Sabtu, 28 Desember 2013

Pendidikan Mahal dan Evaluasi Anggaran Pendidikan



Pendidikan Mahal dan Evaluasi Anggaran Pendidikan

Oleh Siti Robingah Pujiati
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
robirobingah@gmail.com
Abstrak
Indonesia merupakan Negara yang masih mempunyai beberapa masalah dengan pendidikannya, Bangsa Indonesia belum bisa maju selama belum bisa memperbaiki kualitas sumber daya manusianya. Kualitas hidup bangsa bisa meningkat apabila di tunjang dengan system pendidikan yang mapan. Pendidikan yang mapan dapat terwujud apabila pemerintah menyediakan sarana dan prasarana yang baik tanpa membebani masyarakat terutama dengan masalah biaya. Masalah biaya pendidikan di indonesia menjadi penghambat anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan. Pengambilan berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah belum maksimal untuk segera merespon mahalnya biaya pendidikan, banyak sekolah-sekolah yang masih belum menjalankan fungsinya. Selain itu juga dipengaruhi oleh sistem ekonomi masyarakat yang belum merata, sehingga mereka merasa tidak mampu membayar biaya sekolah yang termasuk mahal.Yang terjadi dalam opini masyarakat bahwa untuk menjadi orang pintar harganya mahal. apakah benar orang miskin dilarang sekolah? Namun demikian, kebijakan-kebijakan dari sekolah juga mempunyai andil besar berkaitan dengan rancangan administrasi sekolah, rasanya tidak adil jika pendidikan hanya menjadi beban pemerintah dan sekolah saja, masyarakat juga harus ikut serta dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sekali lagi pendidikan mahal tidak selalu menghasilkan output yang kualitasnya mahal, karena mayoritas warga Indonesia adalah kelas menengah kebawah maka pemerintah harus memperhatikan nasib warga kurang mampu karena orang miskin belum tentu orang bodoh.

Kata kunci: biaya, kemiskinan, kualitas bangsa, pendidikan

I.            Pendahuluan
Bagaimana sih sebenarnya keadaan ekonomi bangsa kita sekarang? Bisa di bilang bahwa perekonomian Negara indonesia saat ini sedang dalam keadaan tidak stabil, semakin lama semakin tak menentu, masyarakat semakin terpuruk dan menderita, kebutuhan hidup pun sudah tidak dapat terjangkau lagi terutama bagi masyarakat miskin, kelaparan terjadi dimana mana, gizi buruk menjadi sahabat hidup, kejahatan jalanan semakin menggila, berandalan makin meliar, pengangguran pun ikut meramaikan krisis yang terjadi, Biaya pendidikan dan kesehatan pun semakin mahal sehingga tingkat pendidikan masyarakat Indonesia pun rendah sehingga tidak heran jika opini masyarakat mengatakan bahwa “orang miskin dilarang mati, orang miskin di larang sakit, dan orang miskin dilarang sekolah”. Apa itu? Katanya Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi HAM, tapi saya rasa itu hanya menjadi formalitas saja, dimana yang seharusnya masyarakat memperoleh haknya sebagaimana di tuliskan dalam UUD 1945 bahwa Pendidikan adalah hak segala bangsa, oleh karena itu pemerintah berkewajiban menyediakan segala sarana dan prasarana yang di perlukan dalam proses pendidikan tersebut sebagai suatu konsekuensi,

Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, 1889 - 1959) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya, Namun sudah menjadi hukum alam ketika kita akan mencapai sebuah tujuan pastilah mengalami suatu kendala, seperti dalam hal ini untuk mencapai tujuan mulia pendidikan tersebut, faktor utama yang mengakari adalah kemiskinan serta ketidakmerataan dalam dunia pendidikan, dan faktor utama lainnya adalah mahalnya biaya pendidikan sehingga masyarakat miskin tidak bisa mengakes pendidikan dan hanya layaknya menjadi penonton dalam negerinya sendiri, kedua faktor tersebut sepertinya sudah menjadi trend yang sampai saat ini belum bisa di cari solusinya.

Persoalan kemiskinan di Indonesia sepertinya harus segera di tanggulangi agar cita-cita bangsa yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa bisa segera tercapai, namun ketika kita berbicara realita mungkin keadaan sekarang masih sangat jauh untuk menuju cita cita bangsa Indonesia tersebut. Kemiskinan sepertinya menjadi syarat bagi Negara berkembang seperti Indonesia, Sejarah Indonesia mencatat bahwa pada dua dekade keberhasilan pengurangan kemiskinan memperlihatkan keberhasilan yang cukup luar biasa yaitu turun dari 70 juta pada tahun 1970 menjadi hanya 23 juta pada tahun 1995 (S Remi dan  Tjiptoherijanto P, 2002).

Meskipun demikian ternyata pengentasan kemiskinan tidak berjalan dengan mulus, dapat di buktikan bahwa pada tahun 2005 angka kemiskinan di Indonesia tercatat sebanyak 35,1 juta jiwa dan penduduk hampir miskin 26,2 juta jiwa. Sedangkan jumlah pengangguran mencapai 40,4 juta orang. Dan Pada tahun 2007, BPS mengeluarkan data yang cukup kontroversial mengenai kemiskinan. Menurut BPS , jumlah penduduk dari tahun 2006 yang jumlahnya mencapai 39,30 menjadi 37,17 pada tahun 2007, Artinya usaha yang dilakukan pemerintah sedikit menuaikan hasil walaupun Cuma 1 % saja, dan sampai tahun 2013 ternyata penduduk miskin Indonesia masih berada pada jumlah 28,07 juta dengan jumlah yang demikian di rata-rata dengan penghasilan perkapita seperti yang dikatakan oleh Kepala BPS Suryamin di Jakarta, Senin, bahwa "jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2013 mencapai 28,07 juta orang, turun 520 ribu dibandingkan September 2012 yang tercatat 28,59 juta orang" (Antaranews.com, 1 Juli 2013), namun demikian tentunya masih jauh dari porsi cukup untuk mencapai cita cita bangsa Indonesia.dan tentunya akan menjadi masalah besar ketika kita tidak berusaha untuk menanggulanginya dan kemudian berpengaruh terhadap pembangunan pendidikan di Indonesia.

Ketika ada iklan layanan masyarakat yang di persembahkan oleh Departemen Pendidikan Nasional di berbagai media elektronik (televisi). Yang bunyinya kira-kira seperti ini Dana BOS Jangan Diselewengkan. Namun kenyataanya biaya sekolah masih mahal, penyelewengan dana BOS masih berjalan, seperti yang terjadi di Semarang Jawa Tengah, Depok Jawa Barat, Banten dan Jakarta pada tanggal 11 Juli 2007, para orang tua melakukan unjuk rasa memprotes tidak transparannya sistem penerimaan siswa baru dan mahalnya biaya masuk(Benni Setiawan, 2008).
Menurut data yang ditemukan (kompas.com 23 oktober 2013), SMA swasta di Jakarta Pusat mematok biaya minimal harga Rp 11.718.000, tingkat SMP juga tidak mau kalah, SMP Negeri di Depok mematok harga minimal Rp 2.650.000, sungguh angka yang fantastis, lalu bagaimana nasib rakyat miskin yang tidak bisa memenuhi administrasi tersebut? Untuk apa dana BOS dari anggaran 20% APBN dan APBD?

Lebih ironis lagi, sebagian orang “orang berduit” beranggapan bahwa dengan mengeluarkan uang banyak maka akan menghasilkan lulusan yang lebih baik, otomatis akan semakin menyayat hati masyarakat miskin yang tidak mampu membayar uang jutaan , jika sudah demikian maka yang akan terjadi adalah banyak anak-anak jalanan mencari recehan, dan kemudian menyumbang bertambahnya angka pengangguran di Indonesia. Sistem seperti apa ini? Aneh saja, seperti menggunakan system keturunan, yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin berjaya. Jika sudah demikian maka pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional sepertinya tidak serius dalam mengurus system pendidikan nasional.

Bisa dilihat dari beberapa fakta di atas bahwasannya pada saat sekarang ini system pendidikan di Indonesia dalam keadaan ironis, Masyarakat miskin yang mencapai 37,17 juta (pada tahun 2007) sekarang pada tahun 2013 sekitar 28,07 juta penduduk miskin (Antaranews.com, 1 juli 2013)  yang berkeinginan untuk sekolah harus menahan keinginannya terlebih dahulu, dan entah sampai kapan waktunya, padahal yang sudah kita ketahui bahwa pendidikan juga merupakan salah satu haknya ketika ia menjadi seorang warga Negara Indonesia. sehingga sekolah mahal merupakan suatu penindasan ataupun penjajahan karena sekolah hanya di peruntukan bagi orang-orang kaya saja, padahal sejatinya sekolah adalah tempat media pendidikan untuk menampung semua anak bangsa, sekolah bukan tempat bagi orang-orang kaya yang sudah terdidik, sekolah adalah milik semua masyarakat Indonesia, dengan begitu maka masyarakat dari golongan manapun bukan menjadi suatu masalah, justru mereka lah yang akan menjadi tonggak perubahan bangsa.

Permasalahan lain adalah ketika cita-cita mulia yang sesuai dengan amanah UUD 1945 yaitu wajar 12 tahun belum terealisasikan secara maksimal sepertinya aneh saja ketika program wajar 9 tahun saja belum terealisasikan secara maksimal “di beberapa daerah” walaupun beberapa daerah seperti Jawa Timur mengaku wajar 9 tahun sudah tuntas, pertanyaannya adalah bagaimana menengahi dan mencari solusi agar rencana wajar 12 tahun ini dapat terealisasikan secara menyeluruh tanpa membebani terlalu berat masyarakat miskin, UUD 1945 telah mengamanahkan untuk memberikan porsi lebih kepada pendidikan dalam pembiayaan dari APBN dan APBD sekurang-kurangnya 20 % , namun justru pada tahun 2008 hanya diterapkna Rp 48,3 trilyun saja dari total anggaran pemerintah yang sebesar Rp 836 trilyun, itu artinya pemerintah hanya merealisasikan dana sebesar 5,7 % saja (Benni Setiawan, 2008).

Dalam konteks ini seharusnya pemerintah lebih peduli terhadap pendidikan bangsa karena pendidikan adalah pintu menuju kesejahteraan, pendidikan juga dapat mengentaskan manusia dari kebodohan dan ketidakadilan, sehingga sudah tidak ada lagi system keturunan karena setidaknya mereka memperoleh pendidikan yang dapat di gunakan sebagai bekal untuk mencari pekerjaan, sesuai survai bahwa orang yang berpendidikan akan memperoleh posisi pekerjaan yang lebih tinggi.



II.            Pendidikan yang semakin mahal dan semakin menjadi beban.
Memang terasa sekali pendidikan itu mahal sekarang. Lebih ironis lagi ketika uang pendidikan terasa tinggi, hasilnya atau mutunya atau kualitasnya sama saja, bahkan menurun. Disamping itu, jika kita telaah secara keseluruhan semua bahan-bahan pendidikan maupun bahan makanan juga mahal, dan pengangguran juga semakin banyak. Sebenarnya kenapa dan apa yang jadi masalah? Berbicara masalah mengapa biaya pendidikan mahal? Mungkin menjadi masalah yang sangat ruwet, dan tidak akan pernah ada habisnya, buktinya menjelang 100 tahun kemerdekaan RI pun masih saja terjadi hal yang demikian, padahal subsidi BBM telah di lakukan untuk pendidikan, Dana BOS di galangkan,UU pun sudah di buat, Pendidikan wajar 9 tahun bahkan 12 tahun sudah mulai di realisasikan di beberapa daerah, namun tetap saja pendidikan di Indonesia masih memperoleh title Mahal dibandingkan dengan Negara-negara lainnya, walaupun anggaran APBN sudah di perbanyak untuk alokasi biaya pendidikan, sepertinya memang ada something wrong di dalam penyelenggaraan pendidikan Indonesia,  bisa dari pihak pemerintah maupun pihak sekolah.
           
ketika kita berbicara anggaran 20 % dari APBN untuk pendidikan, maka ada suatu kesalahan yang terjadi di dalam penyelenggaraan pendidikan oleh sekolah, entah adanya korupsi yang dilakukan pihak sekolah, atau apalah yang sejenisnya yang itu hanya menjadi rahasia sekolah, Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Menurut Yanti Mukhtar dalam (Benni Setiawan, 2008) menilai bahwa “dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar”

Mendukung pendapat diatas, seperti masih menggunakan system liberalisme dimana sekolah mempunyai otonomi yang sebesar besarnya untuk menentukan sendiri biaya pendidikan, tentu saja sekolah akan mematok biaya yang setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu, akibatnya akses rakyat untuk menikmati pendidikan berkurang karena terbatasi dengan status sosial antara yang miskin dan yang kaya. namun menjadi masalah baru ketika masyarakat tidak memiliki kesadaran untuk bersekolah, jika demikian berapapun biaya untuk sekolah warga akan tetap menganggap mahal, jadi antara pemerintah dan masyarakat harus sinkrons dan sama-sama memiliki kesadaran betapa pentingnya pendidikan.

Jadi kesimpulannya dirasa biaya pendidikan memang mahal atau relative dirasa mahal Karena ada KKN, banyak pungutan-pungutan lainnya, Karena pendapatan masyarakat/keluarga yang rendah, Kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga Mutu/kualitas lulusan semakin menurun

III.            Pendidikan Mahal dan kualitas manusia suatu bangsa
Hal yang mustahil jika suatu permasalahan tidak menyebabkan efek ataupun dampak, baik bagi pendidikan itu sendiri maupun bagi subjek serta objek yang berperan di balik pendidikan yang sedang berlangsung Ketika kita membicarakan tentang suatu dampak, maka sesungguhnya kita sedang berbicara tentang suatu cakupan yang luas, menyeluruh dan umum. Mahalnya pendidikan di Indonesia di sadari atau tidak akan menambah kemiskinan di Negara miskin ini, beberapa dampak mahalnya pendidikan di Indonesia seperti melemahnya sumber daya manusia, Melemahnya Taraf ekonomi masyarakat, buta aksara yang semakin meningkat, dan hal yang demikian akan semakin leluasa meningkat jika tidak ada kesadaran serta penanganan yang serius mengenai hal tersebut.

Kualitas Sumber Daya Manusia merupakan suatu komponen yang sangat berperan dalam upaya membuat Indonesia menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang, mahalnya pendidikan membuat sebagian masyarakat menjadi enggan untuk menyekolahkan anaknya, padahal pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia, dalam kaitannya dengan hal ini, sekarang kita lihat saja bagaimana keadaan masyarakat Indonesia saat ini, kualitas pendidikan yang rendah sangat mempengaruhi kualitas sekaligus kuantitas manusianya, dan hal itu memang terjadi di Negara kita, dapat dilihat datanya dari UNESCO tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. (S Remi dan  Tjiptoherijanto P, 2002)

Masalah yang paling vital dibalik rendahnya mutu pendidikan Indonesia adalah masalah teknis penyelenggaraan system pendidikan salah satunya adalah mahalnya pendidikan sehingga pendidikan tidak dapat di akses oleh masyarakat miskin, dan sepertinya hal yang seperti itu akan selalu berkesinambungan dengan jumlah pengangguran di Indonesia, menurut data BPS 2007 dalam (Benni Setiawan, 2008) jumlah pengangguran Indonesia mencapai 10,55 juta dari 37,7 penduduk Indonesia, merupakan jumlah yang tidak kecil, jika kita lihat data alokasi APBN untuk pendidikan sepertinya pemerintah sudah melalaikan kewajibannya untuk melaksanakan amanah UUD 1945, namun demikian walaupun dana dari pemerintah pusat kurang, setidaknya ada anggaran dari daerah yang dapat membantu untuk mengalokasikan dana APBD untuk pendidikan sebesar 20%, masyarakat pun harus saling bahu membahu dalam mewujudkan cita cita bangsa. Karena bagaimanapun pendidikan merupakan kebutuhan bersama dan merupakan proses yang sangat penting bahkan teramat penting bagi setiap insan sepanjang hayatnya, bukan karena tuntutan semata, namun berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia,

pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas, potensi serta kemampuan seseorang, dan tentunya akan selalu berkaitan dengan kualitas suatu Negara di masa yang akan datang, karena kemajuan dibidang pendidikan juga menjadi salah satu syarat menjadi Negara maju. Dengan pendidikan mahal yang akhirnya menurunkan minat masyarakat yang sebelumnya memiliki cita-cita untuk Indonesia, sehingga menurunkan kualitas dan potensi suatu bangsa, termasuk moral dan etika masyarakat.

IV.            Pengaruh sosial ekonomi terhadap pembangunan bangsa
Menurut Jones dan tyler dalam (I Lubis, 2012) bahwa pendidikan sangat berpengaruh dengan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, katakanlah ketika seseorang memiliki produktivitas pekerjaan yang tinggi, maka secara otomatis akan membantu meningkatkan pendapatanan Negara, sehingga taraf ekonomi masyarakat Indonesia akan tinggi, namun akan menjadi cerita yang berbeda ketika manusianya hanya memperoleh pendidikan formal sampai SD/SMP, pastinya mereka yang tamatan SD/SMP akan memiliki potensi yang berbeda dengan mereka yang memperoleh pendidikan sampai Perguruan Tinggi misalnya, kesadaran akan rasa nasionalis nya pun akan lebih kuat, karena secara konteks bahwasannya pendidikan itu adalah proses sepanjang hayat, jadi ketika seseorang lebih lama dalam memperoleh pendidikan, maka tingkah laku, produktivitas dan kontribusinya bagi Negara pun akan lebih besar.

 Pranata ekonomi Indonesia juga membutuhkan seseorang yang terdidik dan terlatih untuk membantu menata perekonomian bangsa, jadi bagaimana akan menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan ekonomi Indonesia, sedangkan alokasi dana yang di berikan pun telah melanggar dari yang seharusnya ada di UUD 1945, program mulia, wajar 12 tahun masih belum maksimal, hanya beberapa daerah saja yang mampu mengakomodasikan program tersebut, mau dibawa kemana bangsa kita? Kita lihat di Jepang sana, para generasi muda sudah mulai menyusun bagaimana menciptakan suatu teknologi yang lebih canggih, sedangkan di Indonesia, karena minimnya pendidikan, kita masih sibuk bagaimana menggunakan teknologi tersebut, Pendidikan memang memegang peran yang sangat penting.

Telah di jelaskan oleh bapak Edi Subkhan, salah satu dosen Universitas Negeri Semarang, dalam mata kuliah Sistem Pendidikan Nasinal, bahwasannya yang berkepentingan dalam pendidikan adalah pemerintah, masyarakat, dan Industri, jadi dalam konsep ini pendidikan memegang peran yang tinggi dalam menciptakan tenaga kerja yang mempunyai produktivitas tinggi, jadi ketika pendidikan lebih khususnya sekolah tidak bisa menciptakan output yang trampil, berpotensi, terlatih, dan terdidik maka industry pun kebingungan mencari tenaga kerja yang memiliki produkivitas tinggi, sehingga itu pun berdampak bagi pendapatan Negara yang selanjutnya menyebabkna taraf perekonomian Indonesia menurun.

Selain itu minimnya sarana prasarana yang ada di sekolah juga menjadi sesuatu yang menarik, Di beberapa SMK seperti SMK N 1 Kebumen misalnya, sekolah yang sebenarnya di seting untuk mempersiapkan tenaga kerja ternyata sistem yang di gunakan masih kurang maksimal, kurangnya ketrampilan guru berdampak pada sistem pengajarannya, terlalu banyak mempelajari teori, kurangnya fasilitas yang memadai juga berpengaruh terhadap proses pembelajaran sehingga kesiapan secara potensi dan ketrampilan belum cukup memadai untuk memasuki dunia kerja, fakta yang demikian ternyata tidak sesuai dengan salah satu misi SMK itu sendiri yaitu Menghasilkan tamatan yang memiliki kompetensi tinggi, mampu bersaing di pasar tenaga kerja nasional dan internasional.

Dengan adanya hal tersebut, maka seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sekaligus menjalankan tugasnya untuk membantu menyediakan fasilitas bagi sekolah, dan pelatihan-pelatihan bagi guru, sehingga mereka pun akan menjalankan fungsinya secara maksimal. Dan misinya pun tidak hanya sekedar menjadi pajangan belaka.
Pendidikan merupakan aset bangsa yang harus di selamatkan, oleh karena itu pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya tugas pemerintah, namun segenap warga Indonesia juga harus dan wajib ikut serta dalam menciptakan tatanan pendidikan yang mendidik sebagai amanah kemanusiaan, beberapa kasus seperti buta aksara masih banyak di temui di beberapa daerah, sehingga masih terjadi penipuan di kalangan bawah dan itu menyebabkan meningkatnya angka kriminalitas Indonesia, yang lebih miris adalah masih terjadinya penjualan perempuan dan anak ke luar negeri, siapa mereka? Kebanyakan adalah orang-orang dari kalangan miskin yang memiliki pendidikan rendah, bahkan SD pun tidak tamat, hal yang demikian mengapa bisa terjadi?

Ada banyak faktor yang terkait di dalamnya dan salah satunya adalah faktor teknis yaitu mahalnya biaya pendidikan, mahalnya biaya pendidikan telah merenggut hak mereka sebagai warga Negara, artinya karena mereka terlahir dalam kemiskinan sehingga mereka tidak dapat menikmati haknya, pendidikan salah satunya. Padahal sudah di buat UU tentang alokasi dana pendidikan dari APBN  sebesar 20%, namun yang kita lihat belum demikian, Mereka hanya di jadikan alasan bagi pemerintah agar memperoleh kucuran dana dari beberapa pihak, namun nyatanya dana tersebut tidak sampai ketangan mereka, namun begitu, masih ada beberapa daerah yang patut kita contoh misalnya yang dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) Kabupaten Jembrana Bali, meskipun pendapatan daerah tersebut tergolong masih kecil, yaitu 14 milyar dan APBD sebesar 400 milyar, namun pemerintah mampu memberikan pelayanan secara maksimal kepada masyarakat, berupa pendidikan gratis hingga sekolah menengah atas (SMA), bahkan perguruan tinggi, yaitu dengan memberikan subsidi pendidikan sebesar Rp 750.000 per bulan (Benni Setiawan, 2008). Mungkin hanya daerah daerah yang istimewa yang sudah mampu melaksankan amanah dari UUD 1945, bahkan hanya beberapa saja.
Kemiskinan serta mahalnya biaya pendidikan merupakan penyumbang alasan terbesar meningkatnya buta aksara di Indonesia, mampukah kita keluar dari masalah yang sangat kompleks tersebut, mampukah Millenium Development Goal (MDGs) mencapai tujuannya yaitu menghapus tingkat kemiskinan dan kelaparan serta mencapai pendidikan dasar secara universal pada tahun 2015? Merupakan tantangan yang berat di tengah permasalahan yang sedang terjadi, selain pemerintah, harus ada komponen lain yang ikut berperan untuk memberantas buta aksara di Indonesia.
Salah satunya adalah peranan masyarakat dan orang-orang yang sudah terdidik dan terlatih, sebagai contoh di suatu daerah ada seseorang yang pergi menuntut ilmu kekota, namun setelah lulus dan mendapat ilmu serta gelar sarjana, dia justru tetap di kota tersebut bahkan terkadang pindah ke kota lain untuk mencari pekerjaan, guru misalnya, padahal di daerahnya sendiri pun masih kekurangan tenaga guru dan tenaga kesehatan seperti dokter, hal yang seperti itu justru yang juga harus di perhatikan, setelah di lakukan  observasi langsung, ternyata kebanyakan dari para alumnus itu merasa bosan dengan tempat tinggalnya dan enggan untuk tetap tinggal di daerah asalnya,mereka lebih suka dengan suasana kota yang justru sudah di penuhi dengan orang orang yang sudah melek aksara, sehingga besar kemungkinan akan terjadi ketidakseimbangan yaitu di kota semakin banyak orang berpendidikan berebut mencari pekerjaan, justru di pedesaan kekurangan tenaga yang demikian , seharusnya mereka lah yang merubah suasana pedesaan menjadi lebih baik dalam segala bidang sekaligus membangun daerah mereka sendiri dengan bekal potensi yang sudah dimiliki, sehingga akan terjadi kesinambungan dan kebermanfaatan tentang ilmu yang di peroleh, namun jika hal yang demikian masih dilakukan maka tidak sedikit kemungkinan akan menambah angka pengangguran terdidik, jadi harus ada kesadaran oleh semua komponen pemerintah dan masyarakat agar angka buta aksara ini dapat terkurangi sehingga tidak menjadi penyakit sosial yang akan menjadi lebih buruk di masa yang akan datang.
V.            Bagaimana cara menanggulangi kemiskinan agar masyarakat dapat merambah pendidikan lebih tinggi sekaligus merata?
Besar kecilnya subsidi pemerintah, mungkin itulah faktor utama yang meyebabkan mahal tidaknya biaya pendidikan yang harus di bayarkan orangtua / masyarakat, seharusnya kita berkaca dengan jepang dan Australia, karena mereka mampu membuat pendidikan tidak mahal, Negara tersebut menggunakan sistem CBE (Community-Based Education), yaitu melibatkan semua masyarakat seperti pengusaha, orang berduit, tokoh masyarakat untuk upaya pendidikan untuk dimintai gagasan, ide dan terutama adalah biaya, sehingga akan banyak membantu dalam meningkatkan pembangunan pendidikan.

Sebenarnya pemerintah sudah banyak melakukan usaha untuk menjadikan pendidikan tidak mahal, seperti subsidi untuk pendidikan, peningkatan biaya APBN untuk alokasi pendidikan sebanyak 20%, dan membangkitkan partisipasi masyarakat. Dalam Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas disebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Ketentuan semacam ini juga ada dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 (Benni Setiawan, 2008). Sayangnya pemerintah masih belum konsisten terhadap kebijakan yang telah di buatnya, sepertinya memang dibutuhkan parlemen yang pro dengan pendidikan.

Parlemen di Indonesia lebih nyatanya lebih mementingkan aku ketimbang kita, Hal ini tampak pada pemberian tunjangan rumah dinas bagi anggota DPR, sebagai pengganti karena rumah dinas mereka sedang di renovasi, sebelumnya DPR juga berencana akan memperbaiki gedung DPR karena usianya yang sudah tua, dan perlu di lengkapi dengan sarana yang lebih baik, contohnya WC yang bersih dan asri. Anggaran yang di ajukan sebesar 40 miliar, merupakan angka yang cukup besar, dan Ironisnya banyak sekolah di Indonesia yang sudah tidak layak dan hampir roboh yang dapat mencelakai keselamatan peserta didik dibiarkan begitu saja, bahkan anggota dewanpun tidak memiliki empati terhadap keadaan yang demikian, mereka lebih mempedulikan keindahan dan kenyamanan gedungnya sendiri di banding dengan sekolah sebagai sarana pokok untuk proses pembelajaran. Belum hilang dari ingatan tentang jumlah SD di Kabupaten klaten yang rusak akibat gempa mencapai 841 sekolah, sampai sekarang yang dibangun baru sejumlah 627, sisanya belum mendapatkan perhatian dari pemerintah (I Lubis, 2012).

Melihat hal yang demikian sama artinya rakyat Indonesia dibiarkan bodoh dengan kondisi yang sebodoh-bodohnya, karena sekolah mereka pun sudah roboh beberapa tahun yang lalu. Lebih lanjut di desa desa seperi desa kaligowong, kec wadaslintang kab wonosobo ada beberapa guru paud yang sudah tidak mau lagi mengajar, mereka sudah tidak mau lagi hidup dibawah garis kemiskinan, guru-guru terpaksa menjadi buruh di kota-kota besar, karena gaji gurupun sudah tidak cukup untuk makan sehari-hari. Baik dana APBN maupun APBD tidak sampai ditangan mereka, kalaupun ada dana tersebut sudah tinggal 40 bahkan 30 persen dari anggaran asli, kita membutuhkan wakil rakyat yang mempunyai empati terhadap keadaan bangsa, yang merasa malu karena anak bangsanya yang masih bodoh, bukan mereka yang malah berlomba-lomba mempercantik gedungnya demi kenyamanan mereka pribadi.

Usaha yang telah dilakukan pemerinah kemudian, Dalam Pasal 56 ayat (2) dan (3) dijamin eksistensi dan perlunya dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah untuk membantu sekolah, termasuk mengatasi mahalnya pendidikan bagi rakyat banyak, tapi untuk yang kesekian kalinya, pemerintah tidak konsekuensi dengan konsep apa yang telah dibuatnya (I Lubis, 2012).
.
Ketika APBN sudah tidak bisa di andalkan lagi maka pemerintah daerah seharusnya juga ikut mengalokasikan dari pendapatan daerah untuk alokasi pendidikan.

            Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Oleh karena itu, kemiskinan wajib untuk ditanggulangi, sebab jika tidak tertanggulangi akan dapat mengganggu pembanguan nasional.

Kendati kemiskinan menjadi isu yang sangat sentral, mulai tahun 90an, berbagai usahapun telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 90an untuk mengentas kemiskinan di Indonesia seperti inpres desa tertinggal (IDT), Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra),dan kredit keluarga sejahtera (kukesra), Beberapa program yang tengah digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antara lain dengan memfokuskan arah pembangunan pada tahun 2008 pada pengentasan kemiskinan. Fokus program tersebut meliputi 5 hal antara lain pertama menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok, kedua mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin, ketiga menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat, keempat meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar; dan kelima membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin (Muhamad Hambali, 2008)

Dari 5 fokus program pemerintah tersebut, penulis berharap jumlah rakyat miskin yang ada dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit. Beberapa langkah teknis yang sedang dengan gencarnya dilakukan oleh pemerintah terkait 5 program tersebut antara lain adalah Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok (Muhamad Hambali, 2008).

Fokus program ini bertujuan menjamin daya beli masyarakat miskin/keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama beras dan kebutuhan pokok utama selain beras, sehingga tidak akan terjadi lagi yang namanya busung lapar dan gizi buruk, keadaan pasar pun akan aman terkendali serta mengurangi adanya system liberalis oleh para pencari untung. Kemudian Menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat. tujuannya untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin, jadi potensi-potensi yang dimiliki rakyat miskin akan tersalurkan dan menguntungkan, dan akhirnya meminimalisir pengangguran.

Selanjutnya adalah Program yang berkaitan dengan Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar. Fokus program ini bertujuan untuk meningkatkan akses penduduk miskin memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan prasarana dasar, karena sesungguhnya mereka adalah bangsa Indonesia yang memiliki hak serta cita-cita yang sama, yang telah familiar berkaitan dengan program ini adalah program jamkesmas, sekolah gratis, dan lain-lain. selanjutnya adalah Membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin. Yang tujuan utamanya adalah melindungi penduduk miskin dari kemungkinan ketidakmampuan menghadapi guncangan sosial dan ekonomi. Sehingga rakyat miskin pun akan merasa aman, nyaman dan tentram.

Selain itu pemerintah juga sedang gencarnya menggerakkan sektor real melalui sektor UMKM. beberapa kebijakan yang menyangkut sektor ini seperti program KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat). Upaya strategis yang dapat dilakukan dalam rangka pemberdayaan UMKM antara lain, pertama, menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan UMKM meliputi regulasi dan perlindungan usaha. Kedua menciptakan sistem penjaminan bagi usaha mikro. Ketiga menyediakan bantuan teknis berupa pendampingan dan bantuan menejerial. Keempat memperbesar akses perkreditan pada lembaga keuangan. Dengan empat langkah tersebut, maka sektor UMKM akan lebih bergerak yang pada akhirnya akan berakibat pada pengurangan angka kemiskinan. (kompasiana.com 2 Oktober 2013).

sehingga dengan seiring berjalannya waktu pendidikan di Indonesia akan lebih meningkat, karena adanya usaha-usaha dari pemerintah “jika KKN sudah mati”. Namun kita patut optimis bahwa usaha-usaha yang demikian akan menunjukan hasil yang diharapkan, yang akan dibarengi dengan pergeseran pemerataan pendidikan bagi warga yang kurang mampu karena mereka sudah memiliki usaha.

VI.            Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa Pendidikan mahal ternyata dapat menyebabkan berbagai penyakit sosial di masyarakat  yang justru akan menghancurkan serta mengendorkan stabilitas dan pembangunan nasional. Ketika pendidikan mahal tidak segera di tanggulangi maka warga miskin akan semakin menjerit demi hak yang sudah seharusnya di dapatkan. Sungguh bukan pemandangan yang lucu jika para wakil rakyat duduk di gedung yang megah, indah dan nyaman sedangkan pendidikan di negaranya sendiri tidak di hiraukan, pendidikan mahal memang di sebabkan oleh beberapa faktor yang seharusnya membutuhkan konsistensi dari pemerintah serta masyarakat yang ada di dalamnya, dalam hal ini kemiskinan juga menjadikan faktor yang cukup besar kenapa pendidikan dirasa mahal .

Sehingga pementasan kemiskinan harus dimulai dari pembenahan diri, lembaga, bahkan personalia, bila memang diperlukan, karena jumlah penduduk miskin bukan sekadar angka-angka yang tidak bernilai, tetapi berhubungan dengan manusia yang mempunyai harga diri keluarga, masa depan, dan terlebih-lebih harapan.

Manusia bukan benda mati yang hanya bisa di prediksikan melalui angka-angka. Mereka juga mempunyai hak dan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan sarana aktualisasi diri, kita harus bersama-sama bahu-membahu dalam mewujudkan pendidikan yang tidak berpetak-petak namun pendidikan untuk semua. Jadi sudah bukan jamannya lagi saling menyalahkan terhadap suatu kebijakan yang gagal, namun saling mendukung dan mematuhi, menjalankan, sekaligus memperbaiki berbagai kebijakan yang masih belum maksimal menuju Indonesia sejahtera.




Daftar Pustaka

Atmania Melda. 2012 (02 Oktober). Upaya Pemerintah Mengatasi Masalah Kemiskinan. Kompasiana.com

Hambali, M. 2008. Upaya penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan sektor UMKM. Diunduh di http://marx83.wordpress.com/2008/07/05/upaya-penanggulangan-kemiskinan/  tanggal 27 Oktober 2013

Kompas online. 2012. Indonesia Masuk Kedalam Urutan Ke-68 Negara Termiskin di Dunia. Diunduh di http://forum.kompas.com/internasional/210429-indonesia-masuk-kedalam-urutan-ke-68-negara-termiskin-di-dunia.html

Remi, S.S., Tjiptoherijanto, P. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia. Jakarta: PT Rineke Cipta.
Satyagraha. 2013 (01 juli). Menurut BPS penduduk miskin Indonesia 28,07 juta jiwa. Antaranews.com.
Setiawan, B. 2008. Agenda Pendidikan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar