Kamis, 26 Desember 2013

Meningkatkan Kreativitas Anak pada Usia Dini dengan Media Pembelajaran Bermain

Oleh Ade Romadoni
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
adeliaondloph95@yahoo.com
Abstrak
Di era modern saat ini perkembangan media sangatlah pesat, hal ini berbanding lurus dengan perkembangan teknologi. Media adalah komponen komunikasi yang berfungsi sebagai perantara dari pengirim ke penerima. Media pembelajaran mempunyai peranan penting dalam kegiatan pembelajaran, agar kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif. Ditinjau dari pengertian komunikasi maka proses pembelajaran sebenarnya juga proses komunikasi. Berdasarkan wawasan bahwa proses pembelajaran adalah proses komunikasi demikian pula bahwa proses pembelajaran adalah suatu sistem, maka posisi media pembelajaran adalah sebagai komponen sistem pembelajaran. Belakangan ini banyak sekali kegagalan-kegagalan penyampaian pesan pembelajaran dari guru/ pembelajar (komunikator) kepada siswa (komunikan) yang banyak didasari dengan tuduhan-tuduhan salahnya media pembelajaran yang disampaikan oleh komunikator yang tidak tepat. Selama ini, sistem dan budaya pendidikan di Indonesia sangat mengagungkan pembenahan sisi kognitif. Para siswa banyak dijejali mata pelajaran yang memaksa mereka terampil berhitung dan menghafal. Mereka diperlakukan layaknya sebuah robot, harus menuruti aturan main yang sudah dibuat. Padahal, pendidikan bagi anak juga perlu dilakukan untuk mengembangkan dunia kreatifitas mereka.
Kata kunci: komunikasi, kretivitas anak , media, media pembelajaran, pembelajaran

Pendahuluan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan baik rohani maupun jasmani agar anak lebih siap dalam menapaki pendidikan lebih lanjut (lebih lengkapnya untuk menguatkan pengertian (lihat, Sumber http://pgpaud.unpkediri.ac.id/index.php/web/detberita/berita/23). Pernyataan tentang pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menemukan jawaban dalam setidaknya dua hal; Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (Direktorat PADU) pada 2011, yang kemudian berubah nama pada 2003 menjadi Direktorat PAUD, dan diadopsinya istilah “early childhood education” menjadi “pendidikan anak usia dini” dalam undang-undang Nomer 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 : 14, Pasal 28), yaitu
Pembinaan yang ditunjukan kepada anak dini didefinisikan sebagai suatu upaya usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut
Menurut UU No 28 Tahun 2003Tentang Pendidikan Anak Usia Dini Pasal 28 yang berisi
PAUD diselenggarakan sebelum Pendidikan dasar; PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal; Jalur formal berbentuk Taman Kanak-kanak, RA atau yang sederajat; Jalur formal berbentuk KB, Tempat Penitipan Anak atau yang sederajat; Jalur informal berbentuk pendidikan keluarga.
Sebelum menginjak masa anak-anak sebelumnya terlebih dahulu menginjak Masa Prenatal, Masa periode perkembangan pertama dalam jangka kehidupan manusia dan secara biologis, hidup dimulai pada jangka waktu ini. Walaupun masa prenatal sangatlah singkat tetapi mempunyai enam ciri penting diantaranya yaitu sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tua, pengaruh kondisi ibu, perkembangan sifat bawaan, perkembangan dan pertumbuhan normal banyak terjadi pada fase prenatal, masa yang banyak mengandung bahaya, dan periode prenatal merupakan saat dimana orang-orang yang berkepentingan membentuk sikap-sikap yang baru diciptakan dan pada periode ini bahwa bayi sudah mulai bisa belajar (lihat health.detik.com,13/12/ 2011).
Jauh sebelum dilakukan usaha untuk membahas anak-anak secara ilmiah, selama bertahun-tahun kenyataan yang diterima adalah bahwa pada awal perkembangan anak merupakan masa yang kritis bagi perkembangan, hal ini bahwa masa kanak-kanak masa dewasa, sebagaimana pagi hari meramalkan hari baru. Pendidikan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak maka dari itu pendidikan selalu dan sangat digalakan oleh pemerintah terutama wajib belajar 9 tahun yang kini naik menjadi wajib belajar 12 tahun (lihat news.detik.com, 22/04/2010).
Hal ini menghilangkan jalur pendidikan salah satunya yaitu pendidikan informal yang berpusat pada keluarga,melalui pendidikan informal lah anak memulai mengenal lingkungan dan pengetahuan awalnya sebelum menginjak jalur pendidikan formal yang didalamnya ada tahap Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas, dan jalur pendidikan nonformal (lihat wordpress.com, 09/09/2012). Tujuan pendidikan pada umumnya menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga peserta didik dapat mewujudkan dirinya, mengamalkan serta ikut berkontribusi dalam masyarakat dan berfungsi sepenuhnnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat.
Seiring dengan kemajuan jaman dewasa ini, kesibukan orang tua semakin meningkat sehingga keluarga kadang-kadang kurang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Keluarga sibuk dengan pekerjaannya masing-masing sehingga sampai melupakan dan tidak meluangkan waktu untuk anaknya hanya sekedar bermain bersama atau pun bercengkrama didalam rumah dan alternatif dari keluarga tersebut adalah menitipkan anak pada babysiter dan pada sekolah PAUD yang secara sosial berbeda cara mendidiknya ketika didalam sebuah keluarga. Hal ini disebabkan oleh situasi dan kondisi lingkungan serta kemampuan sosial ekonomi masyarakat yang beraneka ragam. Pada masa usia dini lah masa-masa yang sangat rawan apabila dalam pemberian rangsangan atau stimulan pada anak maka sangat berakibat fatal pada jenjang masa depan anak nantinya.
Pemberian rangsangan yang tepat pada anak yaitu melalui bermain atau belajar sambil bermain, hal ini sangat efektif karena pada usia kanak-kanak lah presentase bermain masih sangat banyak karena “permainan itu suatu perbuatan yang mengandung keasyikan atas kehendak sendiri, bebas tanpa paksaan dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan pada waktu mengadakan kegiatan tersebut”, dan syaraf-syaraf motorik pada anak sedang berkembang dan mudah sekali menangkap dan menyerap apa yang anak lihat maupun dengar tanpa tahu itu positif atau negatif untuk anak tersebut, untuk itu peran orang tua sangatlah penting untuk memilih dan mengajarkan anak tentang pengetahuan-pengetahuan.
Diperlukan penunjang untuk belajar dan bermain berupa media dalam bentuk alat peraga yang menarik sesuai karakteristik perkembangan anak. Karena lewat peraga ini lah cara belajar sambil bermain dipandang efektif untuk mengenalkan hal baru bagi anak dengan dikemas secara menyenangkan dan mendidik. Hal ini sangat kurang diperhatikan oleh pendidik dalam bermain dengan tema dan indikator tertentu pendidik tidak menggunakan media dalam bentuk alat peraga. Hal ini karenanya kurang kreatifitasnya atau ketrampilan yang dimiliki oleh pendidik dan indikator lain kurangnya dana pengembangan media pembelajaran, sehingga terjadi tidak tercapainya tujuan dan harapan.
Awal masa kanak-kanak merupakan masa yang ideal untuk mempelajari ketrampilan tertentu. Terdapat 3 alasan; Pertama, anak sedang mengulang-ulang dan karenanya dengan senang hati mau mengulang suatu aktivitas sampai mereka terampil. Kedua, anak-anak bersifat pemberani sehingga tidak terhambat oleh rasa takut kalau dirinya mengalami sakit atau diejek teman-temannya. Ketiga, anak belia mudah dan cepat belajar karena tubuh mereka masih sangat lentur dan ketrampilan yang baru dikuasai tidak mengganggu ketrampilan yang sudah ada dan kemampuan otak anak masih sangat baik untuk menyimpan hal-hal baru yang didapat anak. Melalui kemampuan anak mampu berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal. Anak dapat menggunakan kata-kata, peristiwa dan benda untuk melambangkan yang lainnya, maka dari itu pembelajaran menggunakan media alat peraga sangat efektif (baca Pengembangan kreativitas anak berbakat oleh Utami Munandar, 2004: 112-115)

Kreativitas dalam Media Pembelajaran
Merupakan kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah atau  segala bentuk pemanfaatan segala sesuatu untuk melakukan sesuatu, contohnya yaitu seoarang anak menemukan sapu terkadang digunakan untuk bermain gitar. Dunia anak sangatlah imaginatif tetapi kita sebagai orang tua harus pandai-pandainya mengatur dan mengarahkan anak agar anak tidak salah dalam menuangkan segala aspek yang telah dia dapat. Kendala utama terhadap kreativitas adalah pengertian tentang kreativitas sebagai warisan dari orang tua yang hanya dipunyai pada orang-orang tersebut, kreatif anak tidaklah dapat dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya. Adapun ciri-ciri kemampuan berfikir kreatif pada anak (lihat Perkembangan Anak Usia Dini oleh Ahmad Susanto, 2011 : 199-120) yaitu berfikir lancar, maksudnya yaitu si anak banyak memiliki gagasan dan ide serta pertanyaan-pertanyaan yang intinya memikirkan dari satu hal.
Kemampuan berfikir luwes, maksudnya anak menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda dan mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. Kemampuan berfikir orisional, maksudnya yaitu cara penyampaian yang unik beda dari yang lainnya dan mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak biasa. Ketrampilan merinci, maksudnya yaitu mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk dan menambahkan atau memerinci dari suatu objek sehingga lebih menarik. Ketrampilan menilai, maksudnya yaitu menentukan penilaian sendiri apakah suatu pertanyaan benar, tindakan bijaksana, tidak hanya menentukan suatu gagasan tetapi juga melaksanakannya.

Media Kegiatan Bermain
Untuk memicu kreativitas anak dalam pembelajaran perlu adanya metode permainan yang edukatif yaitu permainan yang mengajak anak untuk bermain sambil belajar dan juga melibatkan media-media yang ada untuk menunjang proses pembelajaran. Untuk tempat pembelajaran agar lebih hidup dan anak mengenal lingkungannya adalah lingkungan alam atau outdoor agar anak lebih luas dalam mengembangkan kreativitasnya, karena lingkungan telah menyiapkan bahan-bahan untuk anak belajar sambil bermain, bahan-bahan tersebut ada yang berupa bahan mentah maksudnya bahan yang butuh diolah atau dimodifikasi agar dapat digunakan dalam pembelajaran contohnya mengajak anak belajar diluar kelas dan akan mengenalkan permainan-permainan tradisioanal seperti tembak-tembakan yang terbuat dari pelepah pisang, pendidik/anak harus mengambil pelepah pisang tersebut dari pohon pisang lalu tidak sampai itu saja tetapi masih perlu ada sentuhan modifikasi agar menjadikan sebuah tembak-tembakan tersebut hal ini lah yang baik untuk tumbuh kembang pemikirannya, selain itu juga ada bermain tanah liat yang menuntut anak untuk kreatif dalam membuat dan membentuk model benda, sedangkan bahan siap pakai maksudnya bahan yang telah ada dan disiapkan dialam yang langsung bisa digunakan untuk pembelajaran tanpa harus dilengkapi/modifikasi contohnya belajar mengenalkan buah-buahan pada anak, anak tersebut tidak hanya belajar didalam ruang kelas dan diterangkan serta melihat gambar buah tapi anak diajak untuk melihat objek yang sebenarnya. Permainan edukatif yang kreatif juga diperlukan yang nantinya akan berfungsi sebagai sumber pengetahuan, ketrampilan baru bagi anak sekaligus dalam pengembangan nalar dan kreativitas anak seperti berfikir, menganalisa, memcahkan masalah sendiri, serta berfikir secara sistematik.
Sebelum kita jauh mengenal tentang media pembalajaran yang utama harus kita ketahui yaitu apa itu media?,
   media adalah komponen komunikasi yang berfungsi sebagai perantara atau pembawa pesan dari pengirim ke penerima, sedangkan menurut AECT media dalah semua bentuk dan saluran yang digunakan dalam proses penyampaian informasi (lihat ulasan lebih lengkapnya pada Media pembelajaran aktif oleh Dananjaya, 2011: 4).
Sedangkan jika media pembelajaran ditinjau dari pengertian komunikasi maka proses pembelajaran sebenarnya juga proses komunikasi (lihat yogoz.wordpress.com, 12/02/2011). Berdasarkan wawasan bahwa proses pembelajaran adalah proses komunikasi demikian pula bahwa proses pembelajaran adalah suatu sistem, maka posisi media pembelajaran adalah sebagai komponen sebagai sistem pembelajaran, tanpa media komunikasi tidak akan terjadi dan demikian pula tanpa media pembelajaran, proses pembelajaran juga tidak akan berlangsung. Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa atau wujud daripada bahan ajar dan atau target hasil dan proses belajar mengajar yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan sehingga dapat mendorong proses belajar.
Media pembelajaran juga berupa benda atau alat yang digunakan oleh pendidik untuk memperjelas dan mempermudah dalam proses pemahaman dan penerimaannnya oleh anak , media yang dimaksud disini adalah alat peraga dari lingkungan sebagai media pembelajaran yang dapat membantu pendidik untuk mengetahui semua yang ada pada pikiran anak. Penggunaan media berupa alat peraga seperti inilah sebagai terobosan agar anak daat berfikir rasional dengan apa yang kita sampaikan, ditambah lagi metode balajarnya dikemas dalam permainan yang bisa merubah psikomotor-psikomotor anak agar anak lebih rileks serta nyaman dengan cara penyampaian meteri. Jenis media antaranya media audio, media visual, media audio visual.

Hubungan Kreativitas dan Media Pembelajaran
Tak seorangpun akan mengingkari bahwa kemampuan-kemampuan dan ciri-ciri kepribadian sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti keluarga dan sekolah. Kedua lingkungan pendidikan ini dapat berfungsi sebagai pendorong dalam pengembangan kreativitas anak. Kreativitas itu sangatlah penting bagi anak untuk meciptakan hal-hal baru yang dapat merubah dan merubah kebiasaan.
Pendidik apabila melakukan kegiataan pembelajaran kurang memperhatikan langkah-langkah yang harus dipersiapkan dalam proses pembelajaran, mengambil jalan pintas dalam pembelajaran menganggap bahwa pendidik merasa telah berpengalaman merasa tidak perlu membuat persiapan belajar, kurang memahami model pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga pendidik kurang memperhatikan perbandingan jumlah alat bermain dengan anak-anak. Memaksa hak anak didik adalah kesalahan pendidik dalam melaksanakan tugasnya melakukan pemaksaan kepada anak didik dan orang tua anak didik untuk menuruti segala yang diinginkan pendidik. Mengabaikan perbedaan anak didik, padahal setiap anak memiliki perbedaan yang unik kekuatan, kelemahan dan minat yang berbeda, latar belakang sosial ekonomi berbeda juga dalam aktifitas. Dari segi tersebut pendidik tidak diperkenankan mengabaikan hal semacam ini karena kasus seperti itu sangatlah sering terjadi dan menjadi kewajaran dimasyarakat padahal dampaknya sangat berpengaruh terhadap peserta didik. Kasus ini akan saya paparkan sepertinya memang pendidik selalu sebagai sumber dari segala sumber pembelajaran yang ada, anggapan ini yang masih melekat pada masyarakat dan anak didik terutama pada usianya yang masih dini untuk mengenal apa saja media dari pembelajaran yang bisa dimanfaatkan.
           Krearif ini akan menunjang daya fikir yang baru serta bervariasi yang dapat menuntun anak untuk selalu berfikir beda dan memunculkan ide-ide baru untuk dirinya serta orang lain (lihat lengkapnya pada Kreativitas keberbakatan oleh Canny, 2009: 59-63). Media pembelajaran juga sangatlah penting untuk menunjang kegitan belajar mengajar jika tidak ada media pembelajaran akanlah sangat hambar, apalagi sasaran utamanya adalah menumbuhkan kreativitas anak dengan metode bermain jika tanpa ada yang namanya media didalamnya pasti yang ada hanya seorang pendidik berdongeng kepada anak didiknya tanpa mengenalkan wujud karena notabene bermain itu adalah hal yang berkaitan langsung dengan media serta alat peraga yang akan digunakan.
            Aktifitas kebanyakan dari anak-anak adalah bermain, malakukan hal yang mereka anggap menyenangkan dan tanpa ada pertimbangan berarti baginya karena anak pada usia ini sangatlah senang menghabiskan waktunya untuk bermain. Dalam bermain dapat menumbuhkan kreativitas karena dalam aktifitas bermain anak-anak cenderung cepat bosan dan menginginkan hal yang baru, pada tahap ini pendidik sangat berperan karena pendidik dapat menyediakan bahan-bahan untuk anak dan memantau anak dalam bermain dan melakukan percobaan sendiri, pendidik harus terus membimbing dan memantau perkembangan bermain anak agar anak dapat memahami dan menciptakan ide baru entah itu membuat bahan-bahan yang telah disediakan menjadi objek bermain ataukah digunakan untuk hal baru yang terpenting anak menemukan dan menciptakan sendiri. Anak belajar dari bermain dan pengalamannya bermain dimasa lampau yang menyenangkan dengan bahan, benda, maupun temannya menjadikan anak pertumbuhan dan perkembangannya optimal baik fisik, fikiran dan emosinya (baca Pengembangan kreativitas anak berbakat oleh Utami Munandar, 2004: 126-128).
Pemilihan bermain yang tepat adalah kuncinya, contoh bermain peran atau drama permainan ini sangat bagus untuk melatih kepekaan imajinasi sarta sosial anak karena anak pada posisi ini memerankan bukan dirinya dan disini timbul kreativitas anak untuk memerankan peran tersebut, permainan ini adalah dasar perkembangan daya cipta, kerjasama kelompok, dan penyerapan kosa kata (lihat weebly.com, 2008) . Kemudian bermain pembangunan jadi anak diajak untuk bermain dengan miniatur-miniatur replika bangunan misalkan miniatur sekolah, pendidik mengarahkan agar anak mengambil peran sebagai pengatur bangunannya, untuk melatih anak mengembangkan ketrampilannya yang akan mendukung sekolahannya dikemudian hari. Pemilihan strategi pembelajaran kreatif berpusat pada anak, mendorong perkembangan daya pikir dan daya cipta. Pendidik tidak boleh memberikan perintah untuk melakukan sesuatu tetapi langsung turun tangan membantu anak ketika mengalami kesulitan atau kendala agar yang tetap menjadi pemegang peran dalam hal tersebut adalah peserta didik.
            Pendidikan memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, memberikan teladan kepada seluruh peserta didik mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif (lihat Media pendidikan oleh Sadiman Arief S, 1986: 7). Kemudian pendidik harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada peserta didik dalam melakukan kegiatam bermain khususnya, motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui lingkungan fisik yang didalamnya mencakup ruang belajar, tempat bermain, serta sarana yang ada serta mengatur lingkungan yang aman dan menyenangkan. Pengaturan suasana bermain pendidik harus mampu menciptakan hubungan yang harmonis tidak lupa pula penanaman sikap disiplin yang diharapkan dapat tercapai tujuan secara efektif dan efisien, serta dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan. Memberikan dorongan kepada peserta didik sehingga dapat meningkatkan permainan yang sedang dihadapi, mengeluarkan isi hati dan merealisasikan gagasan yang ada pada dirinya, memberikan reward untuk anak agar semangat anak dalam pembelajaran semakin besar. Pemilihan strategi pembelajaran kreatif harus berpusat pada anak artinya anak merupakan sasaran dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik, mendorong perkembangan, daya fikir, daya cipta dan komunikasi sebagai dasar pembentukan pribadi yang utuh.
            Ketika melakukan proses bermain anak merasa senang dan bahagia, pada saat itu untuk memberikan rangsangan atau motivasi sangat tepat, sasaran tersebut mengacu pada kecerdasan linguistic yang dapat berkembang bila dirangsang melalui berbicara, mendengar, membaca, menulis, berdiskusi dan bercerita, perangsangan melalui irama nada, melalui kegiatan berhitung dan bermain dengan benda-benda, kecerdasan kinestetik yang dapat dirangsang melalui gerakan, tarian, olahraga dan olah tubuh, kecerdasan yang mampu mengenal dan mencintau Tuhan penciptanya yang dirangsang melalui penanaman nilai-nilai moral dan agama, kecerdasan sosial tentang hubungannya dengan orang lain dapat dirangsang melalui bermain bersama teman, kerjasama serta memecahkan konflik, sarta ada satu lagi menurut pemaparan saya acuan tersebut adalah kecerdasan interpersonal kemampuan unntuk melakukan hubungan dengan diri sendiri yang dirangsang melalui pengembangan konsep diri, harga diri, percaya diri dan mampu mengkontrol diri serta disiplin (lihat www.oocities.org, 08/10/2009)

Kesimpulan
Media pembelajaran dapat dimaknai sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam pembelajaran untuk membawa informasi berupa pembelajaran dari pendidik kepada siswa. Dalam kontek Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tentunya harus lebih selektif dalam pemilihan media pembelajaran, dengan pendekatan bermain anak lebih tertarik dan senang untuk mengikuti kegiatan belajar-mengajar sehingga pendidik dapat memanfaatkan hal tersebut untuk menyampaikan pesan-pesan pembelajaran sesuai tujuan yang akan dicapai. Metode ini juga memudahkan untuk menarik minat anak, anak marasa tidak akan terbebani dengan metode pembelajaran ini karena secara tidak langsung pengemasan pembelajaran yang berbeda dari kebanyakan metode belajar saat ini yang menerapkan hafal dan menghitung tetapi pada dasarnya adalah belajar dan mengembangkan kreativitas anak melalui bermain edukatif.
            Untuk lebih jelasnya lagi dapat berupa hakikat anak bermain sangat banyak waktunya dibandingkan dengan belajarnya, untuk itu hal ini dapat dimanfaatkan juga saat anak bermain diberikan pembelajaran-pembalajaran didalamnya yang secara tidak langsung anak itu belajar sambil bermain. Kretivitas anak dapat terasah melalui kegitan permainan yang edukatif yang mendorong anak untuk aktif mengembangkan idenya dalam permainan. Permainan edukatif ini dapat bersumber pada lingkungan alam sekitar anak yang tujuannya agar anak belajar sembari mengenal lingkungannya karena lingkungan merupakan media yang sangat tepat untuk dijadikan bahan pembelajaran bagi anak. Permainan tersebut berupa bahan mentah atau bahan sudah siap pakai digunakan untuk media pembelajaran edukatif, maupun yang harus dibuat baru atau dimodifikasi oleh anak untuk melihat sejauh mana krearivitas anak tersebut. Permainan edukatif kreatif sebagai sumber pengetahuan, ketrampilan yang baru bagi anak sekaligus sebagai media pengembangan nalar dan kreativitas anak seperti berfikir, memecahkan masalah sendiri serta berbuat secara sistematik.
            Tapi tentunya penerapan sistem belajar sambil bermain ini tidak sepenuhnya dapat diterima oleh masyarakat karena anggapan-anggapan yang sudah mendarah daging pada masyarakat bahwasannya diwaktu anak belajar anak harus belajar dan diwaktu bermain untuk bermain dan tanpa didampingi saat bermain tersebut. Untuk ini upaya pertama yang harus dilakukan adalah meyakinkan khalayak umum bahwa pada hakikatnya waktu bermain anak adalah waktu dimana dia belajar.

Daftar Pustaka
Arief S, Sadiman. 1986. Media Pendidikan : Pengertian, pengembangan  dan                                                                                          pemanfaatannya. Jakarta: Pustekom Dikbud dan CV. Rajawali.

Dananjaya, Utomo. 2011. Media pembelajaran aktif. Bandung: Nuansa.

Munandar, Utami. 2004. Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Republik Indonesia. 2003. Undang- Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta.

Republik Indonesia. 2003. Undang-undang Nomer 28 Tahun 2003 Pasal 28 tentang
PAUD. Jakarta.

Semiawan, Canny R. 2009. Kreativitas keberbakatan: mengapa, apa dan bagaimana. Jakarta: PT. Indeks.

Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan anak usia dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya. Jakarta: Kencana Prenada media group.



Referensi Media Massa

Ativa, Siti. 2012. Pendidikan informal, Diakses di http://sitiativa.wordpress.com/2012/09/09/pendidikan-informal/ pada 25 oktober 2013.

Kuntjojo. 2012. Konsep-konsep dasar pendidikan anak usia dini. Diakses di

Meilania. 2009. Delapan jenis kecerdasan. Diunduh dari http://www.oocities.org/meilania90/mi9cerdas.htm pada 24 oktober 2013.

Prihatono, Yogo. 2011. Macam-macam komunikasi dalam pembelajaran. Diakses di http://yogoz.wordpress.com/tag/macam-macam-komunikasi-dalam-pembelajaran/ pada 25 oktober 2013.

Ramdhan, Akma. 2008. Model pembelajaran role playing bermain peran dalam
pembelajaran partisipatif.
Diakses di
http://akmalramdhan.weebly.com/model-pembelajaran-role-playing-bermain-peran-dalam-pembelajaran-partisipatif.html pada 24 oktober 2013.

Ristian Dwiputra, Suharta. 2010. Wajib belajar atau wajib sekolah. Diakses di http://news.detik.com/read/2010/04/22/075842/1343052/471/wajib-belajar-atau-wajib-sekolah pada 23 oktober 2013.
                                          
Wahyuningsih, Merry. 2011. Ini yang dipelajari bayi sebelum muncul ke dunia. Diakses di http://health.detik.com/read/2011/12/13/134558/1789921/1300/ini-yang-dipelajari-bayi-sebelum-muncul-ke-dunia pada 24 oktober 2013.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar