Oleh Alfi
Setiani
Jurusan
kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Pendidikan pada dasarnya merupakan landasan
atau fondasi kemajuan dari sebuah negara. Pendidikan merupakan hak dari seluruh
anak di Indonesia, namun tidak semua anak bisa mendapatkan haknya tersebut. Ada
beberapa faktor yang melatarbelakangi masalah tersebut misalnya saja untuk
faktor internal berasal dari dalam diri anak sendiri yang tidak menginginkanya
suatu pendidikan. Kemudian faktor eksternal yaitu faktor dari ligkunganya,
seperti keluarga yang kurang perhatian atau ketidakharmonisan dalam keluarga,serta
kurangnya fasilitas dan sarana prasarana yang mendukung untuk pembelajaran. Putus sekolah juga membawa
beberapa akibat yang merugikan, seperti kenakalan remaja, pengangguran,
minimnya wawasan dan masalah-masalah sosial yang lainya. Putus sekolah
merupakan masalah pendidikan di negeri ini yang belum bisa dituntaskan sampai
sekarang, perlu suatu kebijakan atau solusi yang tepat serta peran dari
pemerintah dan setiap elemen masyarakat untuk memerangi permasalahan yang masih
mengambang ini, optimalisasi kejar paket dan sekolah terbuka yang sudah dilaksanakan
pemerintah diharapkan dapat meminimalkan angka putus sekolah yang masi tinggi,
kemudian perlu lagi dioptimalkan pemberian fasilitas dan pra sarana yang
mendukung untuk proses belajar mengajar seperti halnya pembangunan gedung
sekolah serta akses menuju sekolah yang layak, selain itu mengubah mindset,
misalnya saja dengan sosialisasi untuk masyarakat yang masih menganggap sekolah
kurang penting sangat diperlukan, biasanya masyarakat seperti ini ditemui pada
daerah pedesaan dan daerah-daerah yang masih terpencil.
Kata kunci : Pendidikan; Putus sekolah; Faktor-Faktor;
Akibat; Solusi
1. Pendahuluan
Sering kita jumpai dijalanan
banyak anak-anak yang masih dibawah umur sudah mencari nafkah, misalnya saja
menjadi pengamen, pengemis, pemulung, gelandangan dan masih banyak lagi. Tentu
saja hal itu membuat prihatin bagi setiap orang yang melihatnya, terlebih pada
usia-usia seperti mereka seharusnya sedang asyik menikmati masa anak-anaknya,
bermain bersama teman sebayanya dan merasakan bangku sekolah. Di tengah
masyarakat lain sedang berlomba untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, namun
di sisi lain ada masyarakat yang tidak dapat bersekolah, bahkan mencari uang
untuk sesuap nasi saja sulit. Sugguh kenyataan yang ironis ditengah usaha
pemerintah untuk memajukan pendidikan di negeri ini. Pendidikan merupakan
kebutuhan yang sangat primer yang dibutuhkan oleh semua orang, pendidikan
adalah wadah untuk membentuk generasi Indonesia yang dibutuhkan di masa
mendatang, melalui pendidikan juga karakter suatu bangsa itu bisa terbentuk. (Syafaruddin
dan Anzizhan, 2004:1) mengatakan :
Pendidikan sebagai salah satu kunci penting dalam
proses perkembangan untuk memajukan suatu bangsa dapat dikatakan demikian
manakala tingkat pendidikan suatu negara dikatakan tinggi, setidaknya peradaban
dan pola pikir masyarakat di Negara tersebut haruslah tinggi pula.
Keberhasilan suatu Negara banyak
tergantung pada kemajuan tingkat pendidikanya, di Indonesia sendiri banyak
dijumpai berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan, misalnya saja
adalah putus sekolah. Permasalahan putus sekolah ini masih belum bisa dituntaskan
secara maksimal, pendidikan merupakan hak dari anak dan adanya putus sekolah
merupakan jurang yang menghambat anak untuk mendapatkan haknya. Program yang
dijalankan pemerintah seperti wajib belajar 9 tahun pun belum cukup membantu
untuk menekan tingginya angka anak putus sekolah. Dalam UUD 1945 pasal 28 C dinyatakan
bahwa :
setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya,berhak mendapat pendidikan dan mendapatkan manfaat
dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Putus
sekolah merupakan masalah yang cukup serius di negeri ini, ada dua faktor yang
melatarbelakangi kasus ini yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Untuk
faktor internal berasal dari dalam diri anak itu sendiri, misalnya saja keenggananya
dalam belajar atau menerima pelajaran, bisa juga faktor-faktor psikologis dari diri
anak tersebut. Faktor eksternal disini berkaitan dari luar diri anak, misanya
saja berkaitan dengan lingkunganya, keluarganya, ekonomi dan fasilitas serta
sarana dan prasarana pendukung kegiatan belajar mengajar (lihat eonyhuh.blogspot.com,
2013).
Menurut saya faktor yang paling dominan adalah karena kemiskinan,
karena faktor yang satu ini sebagian masyarakat memilih untuk tidak
menyekolahkan anaknya dan terpaksa memilih mengajak anaknya bekerja untuk
membantu kedua orang tuanya. Kemiskinan yang dikarenakan rendahnya pendidikan orang
tua dan rendahnya pengetahuan akan pentingnya pendidikan menjadikan sebagian
masyarakat di negeri ini menjadikan pendidikan di sekolah formal sebagai
kebutuhan sekunder. Kemudian akibat yang ditimbulkan dari permasalahan putus
sekolah ini juga beragam, seperti kenakalan remaja, pengangguran dan lain-lain.
Iskandar Irwan Hokum Sekretaris
Jenderal Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) mengungkapakan “Indonesia berada di
peringkat 69 dari 127 negara dalam Education Development Index”. Sementara,
laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang
putus sekolah. Bahkan pada tahun 2010 usia sekolah yakni 7-15 tahun yang
terancam putus sekolah sebanyak 1,3 juta (lihat citizenjurnalism.com, 2013). Sedangkan
menurut data BPS tahun 2013, rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7–12
tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13–15 tahun sebanyak 2,21
persen, atau 209.976 anak; dan usia 16–18 tahun semakin tinggi hingga 3,14
persen atau 223.676 anak. Provinsi
terbanyak siswa putus sekolah usia 7–12 tahun dan 13–15 tahun adalah Jawa Barat
hingga masing-masing 32.423 anak dan 47.198 anak. Pada usia 16–18 tahun,
distribusi putus sekolah terbanyak di Provinsi Jawa Timur mencapai 35.546 anak (lihat
di SHNEWS.com, 2013).
Kemudian Angka partisipasi Sekolah (APS), ratio penduduk yang
bersekolah berdasarkan kelompok usia sekolah masih belum sesuai yang
diharapkan. Susenas 2010 menunjukan bahwa APS untuk penduduk usia 7–12 tahun
sudah mencapai 96,4% , namun APS penduduk usia 13-15 tahun baru mencapai 81%,
Angka tersebut mengindikasikan bahwa masih terdapat sekitar 19% anak usia 13-15
tahun yang tidak bersekolah maupun karena putus sekolah atau tidak melanjutkan
ke jenjang yang lebih tinggi. Data Susenas mengungkapkan bahwa faktor ekonomi
merupakan alasan utama anak putus sekolah tidak melanjutkan pendidikan (75,7%),
karena kebutuhan siswa jauh lebih besar dibandingkan dengan iuran sekolah
(lihat di ekonugroho45.blogspot.com,
2012) .
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Mohammad Nuh, Senin 11 Februari 2013 di Banjarmasin menjelaskan, pada tahun
2007, dari 100 persen anak-anak yang masuk SD, yang melanjutkan sekolah hingga
lulus hanya 80 persen, sedangkan 20 persen lainnya putus sekolah. Dari 80
persen yang lulus SD, hanya sekitar 61 persen yang melanjutkan ke SMP maupun
sekolah setingkat lainnya. Kemudian dari jumlah tersebut, yang sekolah hingga
lulus hanya sekitar 48 persen. Sementara itu, dari 48 persen tersebut, yang
melanjutkan ke SMA tinggal 21 persen dan berhasil lulus hanya sekitar 10
persen. Sedangkan yang melanjutkan ke perguruan tinggi hanya sekitar 1,4 persen
(lihat di jurnas.com, 2013).
Sungguh prihatin
melihat data-data tersebut, ditengah era ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin berkembang, masih ada masyarakat kita yang belum bisa mengenyam
pendidikan. Berbagai upaya pemerintah dilakukan untuk penuntasan permasalahan
putus sekolah ini, namun masih ada oknum-oknum yang nakal yang pandai
memanfaatkan situasi yaitu para koruptor. Menurut data Indonesia Corruption
Watch (ICW) ada 296 kasus korupsi pada dunia pendidikan dengan 479 orang
tersangka yang terjadi mulai dari 2003-2013. Kerugian keuangan negara
diperkirakan mencapai Rp 619 miliar lantaran korupsi. Kasus korupsi Diantaranya
dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) (lihat di republika.co.id, 2013) .
Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat
sangat diperlukan dalam pemberantasan kasus putus sekolah ini. Diharapkan
pendidikan di Indonesia untuk kedepanya dapat lebih maju, serta dapat menghasilkan
bibit-bibit unggul generasi muda di masa depan. Selain itu dengan kemajuan
pendidikan diharapkan Indonesia bisa mendongkrak eksistensinya di kancah
internasional sebagai Negara yang memiliki sistem pendidikan yang maju. Serta
diharapkan pemerintah dapat memperjuangkan hak anak yaitu memperoleh suatu
pendidikan, akan sungguh indah melihat senyum anak Indonesia yang kembali
merekah ketika mereka mendapatkan haknya.
2.
Fenomena Putus
Sekolah
Fenomena putus sekolah sangat
mudah dijumpai dimana saja, terlebih dipedesaan yang masyarakatnya masih
tradisional. Sering kita jumpai anak-anak gelandangan yang tidak mengenal apa
itu pendidikan, ada juga kita jumpai anak-anak yang sekolah di bawah jembatan
karena terkendala fasilitas akhirnya tidak bisa berjalan. Indonesia memang
sudah dikatakan merdeka, namun dimata mereka belum bisa merdeka mendapatkan hak
apa yang seharusnya mereka miliki yaitu pendidikan. Drop out karena kurang biaya kemudian membantu orang tua diladang,
dilaut, dan lain-lain itu lah fenomena yang terjadi, ditengah banyaknya berita
mengenai korupsi di negeri ini. Setiap orang tentunya memiliki kehidupan yang
didambakanya, termasuk menikmati pendidikan merupakan dambaan setiap orang yang
belum beruntung untuk mendapatkanya. Pendidikan menurut UU No.20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional :
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pengertian diatas,
pendidikan dikatakan sebagai wadah untuk menggali potensi dari diri anak. Kemudian
masih dalam UU No. 20 Tahun 2003 disebutkan :
Setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Tentu saja dalam hal ini bermakna
bahwa pendidikan merupakan hak setiap orang. Putus sekolah merupakan keadaan
dimana anak tidak bisa melanjutkan pendidikan atau tidak bisa mengenyam
pendidikan secara layak. ada berbagai faktor yang melatarbelakangi kasus ini,
seperti yang sudah disebutkan diatas yaitu ada faktor internal dan faktor
eksternal.
3.
Faktor Penyebab
Putus Sekolah
Faktor internal merupakan faktor
yang datangnya berasal dari diri anak itu sendiri, seperti anak yang malas
berangkat sekolah karena tidak memiliki minat dalam pendidikan. Hal ini karena
faktor lingkungan yang mempengaruhi anak tersebut, misalnya saja karena malas
belajar karena kebanyakan main game
dan menonton tv, desakan pergaulan, pola pikir anak yang menganggap pendidikan
tidak penting kemudian rasa minder karena anak tidak bisa bersosialisasi dengan
teman sebayanya dan kesenjangan ekonomi kemudian keadaan lingkungan sperti
keluarganya yang kurang memotivasi anak untuk sekolah yang menjadi penyebab
anak enggan ke sekolah (lihat eonyhuh.blogspot.com,
2013).
Faktor eksternal
yang pertama dan merupakan faktor paling besar pengaruhnya adalah faktor
ekonomi. Biaya pendidikan yang cukup mahal dirasakan tidak mampu untuk mereka menyekolahkan
anak-anaknya, berbagai bantuan beasiswa seperti BOS dan BSM pun belum cukup
membantu. Hasilnya banyak orang tua yang menyuruh anaknya untuk mencari nafkah
membantu mereka, bahkan tidak sedikit anak yang menjadi tulang punggung
keluarga. Dan anak yang sudah menikmati penghasilanya biasanya sudah tidak
memperdulikan pendidikan. Wajib belajar 9 tahun yang digagas pemerintah sungguh
tidak ada artinya bagi sebagian kalangan masyarakat. Biaya sekolah yang belum
bisa gratis, ditambah lagi harus membayar penunjang-penunjang sekolah yang
lain, misalnya buku pelajaran. Buku pelajaran di Indonesia bisa dikatakan
mahal, karena harus melalui proses distribusi yang panjang serta pajak yang
tinggi. Selain buku pelajaran masih ada seragam, alat tulis dan tentunya uang
saku dan transport yang harus ditanggung untuk menyekolahkan anaknya. Selain
itu dalam pendidikan juga dikenal budaya kapitalis, siapa yang menyumbang dana
terbesar maka kesempatan masuk terbuka lebar, hal ini biasanya terjadi di
perguruan tinggi sehingga mayarakat yang perekonomianya lemah tidak bisa
bersaing (lihat di edukasi.kompas.com, 2009).
Yang menjadi faktor
eksternal selanjutnya (dalam uraian Susilo, 2007) adalah sedikitnya perhatian
orang tua. Anak merupakan titipan dari Yang Maha Kuasa, dan orang tua wajib
untuk membimbingnya. Di zaman ini banyak orang tua yang lebih sibuk dalam
pekerjaanya daripada mengurusi anak. Alasan ekonomi yang melandasi kesibukan
orang tua yang menyebabkan kurangnya perhatian kepada anak, tentu saja akan
berpengaruh pada proses kegiatan belajar dari anak. Anak yang kurang perhatian
dari orang tua akan cenderung nakal di sekolah, sering membolos, sering
menyepelekan tugas dan pekerjaan rumah yang dikasih guru, masuk pergaulan
bebas, terlibat tawuran. Kemudian broken
home juga menjadi salah satu factor yang mempengaruhi anak menjadi nakal di
sekolah. Dalam keadaan tersebut anak sangat riskan mengalami putus sekolah.
Kemudian menurut saya faktor ketiga adalah
pemaksaan hak oleh orang tua. Pendidikan merupakan kewajiban dari orang tua,
namun kadang ada orang tua yang mengatur pendidikan yang dipilih dari anaknya
dan sering bersifat memaksa. Pendidikan yang dipilih orang tua selalu dianggap
terbaik untuk mereka, walaupun keinginan, minat dan bakat, dan kemampuan dari
si anak tidak sesuai. Anak yang terpaksa menuruti pendidikan dari orang tuanya
yang tidak sesuai dengan keinginanya akan berpengaruh pada psikologisnya. Dalam
belajar anak tersebut akan cenderung bertele-tele dan asal-asalan dalam menimba
ilmu di sekolah, kemudian mengakibatkan nilai dari anak tersebut jelek dan
berujung pada putus sekolah.
Faktor yang
keempat adalah kurangya prasarana dan fasilitas penunjang pendidikan. Sering
kita jumpai dalam media massa pemberitaan tentang anak-anak yang bersekolah di
bawah jembatan, tidak adanya transportasi untuk pergi ke sekolah sampai ada
yang rela berjalan jauh melewati hutan
hanya demi mengenyam sebuah pendidikan. Dalam pedesaan atau daerah
terpencil belum semua anak bisa menikmati pendidikan di sekolah, para pendidik,
transportasi dan gedung sekolah yang memadai dan yang dibutukan pun belum bisa
dipenuhi oleh pemerintah untuk mereka. Karena lingkungan atau tempatnya yang
sulit dijangkau sehingga masih banyak dari mereka yang belum menyentuh
pendidikan formal. Dalam pembelajaran yang efektif diperlukan
fasilitas-fasilitas penunjang yang memadai. Fasilitas-fasilitas tersebut berupa
alat tulis, buku pelajaran, serta perangkat-perangkat pendukung pembelajaran lainya
yang memadai. Kurangnya fasilitas penunjang tersebut akan mengakibatkan minat
anak untuk belajar turum, sehingga berpotensi untuk putus sekolah (lihat di
imadiklus.com, 2012)
Faktor
selanjutnya menurut saya adalah pola pikir masyarakat. Masyarakat yang
tradisional atau masyarakat yang hidup dipedesaan mempunyai pola pikir yang
mengaggap pendidikan merupakan hal yang tidak penting, mereka berpikir buat apa
sekolah tinggi tapi kalau hanya menjadi pengangguran atau ujung-ujungnya hanya
berladang membantu kedua orang tuanya atau menangkap ikan dilaut, bisa juga
dikatakan lha wong sama-sama hasilnya
bekerja mengapa harus sekolah. Mereka berpikir bahwa pendidikan di sekolah
hanya membuang-buang waktu, uang dan termasuk kegiatan yang tidak berguna serta
tanpa pendidikan pun pasti bisa hidup layak. Ada juga sebagian masyarakat yang
memandang perempuan tidak berhak sekolah, karena kaum perempuan hanya burujung
menjadi ibu rumah tangga. Bahkan ada sebagian masyarakat pedesaan yang memilih
menikahkan anaknya di usia muda, sehingga kedudukan pendidikan dalam
kehidupanya hanya sebagai pelengkap. Latar belakang pendidikan orang tua pun
mempengaruhi pola pikirnya, misal orang tua yang hanya lulusan Sekolah Dasar
pasti cara berpikirnya untuk menyekolahkan anaknya berbeda dengan orang tua
yang berpendidikan tinggi. Mereka menyekolahkan anaknya hanya terkesan
asal-asalan yang penting si anak bisa sekolah dan tanpa memberikan motivasi, hal
ini juga mempengaruhi minat anak untuk sekolah sehingga berakibat putus
sekolah.
Faktor yang
terakhir adalah kelainan fisik maupun mental (lihat di imadiklus.com,2012).
Angka putus sekolah dikarenakan faktor ini tidak sebanyak faktor-faktor lain,
karena sudah adanya sekolah yang dikhususkan untuk anak kelainan fisik maupun
mental yaitu Sekolah Luar Biasa. Namun jika menengok ke lapangan masih ada anak
yang putus sekolah atau tidak bisa bersekolah dikarenakan faktor ini.
4.
Akibat Putus
Sekolah
Putus sekolah merupakan masalah
yang kompleks dalam dunia pendidikan, penyakit ini harus ditangani serius dan
dibasmi sampai ke akar-akarnya. Putus sekolah sudah menjadi pekerjaan rumah
bagi pemerintah, karena berkaitan dengan memperjuangkan hak pendidikan bagi
anak yang belum bisa meraih haknya. Banyak akibat yang disebabkan oleh masalah
ini dalam (imadiklus.com, 2012 ) disebutkan antara lain :
Akibat
yang pertama adalah kenakalan remaja. Pada era globalisasi ini kenakalan remaja
sudah menjadi hal yang mainstream di
masyarakat, terlebih masyarakat yang tinggal di kota karena pergaulan bebas.
Kenakalan remaja misalnya pemakaian narkotika, minum-minuman keras, terlibat
tawuran, kebut-kebutan dijalan, perkelahian, serta hal-hal yang menggangu
ketentraman masyarakat seperti perampokan, penodongan dan pemerkosaan, terlihat
sekali penyimpangan-penyimpangan seperti ini menunjukan menurunya moral bangsa.
Hal ini dikarenakan kurangnya pendidikan serta perhatian orang tua, bisa juga
karena kurangnya penanaman nilai dan norma pada remaja, sehingga banyak
kasus-kasus penyimpangan pada remaja. Remaja adalah generasi penerus dari
bangsa ini, dan melalui pendidikan lah diharapakan menghasilkan anak-anak muda
yang tangguh serta dapat memikirkan serta peduli akan nasib bangsanya.
Pendidikan sangat berperan untuk menghasilkan generasi emas di masa yang akan datang
dan sebagai wadah untuk mengarahkan manusia menjadi manusia yang baik serta
berkelakuan baik sesuai norma dimasyarakat , jika fenomena penyimpangan ini
dibiarkan terus-menerus, Indonesia tidak akan bisa menjadi bangsa yang maju.
Akibat putus
sekolah selanjutnya adalah pengangguran. Pengangguran merupakan masalah yang
serius bagi suatu negara, Negara dikatakan maju apabila masyarakatnya bisa
hidup sejahtera termasuk minimnya angka pengangguran. Di Indonesia sendiri
angka pengangguran masih sangat tinggi salah satu penyebabnya adalah pendidikan
yang belum bisa dijangkau oleh masyarakat. Sedangkan dalam dunia kerja banyak
lowongan bagi mereka yang mempunyai ijazah, itupun kebanyakan dibuka untuk
lulusan minimal jenjang SMA/SMK, tentu hal ini menjadi masalah bagi mereka yang
putus sekolah. Pengangguran yang disebabkan putus sekolah kebanyakan adalah
pengangguran yang tidak terlatih, hal ini akan lebih mempersulit mereka untuk
mencari pekerjaan karena kurangnya kompetensi yang dimiliki alhasil mengakibatkan
masalah-masalah sosial seperti kemiskinan yang berkepanjangan yang mempersulit
untuk mobilisasi serta tingkat kriminalitas semakin tinggi selain itu mereka
lebih memilih menjadi TKI karena sulitnya mencari pekerjaaan di negeri sendiri,
dan ironisnya hanya karena diiming-imingi gaji yang besar mereka rela hanya
menjadi pembantu rumah tangga. Pendidikan sebagai penyalur anak untuk memasuki
dunia kerja, di dalam pendidikan anak diajarkan untuk menjadi calon pekerja
yang kompeten dalam bidangnya. Dunia kerjapun pastinya lebih memprioritaskan
bagi mereka yang berpendidikan, oleh karena itu putus sekolah berakibat
pengangguran. Selain itu juga berakibat ketidak jelasan masa depan anak, mau
kemana dan mau jadi apa anak tersebut jawabanya masih abu-abu, kecuali jika ia
memilki skill atau bakat yang dapat
ia asah.
Kemudian akibat
selanjutnya adalah minimnya wawasan atau ilmu yang dimiliki anak putus sekolah.
Membicarakan tentang wawasan atau ilmu di zaman ini semakin banyak orang yang
berlomba-lomba untuk mengejar untuk mencari ilmu setinggi-tingginya, keadaan
yang sangat bertolak belakang bagi anak-anak yang putus sekolah. Pengetahuan
yang mereka dapatkan sungguh minim, sampai-sampai ada yang masih belum bisa
berhitung, membaca dan menulis diantara mereka. Putus sekolah juga akan
mempengaruhi pola pikir anak tersebut di masa mendatang, banyak dari mereka
juga akan berpikir bahwa pendidikan tidak penting kemudian menyuruh anaknya
nanti untuk bekerja. Seharusnya lewat pendidikan anak-anak bisa mengasah dan
mengembangkan potensi yang ia miliki, namun lagi-lagi keadaan lah yang
menyebabkan mereka tidak bisa mendapatkan itu.
Putus sekolah
juga akan mengakibatkan semakin banyaknya gelandangan, pengemis, pengamen yang
dilakukan anak-anak dijalanan. Alhasil beban yang dipikul pemerintah semakin
berat, hal ini semakin menunjukan peran pemerintah yang belum optimal dalam
membantu anak-anak utuk mendapatkan haknya. Membicarakan mengenai hak,
pendidikan merupakan hak yang harus diperoleh oleh setiap orang, negara wajib
untuk melindungi hak anak dan memfasilitasi anak untuk memperoleh hak yang sama
seperti yang diperoleh teman-teman sebayanya, ( Abdussalam, 2007: 56)
menyatakan :
Hak asasi manusia adalah hak dari setiap manusia yang dibutuhkan untuk
pembangunan manusia seutuhnya. Hukum positif adalah pranata sosial yang
dibutuhkan oleh semua manusia untuk melaksanakan hak-hak asasi manusia.
Kemudia
hak-hak anak juga lebih dijelaskan dalam Undang-Undang tentang perlindungan
anak.
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi(4). Setiap anak
berhak atas suatu nama sebagai
identitas diri dan status kewarganegaraan(5).
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua(6).
Setiap anak berhak untuk mengetahui
orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri(7 ayat 1).Setiap anak
berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial(8). Setiap
anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya(9ayat 1).
khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar
biasa, sedangka bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus (9 ayat 2).
Pendidikan
selain menjadi tanggungan pemerintah juga menjadi tanggungan keluarga serta
masyarakat. Orang tua wajib untuk memperjuangkan hak anaknya, agar anak bisa
mendapatkan haknya secara maksimal. Serta masyarakat juga harus turut aktif
dalam mengusahakan hak anak, anak yang seyogyanya mendapatkan apa yang harus
mereka peroleh namun masih banyak ditemui yang belum bisa mendapatkan itu. Anak
juga kadang dijadikan sebagai alasan oknum-oknum tertentu untuk mengais rejeki,
misalnya saja disuruh untuk menjadi pengemis atau pengamen karena mereka masih
lemah dan banyak yang iba kepada mereka, ada juga yang memperkerjakan anak-anak
dengan upah minimum.
5.
Solusi Putus Sekolah
Sebuah
permasalahan memerlukan sebuah solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Ada
beberapa solusi yang dicanangkan pemerintah untuk memberantas masalah putus
sekolah.
Solusi yang pertama adalah melalui
kejar paket. Kejar paket merupakan pendidikan nonformal yang dapat membantu
anak-anak putus sekolah, untuk kejar paket A diperuntukan bagi yang tidak tamat
SD, kejar paket B untuk mereka yang tidak tamat SMP dan sederajat serta kejar
paket C untuk mereka yang tidak lulus SMA sederajat. Kegiatan belajarnya pun
tidak genap seminggu, dan pesertanya tidak dibatasi oleh usia. Ijazah yang
diperoleh jug bisa untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya, misalnya ijazah
paket C bisa digunakan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi (lihat
imadiklus.com, 2012)
Selanjutnya dengan memfasilitasi
atau memberikan sarana prasarana yang memadai. Seperti yang telah kita ketahui
banyak anak-anak yang belum bisa mengenyam pendidikan karena kurangya fasilitas
dan sarana yang memadai. Memfasilitasi juga termasuk memberikan beasiswa kepada
anak-anak yang kurang mampu, selama ini beasiswa yang diberikan masih banyak
yang salah sasaran dan dirasa kurang. Pemerintah dihimbau untuk mengawasi
jalanya beasiswa-beasiswa tersebut, penyimpanganpun banyak terjadi misalnya
saja korupsi. Selain beasiswa pemerintah harus lebih aktif untuk pemerataan
pendidikan dengan membangun dan memperbaiki gedung sekolah di daerah-daerah,
taggap memberikan transportasi yang lebih memadai, serta memberikan fasilitas
penunjang-penunjang kegiatan belajar mengajar ditambah lagi pengadaan seragam
sekolah dan buku paket gratis. Untuk merealisasi tersebut harusnya anggaran
pendidikan sedikit dinaikan, dan bagaimana mencegah korupsi pada anggaran
pendidikan berkurang (lihat di
arifatul-arifannas.blogspot.com, 2012).
Solusi yang ketiga menurut saya adalah
mengubah mindset masyarakat, dengan cara sosialisasi. Untuk mengubah
pola pikir masyarakat dibutuhkan sosialisasi kepada mereka, pemerintah harus
lebih aktif mengadakan sosialisasi ke masyarakat yang masih tradisional.
Diharapkan dengan kegiatan ini mereka sadar akan pentingnya sebuah pendidikan,
apalagi pada era yang semakin berkembang ini pendidikan dianggap sebagai
kebutuhan primer. Selain itu sosialisasi juga harus menekankan pentingnya
motivasi orang tua kepada anaknya untuk sekolah, sehingga anak akan lebih
semangat untuk sekolah karean merasa ada yang mendukung penuh.
Sekolah terbuka, (dalam Suyanto
& Abbas, 2004) juga menjadi solusi
untuk mereka yang putu sekolah. sekolah terbuka merupakan pendidikan formal
yang diperuntukan untuk merek yang kurang mampu, karena tidak memungut biaya
sepersenpun dan siswanya tidak berseragam. Sekolah ini juga dilengkapi modul
untuk mereka belajar, dalam pembelajaranya dengan belajar mandiri dan
berkelompok. Lulusan dari sekolah ini juga menerima Surat Tanda Tamat Belajar
dan mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama seperti sekolah regular.
Karena dalam sekolah ini lebih banyak belajar mandiri daripada tatap muka
pemerintah sangat diharapkan memikirkanya secara serius agar lulusan dari
sekolah terbuka ini tidak mengecewakan, bisa menjadi manusia yang handal.
6.
Kesimpulan
Putus
sekolah merupakan suatu permasalahan yang belum bisa dibasmi oleh pemerintah.
Tingginya angka putus sekolah di Indonesia menandakan bahwa pendidikan kita
masih jauh dikatakan berhasil. Kemiskinan yang menjadi alasan paling utama yang
menyebabkan anak-anak masih banyak yang belum bisa mendapatkan haknya, banyak
anak yang harus mencari nafkah untuk keluarganya tidak jarang mereka dijadikan
tulang punggung keluarganya. Miris jika kita lihat diusia mereka sudah
terbebani hal tersebut, disamping itu teman sebayanya bermain dengan ceria dan
memperoleh pendidikan yang layak. Kemiskinan bukanlah satu-satunya hal yang
menyebabkan putus sekolah, minat anak dalam pendidikan juga mempengaruhi yang
dikarenakan kondisi lingkunganya selain itu juga ada pola pikir masyarakat yang
masih tradisional, kurangnya perhatian orang tua kepada anaknya, kurangnya
fasilias serta sarana dan prasarana, dan faktor kelainan mental maupun fisik.
Akibat dari putus sekolah merupakan beban tambahan yang harus diselesaikan oleh
pemerintah, seperti kenakalan remaja, pengangguran, banyaknya anak-anak
terlantar, minimnya wawasan masyarakat. Pendidikan adalah upaya untuk
mencerdaskan bangsa, kemelut masalah pendidikan seharusnya menjadi cermin bagi
pemerintah seberapa upaya mereka menuntaskanya. Kejar paket, sekolah terbuka,
beasiswa merupakan suatu cara yang digunakan pemerintah untuk masalah ini,
selain itu menyediakan fasilitas dan sarana, sosialisasi juga harus digalakan
oleh pemerintah.
Daftar Pustaka
Abdussalam. 2007. Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: Restu Agung
Republik Indonesia. 1945. Undang-Undang
Dasar 1945. Jakarta.
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Republik Indonesia. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta.
Susilo, M. Joko. 2007.Pembodohan Siswa Tersistematis.Jogjakarta
: PINUS
Suyanto &
Abbas. 2004. Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa.Jogjakarta :
Adicita Karya Nusa
Syafaruddin & Anzizhan.2004. Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan.Jakarta:Grasindo
Referensi
Media massa
Arifannas, arifatul. (2012). “Analisis Penyebab Anak Putus Sekolah”. di unduh di
Citizen Jurnalism. (2013). “Tiap Menit, Empat Anak Indonesia Putus Sekolah”. Diunduh di http://www.citizenjurnalism.com/media-news/facebook-2/tiap-menit-empat-anak-indonesia-putus-sekolah/ tanggal 29 Oktober 2013
Jurnal nasional. (2013).
“Anak Putus Sekolah Terbanyak Ada di Jabar”. Di unduh di http://www.jurnas.com/halaman/11/2013-02-11/234106.%20%5B22
tanggal 29 Oktober 2013
Kompas. (2009). “Banyak Anak Putus
Sekolah karena Bekerja”. Di unduh di http://edukasi.kompas.com/read/2009/06/14/02574059/.Banyak.Anak.Putus.Sekolah.Karena.Bekerja
tanggal 29 Oktober 2013
Lestari, Eni.w. (2013). “Faktor Penyebab Anak
Putus Sekolah”. Di unduh di http://eonyhuh.blogspot.com/2013/05/makalah-faktor-penyebab-anak-putus.htm
tanggal 29 September 2013
Nugroho, eko.( 2012). “Penyebab
Anak-anak Putus Sekolah dan Cara Penanggulanganya”. Di unduh di http://ekonugroho45.blogspot.com/2012/11/penyebab-anak-anak-putus-sekolah-dan.html
tanggal 29 September 2013
Republika. (2013). “ICW: Korupsi
Terbanyak di Dunia Pendidikan”. Di unduh di http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/08/28/ms8v9m-icw-korupsi-terbanyak-di-dunia-pendidikan
tanggal 29 Oktober 2013
SHNEWS. (2013). “Bantuan Siswa Miskin Rp
8 Triliun”. Di unduh di http://www.shnews.co/detile-16825-bantuan-siswa-miskin-rp-8-triliun.html
tanggal 29 Oktober 2013
Yuda, Dwi. C.K. (2012). “Penyebab Anak- anak Putus Sekolah dan Cara
Penanggulanganya”. Diunduh di http://www.imadiklus.com/2012/07/penyebab-anak-anak-putus-sekolah-dan-cara-penanggulanganya.html
tanggal 29 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar