kemudian baru nusantara. Istilah
Indonesia sendiri baru muncul pada tahun 1850 oleh J.R.Logan (Abdul
Mun’iz DZ, 2010).
Masih mengambil dari Abdul Mun’iz,
2010. Dalam masa desantara (desa
diantara benua) masyarakat sudah memiliki sistem budaya yang bernama kapitayan, dan dengan sistem budaya inilah
masyarakat pada waktu itu bisa bertahan dari pengaruh luar, bahkan dari agama
Hindu dan Budha yang datang pada waktu itu. Bahkan masyarakat pada zaman ini berhasil
menjalin kerjasama dengan negara-negara dari luar dan mereka tunduk kepada peraturan
kita. Kemudian dilanjutkan dengaan masa dipantara
(daerah antara benua) yang ditandai dengan Kerajaan Singosari
yang menguasai perairan dari laut Arafuru, Jawa
hingga Selat Malaka.
Pada zaman itu bisa kita lihat betapa hebatnya kerajaan Singosari (bangsa kita)
yang menjalin kerjasama dengan kerajaan dari Cina untuk membendung invasi dari Mongol yang dipimpin oleh Kaisar Kubilai Khan yang pada zaman itu sudah menahlukan hampir
seluruh wilayah di planet ini.
Kemudian barulah lahir istilah nusantara
(kepulauan antar benua) yang ditandai oleh kerajaan Majapahit yang pada
zamannya banyak sekali melahirkan tokoh-tokoh hebat seperti Gajah Mada, Hayam
wuruk, Sanjaya. dll yang berhasil menguasai seluruh kawasan Indonesia sampai ke
Filipina. Ini menunjukan bahwa negara Indonesia yang kita pijak ini dari dulu
merupakan daerah yang memiliki peradaban yang sangat tinggi dan kuat.
Sementara kalau dilihat dari
geografis, Indonesia adalah negara yang sempurna, sebagai negara tropis yang mempunyai hutan terbesar di dunia, selain
tanahnya yang subur, negara kita juga negara maritim. Indonesia juga sangat
strategis karena terletak ditengah-tengah benua besar lainnya. Ditimur
ada benua Amerika, di barat ada benua Afrika, di selatan ada benua Australia
dan di utara ada benua Asia yang pada akhirnya Indonesia menjadi pusat dari
jalur perdagangan dari seluruh dunia. Selain strategis dari sudut geografi, indonesia juga mempunyai banyak sekali gunung
berapi seperti Krakatau, Merapi
dan masih banyak lagi karena Indonesia berada pada zona ring of fire (cincin api), tercatat ada sekitar 30 gunung
berapi yang masih aktif dan rata-rata terdapat 5-10 letusan gunung berapi
setiap tahunnya. Seorang ahli geopolik
Austria menamai Indonesia sebagai der
totenkrouz (persilangan maut) yang selalu menjadi persengketaan sepanjang
zaman, tercatat tidak hanya India dengan Arab saja, namun juga Spanyol dengan Portugis,
Belanda dan Inggris serta Jepang dengan Sekutu (Amerika) dan pada zaman modern
ini antara Malaysia dengan Indonesia itu sendiri (Lihat Reportase pagi,
tanggal 25 oktober 2013).
Dari situlah awal dari penjajahan
yang setelah sekian lama kemudian menyebabkan hilangnya semangat, jati diri dan
juga rusaknya moral bangsa. Perlu diingat bahwa sebuah
bangsa menjadi kuat dan maju bukan karena kekayaan alam, kompetensi ataupun
teknologi canggihnya, namun oleh dorongan semangat dan juga moralnya (Wahyu,
2011)
Tinjauan Historis Semangat Kebangsaan Di
Indonesia
Mengawali
pembahasan tentang tinjauan historis semangat kebangsaan tidak bisa dilepaskan
dengan perlawanan rakyat Indonesia dari kolonialisme penjajah. Dimana Negara
Indonesia yang pada zaman itu masih sangat tradisional harus bertarung dengan
kemodernan dari kaum penjajah, baik Belanda, Portugis, Inggris dan juga Jepang,
dan itu merupakan bukti bahwa dengan senjata yang seadanya (mayoritas hanya
menggunakan bambu runcing, keris dan senjata tradisonal lainnya) namun didasari
semangat yang membara bisa menyulitkan penjajah yang pada zaman itu sudah
menggunakan senjata-senjata modern. Tercatat banyak sekali pahlawan besar yang
telah mengorbankan jiwa raganya seperti Pangeran Diponegoro yang melawan
Belanda di Jawa Tengah, Imam Bonjol di Padang yang melawan Belanda, Pangeran
Hasanudin dari Makasar yang melawan VOC dan masih banyak lagi yang mereka semua
memimpin perjuangan karena didasari oleh semangat akan kecintaannya pada tanah
air Indonesia yang kemudian menjelma menjadi semangat yang luar biasa hebatnya
(Kurniati, 2010)
Selain semangat kebangsaan yang
ditunjukan melalui tindakan fisik melawan penjajah secara langsung, terdapat
juga semangat kebangsaan yang diwujudkan kebidang-bidang sosial, politik,
kesehatan dan pendidikan, seperti yang dilakukan oleh Tan Malaka, Raden Ajeng
Kartini, Ki Hajar Dewantoro, Ir. Soekarno, Muhammad Hatta dan lain-lain. Hal
ini membawa situasi tersendiri yang menjadi tonggak awal sejarah dari semangat
kebangsaan Indonesia. Dalam hal ini, tidak hanya perjuangan fisik melawan
penjajahan namun juga terdapat sektor-sektor lain
yang diperjuangan. Diantaranya adalah perjuangan menuntut adanya perubahan pada
kesejahteraan hidup untuk bebas dari kemiskinan, adanya kesetaraan derajat, dan
adanya pendidikan yang layak bagi masyarakat pribumi. Hal yang lebih penting
sekaligus bermakna, namun yang paling berat adalah perjuangan
menghadapi diri sendiri, kemauan untuk menjunjung harkat diri, semangat
kebersamaan, semangat persatuan sebagai sesama penduduk dan semangat dalam
menghilangkan egoisme kelompok masing-masing. selfrespect atau harga diri, hal ini dianggap sebagai sumber
kreativitas bangsa yang dalam pengembangannya harus diikuti dengan akselerasi
modernisasi dengan memperluas basis sosial pembangunan bangsa (Wahyu, 2011).
Rasa kebangsaan sendiri adalah salah
satu bentuk rasa cinta yang menimbulkan rasa kebersamaan dan persatuan diantara
orang-orangnya. Untuk satu tujuan yang sama Indonesia membuat lagu, bendera dan
juga lambang Negara. Lagu Indonesia raya
merupakan lagu kebangsaan yang didalamnya terkandung do’a adalah lagu pembakar semangat. Bendera indonesia
terdiri dari dua warna yaitu merah dan putih yang melambangkan karakter bangsa
Indonesia. Ditinjau dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan
putih mengandung makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula jawa/gula
aren dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini adalah bahan
utama dalam masakan Indonesia, terutama di masyarakat Jawa. Ketika Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara,
warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan putih (umbul-umbul abang
putih). Selain itu sejak dulu warna merah dan putih ini oleh orang Jawa
digunakan untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan di
dalam rahim berupa bubur yang diberi pewarna merah sebagian. Orang Jawa percaya
bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur merah sebagai lambang ibu, yaitu
darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur putih sebagai
lambang ayah, yang ditanam di gua garba.
Lambang Negara Indonesia adalah Burung
Garuda yang dalam cerita Ramayana
mempunyai sifat berani meskipun harus mengorbankan dirinya sendiri[1].
Krisis Semangat dan Moral di Indonesia
Karakter bangsa dalam antropologi (khususnya masa lampau) dipandang
sebagai tata nilai budaya
dan keyakinan
yang mengejawantah dalam kebudayaan
suatu masyarakat
dan memancarkan ciri-ciri khas keluar sehingga dapat ditanggapi orang luar
sebagai kepribadian
masyarakat tersebut[2]. Sebenarnya
Indonesia tidak kekurangan orang “pandai”, melainkan hanya kekurangan penggiat civic
spirit yang akhirnya mengakibatkan
banyak bakat, kepandaian, potensi dan harta benda orang-orang “baik” musnah
akibat tidak adanya govermence yang baik. Kasus korupsi, kriminal,
asusila, orang-orang baik yang terjebak dalam komunitas rusak sehingga orang
baik itu menjadi rusak demi survival-nya (Koentjaraningrat. 2009).
Persoalan yang dihadapi bangsa ini dari hari ke hari
semakin kompleks tanpa ada titik terang penyelesaian
yang jelas. Para pemimpin bangsa tidak punya kepekaan sosial, karena mayoritas
mereka hanya bekerja model administratif yaitu ada anggaran, anggaran digunakan
sesuai proposal, ada foto dokumentasi jalannya kegiatan, serta adanya laporan
pertanggung jawaban maka semuanya
dianggap beres tanpa adanya evaluasi kemaslahatan untuk masyarakat dari program
kegiatan yang dilaksankan (Syaifuddin, 2013). Semua lini kehidupan mengalami
persoalan dan cobaan yang seolah-olah tidak memiliki ujung, bahkan semakin
parah. Salah satu badan internasional yang bernaung di bawah organisasi PBB,
United Nations Development Programme (UNDP), menjalankan ritual tahunan,
mengumumkan negara-negara menurut peringkat Human Development Index (HDI). Dalam
laporan HDI, negara Indonesia apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga,
seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Brunnei Darussalam dan Filipina, kita berada
di peringkat yang lebih rendah. Hal ini sangat ironis, sebab realitas
menunjukkan, Singapura penduduknya tidak lebih banyak dari jumlah penduduk
Jakarta, Brunnei Darussalam negaranya bahkan tidak lebih luas dari Jakarta, Malaysia yang
pernah menjadi murid kita, serta Thailand dan Filipina yang 14 tahun lalu
sama-sama dibantai krisis, berada diperingkat yang lebih tinggi.
Jika kita tengok lingkungan di sekitar kita.
Masih banyak sekali orang-orang miskin yang ada di sekitar kita. Meskipun menurut
catatan Bank Indonesia pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 2009-2013
mencapai rata-rata 5,9% pertahun yang merupakan angka pertumbuhan ekonomi
tertinggi, namun faktanya kemiskinan masih merajalela. Dalam sumber lain
disebutkan bahwa angka kemiskinan di daerah pinggiran meningkat 8,7%[3].
Negara kita semakin tidak diperhitungkan diantara negara-negara kompetitif
dunia. Negara kita masih diperhitungkan hanya karena jumlah penduduknya yang
sangat besar yang sangat empuk menjadi sasaran penjualan barang-barang expor
mereka dan juga kekayaan alam kita. (Lihat Kabar petang TV
One
tanggal 28 Oktober 2013).
Disamping itu fakta lunturnya
karakter bangsa terjadi pada saat lengsernya presiden Soeharto pada tahun 1998,
banyak sekali terjadi peristiwa-peristiwa yang memiriskan hati nurani yang
bertentangan dengan nilai Indonesia, mulai dari aksi-aksi penjarahan,
perampokan, penembakan sesama anak
bangsa, dan penindasan pada etnis Tionghoa.
Kita melihat bagaimana martabat kemanusiaan Bangsa Indonesia sudah terpuruk ke
jurang paling dalam, bahkan mendekati tingkat binatang. Kekerasan-kekerasan dan
tindak kriminal yang terjadi di Negara kita merupakan sebuah indikasi bahwa
masyarakat kita telah bergeser normanya menjadi masyarakat yang abmoral.
Sebuah tragedi memang dimana negara yang dahulu terkenal keramahannya,
toleransinya, dikenal kemajemukannya, dikenal budaya dan tradisi luhurnya
sekarang menjadi negara yang mempunyai masyarakat yang sangat sensitif karena
sebab-sebab yang sepele, tidak sabar, agresif dan mudah rusuh. Konflik rumah
tangga kian banyak, angka perceraian terus meningkat, hubungan interpersonal kian
rapuh. Sebaliknya, banyak yang tampak lebih apatis, tak mau tahu atau tak
berdaya menghadapi masa depan, semangat kerja anjlok, sulit memusatkan pikiran
atau mengambil keputusan akurat, meningkatnya laporan bunuh diri, kekerasan
antar agama, antar suku, bahkan akhir-akhir ini di negara kita marak sekali
dengan tawuran antar pelajar. Tercatat pada tahun 2011 terjadi 128 tawuran, dan
pada tahun 2012 trjadi 147 tawuran dengan korban meninggal mencapai 82 orang (Lihat Seputar
Indonesia sore RCTI tanggal 28 Oktober
2013)
Sekolah memang melahirkan banyak
orang-orang pintar, namun kurang memiliki kesadaran akan pentingnya akhlak
sopan santun dan nilai-nilai moral dalam kehidupan bermasyarakat. Sekolah
seakan-akan kehilangan fungsi membimbingnya yaitu “menghijrahkan”
perilaku-perilaku buruk anak menjadi perilaku yang baik, karena sekolah lebih
menekankan kearah fungsi mengajar dan melatih. Akademik dan skill memang
penting, namun apabila tidak diimbangi dengan akhlak maka petaka yang akan
terjadi. Sesuatu yang sangat mengecewakan, pemuda yang diharapkan bisa menjadi
penerus generasi bangsa malah banyak yang harus berurusan dengan aparat
peradilan, tidak hanya orang-orang yang miskin
pendidikan saja namun orang-orang intelektualpun lebih banyak yang juga berurusan dengan
aparat hukum, seperti kasus politisi-politisi muda di senayan yang terkena
jaring KPK. Tercatat dalam sehari KPK menerima rata-rata 30-40 laporan dugaan
korupsi (Lihat Seputar Indonesia pagi RCTI tanggal
29 Oktober 2013).
Dalam
masyarakat Indonesia terdapat konsep “golongan pemuda”. Golongan sosial ini
secara umum disatukan oleh suatu ciri yang sama, yaitu sifat muda. Namun selain ciri fisik tersebut,
golongan sosial ini digambarkan sebagai suatu golongan masyarakat yang penuh
idealisme, penuh semangat, belum terikat oleh kewajiban-kewajiban hidup yang
membebankan sehingga masih sanggup mengabdi dan berkorban kepada masyarakat,
serta mempunyai daya kreativitas dan perubahan (agen of change). Gambaran umum atau stereotip ini tidaklah terlepas dari aksi-aksi heroik pada zaman perjuangan
dulu yang akhirnya ikut mempunyai andil dalam merubah bangsa , mulai dari
berdirinya organisasi-organisasi sosial
pendidikan kemasyarakatan yang ditandai dengan Periode Kebangkitan Nasional yang kemudian disakralkan dengan sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928 dimana para perwakilan pemuda dari seluruh penjuru Indonesia mulai dari jong java, jong sumatranen bond, jong
celebes, jong minahasa, Ambon Studiefonds, Jong Batak Bonds, Jong Islameiten
Bond, serta Jong Indonesia yang kemudian diikuti lahirnya berbagai organisasi
bumi putera lainnya yang berkumpul dan kemudian berikrar tiga point penting
yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Sumpah
Pemuda yang kemudian memuncak pada proklamasi 17 Agustus 1945 (Lestyarini,
2012).
Dari fakta sejarah tersebut bisa
kita ambil kesimpulan bahwa organisasi Budi Utomo yang didirikan pada 20 Mei 1908 dan menandai
kebangkitan nasional dalam jangka waktu 37 tahun para leluhur bangsa sudah bisa
mewujudkan impian mereka yaitu Indonesia yang merdeka, namun sekarang sudah 68
tahun dari proklamasi, lalu kapankah kita akan bisa mewujudkan cita-cita negara Indonesia sesuai UUD 1945 yaitu negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Sebagai penerus bangsa haruslah kita menaruh respect terhadap
usaha-usaha yang dilakukan oleh pendahulu bangsa untuk mendirikan Indonesia. Bentuk respect yang bisa kita lakukan adalah meneruskan dan memperkuat semangat kebangsaan
Indonesia untuk tetap mencintai bangsa ini, mempersatukan bangsa ini,
tetap satu nusa, satu bangsa, dan satu
bahasa. Kalau kita sebagai generasi
penerus bangsa sudah tidak respect terhadap
perjuangan para leluhur bangsa, maka bukanlah suatu hal yang aneh apabila
kemudian negara-negara lain menghina kita sebagai bangsa yang tidak tahu rasa
terimakasih kepada para leluhurnya. Dengan perkembangan zaman yang mengarah ke
arus globalisasi, terdapat hal-hal yang harus diwaspadai, diantaranya adalah
adanya usaha-usaha untuk mengaburkan makna nasionalisme dimana nasionalisme
seakan-akan sudah tidak diperlukan lagi ditengah gencarnya arus globalisasi,
namun fakta yang sebenarnya adalah bahwa globalisasi sangat memerlukan semangat kebangsaan yang lebih kuat agar
dampak globalisme tidak memperlemah eksistensi suatu bangsa. Bangsa-bangsa
didunia bersaing lebih keras untuk lebih menunjukkan peranannya dalam
percaturan global dan mereka yang kalah akan menjadi semakin tersingkirkan dan
menjadi negara terjajah, baik dalam bidang ekonomi maupun politik[4].
Menciptakan Bangsa Unggul
Untuk menjadi suatu bangsa yang unggul
diperlukan berbagai karakter yang bisa menguatkan dan juga memantapkan
persatuan. Karakter ini tidak hanya harus dimiliki oleh satu atau dua orang saja, namun harus
dimiliki oleh seluruh masyarakat. Terdapat beberapa karakter bangsa unggul yang dijelaskan dalam Al-Qur’an[5].
Pertama, Adanya persatuan. Peratuan merupakan modal utama dan yang
paling utama dalam suatu Negara. Tanpa adanya persatuan, mustahil suatu Negara
akan bisa memajukan dirinya, bahkan untuk terbentukpun itu suatu hal yang
mustahil.
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا
وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan
janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan
hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar. (Q.S. Al-Anfal [8]:46).
Persatuan
tersebut tidaklah berarti harus melebur menjadi satu, hanya saja adalah
bagaimana kita bisa menyikapi orang-orang yang berbeda dengan kita sebagai
sebuah keluarga besar yang bernama Negara. Yang dimaksud dengan orang-orang
yang berbeda adalah orang-orang yang berbeda suku, agama, ras dan budaya dengan
kita. Indonesia adalah Negara multikultural dengan ratusan suku, bahasa dan
kebudayaan, sehingga mutlak dibutuhkan persatuan diantara seluruh warganya.
Apabila tidak adanya persatuan, maka
Indonesia yang maju tampaknya hanyalah sebuah mimpi yang tidak akan pernah
terwujud.
Kedua, adanya Nilai Luhur yang Disepakati. Untuk memantapkan dan juga mewujudkan persatuan serta kesatuan
bangsa, diperlukan nilai-nilai luhur yang disepakati.
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا
اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ
ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan
yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan
melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat
menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali
mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.
(Q.S. Al An’am [6]: 108)
Dari ayat diatas bisa kita
ambil kesimpulan bahwa setiap umat (Negara) memiliki nilai-nilai luhur. Dari
nilai luhur itu, mereka bersatu, bertindak dan melakukan aktifitas sesuai nilai
luhur yang mereka anut. Melalui nilai
luhur itu mereka bisa menolak ataupun menerima nilai-nilai yang berasal dari
luar. Dengan kata lain nilai-nilai luhur itu berfungsi sebagai filter yang akan
mengontrol aktifitas-aktifitasnya.
Ketiga,
Kerja keras, displin dan menghargai waktu
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ وَإِلَى رَبِّكَ
فَارْغَبْ
Maka apabila engkau telah
selesai dari suatu urusan (dari sesuatu
urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). (Q.S Al
Insyiroh [94]:7).
Keempat,
Kepedulian yang Tinggi
( الآية) بِاللَّهِ
وَتُؤْمِنُونَ الْمُنْكَرِ عَنِ وَتَنْهَوْنَ بِالْمَعْرُوفِ تَأْمُرُونَ لِلنَّاسِ
خْرِجَتْ أُ أُمَّةٍ خَيْرَ كُنْتُمْ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah (Q.S. Ali Imran
[3]: 110)
Dari ayat diatas
disebutkan bahwa masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang mempunyai
kepedulian terhadap sesamanya, mereka akan berperan sebagai agen kontrol sosial
yang akan mendorong sesamanya untuk melakukan kebaikan dan mencegah keburukan.
Moral Indonesia adalah Pancasila
Indonesia
memiliki sebuah pandangan hidup yaitu ideologi pancasila. Ideologi merupakan
kesatuan gagasan dasar mengenai manusia
dalam kehidupan bernegara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah
gagasan-gagasan dasar mengenai wujud masyarakat yang dicita-citakan serta
prinsip-prinsip untuk mencapainya. Seluruh aspek-aspek kehidupan mulai dari
bidang keagamaan, nasionalis, pendidikan dan bidang sosial kemasyarakatan harus berkiblat pada
pancasila (Aziz, 1991). Pancasila bukanlah hanya sebagai pajangan
ataupun slogan namun juga harus
diamalkan, akan tetapi sekarang keadaanya adalah sebaliknya. Pancasila dengan
nilai-nilai luhurnya yang dirumuskan
oleh para leluhur bangsa, sekarang isinya diinjak-injak oleh bangsa ini sendiri.
Indonesia tidak hanya memerlukan teori-teori saja,
namun Indonesia membutuhkan lebih dari itu, yaitu action.
Sebagai suatu ideologi, pancasila memberikan gambaran mengenai
masyarakat yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang dijiwai oleh kelima sila
dari pancasila. Salah satu peranan pancasila yang paling menonjol adalah
fungsinya dalam mempersatukan seluruh rakyat Indonesia menjadi bangsa yang
berkepribadian dan percaya pada diri sendiri.
(Masih mengambil dari Aziz, 1991) Sebagai
suatu ideologi pancasila memiliki kekhasan yang berkenaan dengan kehidupan bermasyarakat
dan bernegara yang sesuai dengan sila-sila dalam pancasila. Pertama, “Ketuhanan
Yang Maha Esa” mempunyai makna bahwa kita percaya akan adanya Tuhan sebagai
pencipta dunia dengan segala isinya. Oleh karena itu kita harus taat kepada Tuhan. Dalam sila
ini secara garis besar terdapat tiga poin utama, yaitu kemerdekaan beragama,
toleransi antar umat beragama, dan menghormati agama lain. Sila kedua, “Kemanusiaan
yang adil dan beradab” yaitu penghargaan kepada sesama umat manusia,
apapun suku bangsa dan bahasanya. Sebagai manusia, kita adalah sama dihadapan
Tuhan Yang Maha Esa. Hal itu sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Adil adalah perlakuan yang sama terhadap sesama manusia, dan beradab berarti
perlakuan itu sesuai dengan derajad kemanusiaan. Kita menghargai hak asasi
manusia, dengan mewujudkan harmoni dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Terdapat
beberapa poin utama dalam sila ini, yaitu berbuat dan berperilaku adil terhadap
sesama manusia, memperjuangkan keadilan dan kebenaran, hidup bermasyarakat, dan
kerjasama antar masyarakat.
Ketiga
“Persatuan Indonesia” bangsa Indonesia menjunjung tinggi persatuan
bangsa. Dalam hubungan ini, kepentingan pribadi harus ditempatkan dalam
kerangka persatuan dan kesatuan bangsa. Keempat “Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” bahwa kehidupan
bermasyarakat dan bernegara didasari oleh sistem demokrasi dengan berlandaskan
musyawarah. Musyawarah tidak mendasarkan pada kekuasaan mayoritas atau
minoritas, tapi hasil musyawarah itu sendiri. Sila ini mencakup beberapa poin,
yaitu musyawarah dan mufakat sebagai ciri kehidupan bangsa, kesadaran
bermusyawarah dalam kehidupan sehari-hari, memutuskan dan melaksanakan
keputusan secara bertanggung jawab. Kelima “Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia” adalah keadilan hidup bersama sebagai suatu bangsa. yang
mempunyai beberapa poin inti yaitu tolong menolong sesama manusia, dan
berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.
Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapatkan anugrah kekayaan
yang luar biasa melimpah, namun hal tersebut seolah-olah tertutupi oleh
lunturnya moral masyarakatnya. Masyarakat yang dulunya terkenal dengan
kemajemukan dan juga keramahannya kini telah berkembang menjadi masyarakat yang
tempramen. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam moral kebangsaan
ini, diantaranya adalah melanjutkan spirit perjuangan dari pahlawan-pahlawan,
selain itu dalam Al-Qur’an dijelaskna bahwa untuk menciptakan negara yang
unggul diperlukan beberapa syarat. Pertama Adanya persatuan, kedua Nilai
Luhur yang Disepakati, ketiga Kerja keras, displin dan menghargai waktu,
keempat Kerja keras, displin dan menghargai waktu. Moral bangsa diperlukan untuk
menjaga nilai-nilai kehidupan agar terciptanya kehidupan yang luhur, stabil,
damai dan tentram.
Salah satu lembaga yang memiliki peran paling vital
dalam pembentukan moraal kebnagsaan adalah sekolah, karena sekolah memiliki
tiga fungsi utama yaitu, membimbing, mengajar dan melatih. Selain itu Indonesia memiliki ideologi yaitu ideologi pencasila yang menjadi kiblat dari segala tindakan,
pemikiran dan perilaku warganya. Pancasila akan benar-benar bermakna apabila benar-benar
dijalankan secara menyeluruh dan seutuhnya, tidak hanya dimulut namun juga di
hati dan juga dikehidupan sehari-hari.
Daftar pustaka:
Al-Qur’an
Anas, A.A,.2009. Mengawal negara budiman. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Aziz, W. A. 1991. Materi
pokok pendidikan pancasila 1. Jakarta: Departemen pendidikan dan
kebudayaan.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar ilmu antropologi.
Jakarta: Rineka Cipta
Kurniati, Edi Dwi. 2010. Wawasan kebangsaan dalam
pembangunan daerah. Jurnal ilmiah inkoma, 21(1). Hal 75-80
Lestyarini, Beniati.2012. Penumbuhan semangat
kebangsaan untuk memperkuat karakter indonesia melalui pembelajaran bahasa. Jurnal kendidikan karakter, 2 (3). Hal 340-354
Mun’iz, A.D. 2010. Islam
nusantara:antara prasangka dan harapan yang tersisa. Banjarmasin:ACIS
Sunarto,dkk. 2012. Pendidikan kewarganegaraan di
perguruan tinggi. Semarang: Pusat Pengembang MKU/MKDK-LP3 Universitas
negeri Semarang
Syaifudin T. (2013). Membangun kultur
masyarakat Islam Indonesia. Semarang
Wahyu. (2011). Masalah
dan Usaha Membangun Karakter Bangsa. Jurnal Komunitas , 3 (2),
138-149.
Referensi Media Massa
Anonim.
2008. “Arti warna bendera merah putih” diunduh dari
(http://paskibracikande.weebly.com/arti-warna-bendera-merah-putih.html). pada
26 Oktober 2013
BBC.
2013. “Pertumbuhan ekonomi RI capai angka tertinggi” diunduh dari (http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/08/130816_rapbn_2014_sby.shtml)
pada 26 Oktober 2013
Kabar petang.
2013. “Ekonomi Indonesia terpuruk” Kabar petang tanggal 28 Oktober
Pandji, R Hardinoto. “QS.Kebangsaan” diunduh dari (http://jakarta45.wordpress.com/qs-kebangsaan/),
pada 31 Oktober 2013
Reportase pagi. 2013. “Kekayaan Indonesia” Reportasi
pagi 25 oktober
Rosida. 2013. “Pentingnya Menumbuhkan Semangat Nasionalisme Dalam Keberagaman Masyarakat Di Indonesia” diunduh dari (http://edukasi.kompasiana.com/2013/07/01/pentingnya-menumbuhkan-semangat-nasionalisme-dalam-keberagaman-masyarakat-di-indonesia-573603.html), pada 31 Oktober 2013
Seputar Indonesia.
2013. “ Tradedi 98” Seputar Indonesia tanggal 28 Oktober)
Seputar
Indonesia. 2013. “ kasus korupsi di indonesia” Seputar Indonesia 29 Oktober
2013
Wikipedia.2008. “Karakter bangsa” diunduh dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Karakter_bangsa), pada 25 Oktober 2013
Wiranto,
P. 2012. “ membangkitkan kembali Indonesia” diunduh dari (http://www.facebook.com/notes/wiranto-partosudirdjo/membangkitkan-kembali-indonesia/10151599809962566)
pada 30 Oktober 2013
[1] Diunduh
dari http://paskibracikande.weebly.com/arti-warna-bendera-merah-putih.html pada 26 Oktober 2013
[3] Diunduh dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/08/130816_rapbn_2014_sby.shtml
pada 26 Oktober 2013
[4] Diunduh dari http://edukasi.kompasiana.com/2013/07/01/pentingnya-menumbuhkan-semangat-nasionalisme-dalam-keberagaman-masyarakat-di-indonesia-573603.html
, pada 31 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar