Budaya Menyontek dalam Pendidikan
RianRifqiAriyanto
Kurikulum dan
Teknoliogi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, UniversitasNegeri Semarang
Abstrak
Menyontek dalam dunia pendidikan sudah tidak asing lagi,
bahkan sudah tidak dianggap suatu pelanggaran tetapi dianggap sebagai
kebiasaan. Akibatnya banyak kelulusan dengan nilai tinggi tetapi tidak
mempunayai kualitas yang sesuai dengan kelulusannya dan banyak lulusan
perguruan tinggi yang tidak bisa meringankan beban rakyat, melainkan menambah
beban rakyat. Buktinya, banyak lulusan peguruan tinggi yang menggangur.
Menyontek merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas pendidikan. Masalah
ini harus dicegah sedini mungkin agar tidak menular pada generasi selanjutnya.
Tulisan ini berusaha menyelesaikan masalah menyontek dengan metode pustaka,
yaitu sumber-sumber yang digunakan berupa kutipan dan rujukan dari jurnal,
buku, media massa, dan internet.Hasilnya yaitu harus adanya kerja sama antara
sekolah, keluarga, dan masyarakat. Ketiga lembaga ini merupakan suatu sistem
dalam mempengaruhi pembentukan kepribadian anak. Oleh karena itu, ketiga sistem
ini harus bisa saling membantu satu dengan yang lain. Jadi, sekolah, keluarga,
dan masyarakat yang bisa mengatasi masalah menyontek.
Kata kunci : kebiasaan, menyontek, mencegah, kerja sama
1. Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang
dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi-potensi yang terpendam agar bisa hidup dengan baik dalam masyarakat.
Seseorang dikatakan berhasil dalam menuntut ilmu jika sudah mengusai materi dan
bisa mengaplikasikannya, lebih hebat lagi jika mendapatkan prestasi. Tetapi,
para siswa salah dalam menafsirkan, mereka menganggap kalau sudah mendapat
prestasi berarti sudah dianggap berhasil. Akhirnya mereka berusaha semaksimal
mungkin untuk mendapatkan prestasi tersebut. Dalam mencapainya, mereka ada yang
menggunakan cara sehat, seperti bersungguh-sungguh belajar dan ada juga yang menggunakan
cara yang tidak sehat, seperti menyontek kerjaan teman. Disini saya ingin
memfokuskan pembahasan tentang mendapatkan prestasi dengan cara yang tidak
sehat, yaitu :(1) tentang sebab-sebab dari siswa melakukan tindakan menyontek;
(2) dampak dari tindakan menyontek; (3) peran sekolah, keluarga, dan masyarakat
dalam mengatasi masalah menyontek.
Masalah menyontek dalam
dunia pendidikan sudah tidak asing lagi di telinga kita, khususnya para
pelajar. Menyontek merupakan masalah kecil tetapi jika terus-menerus dibiarkan
tanpa adanya usaha untuk mencegahnya, maka akan menjadi suatu budaya dalam
dunia pendidikan. Sekarang, menyontek sudah tidak dianggap masalah atau pelanggaran
bagi siswa tetapi mereka menganggap menyontek itu suatu kebiasaan dalam dunia
pendidikan dan guru pengawas yang tahu juga membiarkan atau ditegur dengan
mengambil kertas yang dibuat menyontek, kemudian disuruh mengerjakan lagi.
Tetapi setelah waktu mengerjakan tinggal 10 menit, siswa yang menyontek tadi
belum selesai, akhirnya meminta jawaban kepada temannya yang sama kode soalnya
dan pengawasnya juga membiarkan(lihatkompasiana,08/05/12). Selainitu, menyontekjugaada yang disuruholeh guru
denganperjanjiantidakbolehmemberitahukepadasiapa pun (lihat VIVAnews.com, 02/06/11). Ada
juga yang mengungkapkan kasus menyontek justru dimusuhi (lihat detiknews, 16/06/11), dan masih banyak lagi yang lainnya.
2. Hal-hal yang Menyebabkan Siswa
Menyontek
Menyontek biasanya dilakukan oleh siswa
yang ingin berprestasi tetapi menggunakan jalan pintas atau melakukan sesuatu yang
tidak diperbolehkan, baik secara lisan maupun tulisan.Tindakan-tindakan yang
termasuk menyotek adalah meliha tbukupelajaran, melihat catatankecil yang
telah dipersiapkan sebelumnya yang berisirumus-rumus, tanda-tanda, ringkasan,
danhal-hal yang berhubungandenganmateri, melihat pekerjaan orang lain,
atau menyamakan pekerjaannya sendiri dengan pekerjaan temannya. Menyontek biasa dilakukan
di catatankecil, tangannya sendiri, di bolpoin, baju, dan disuatu tempat yang
orang lain tidak mengetahuinya khususnya guru pengawas menurut Jusuf(1986 : 89).
Ulangan tertulis merupakan ulangan
yang rawan sekali untuk melakukan penyontekan.
Apalagi kalau materi yang diujikan begitu banyak,
sehingga menyebabkan siswa menjadi malas belajar menurut Jusuf
(1986 : 89).
Akhirnya siswa menulis catatan kecil untuk menyontek atau menggantungkan temannya
yang pintar.Siswa yang biasanya menyontek,
dia tidak segan-segan untuk berbagi dengan temannya yang lain karena dia merasakan apa
yang dirasakan temannya. Dan jarang sekali kalau mengkhianati temannya. Di
sini tampak, bahwa ketidak jujuran tehadap guru dianggap tidak penting disbanding ketidak jujuran terhadap temannya sendiri,
dia lebih memilih kesetiakawanan.
Sebab-sebab siswa menyontek
menurut Jusuf (1986: 89-90) yaitu : (1).
Belum menguasai materi, siswa yang
tidak menguasai materi dikarenakan tidak mendengarkan penjelasan guru, seperti ngobrol dengan temannya, tidur, melamun atau bermain sendiri,
ada juga yang sudah mendengarkan dengan serius tetapi masih juga tidak faham
mungkin karena ada gangguan dalam pikirannya, seperti telat berfikir; (2).
Malas belajar karena ketidak fahamannya dengan materi. Malas adalah sifat yang
selamanya ada dalam diri manusia. Tetapi tergantung pada orangnya, jika bisa
melawan rasa malas itu, maka dia akan sukses atau bisa mencapai apa yang dia
inginkan, tetapi kalau tidak bisa melawan, maka sifat malas itu akan menjadi
sahabatnya dan akan menjerumuskan kepada kegagalan. Selain sifat asli manusia,
malas juga bisa disebabkan karena tidak atau kurang memahaminya materi. Kalau
siswa kreatif, pasti dia akan tanya kepada temannya yang bisa, namun semua
siswa tidak seperti itu, tapi ada juga yang cuek
dengan hal tersebut, yaitu siswa-siswa yang tidak menghargai proses, siswa yang
tidak pintar, dan siswa yang suka bergantung pada temannya;(3).
Tuntutan guru yang terlalutinggi, yaitu soal yang diberikan terlalu sulit atau soalnya tentang materi
yang siswa belum faham; (4).Pengawasan
yang kurang ketat. Kecurangan terjadi karena adanya niat dan kesempatan. Dua hal ini merupakan komponen dalam hal melakukan kecurangan
yang saling berkaitan dan tidak bias dipisahkan satu sama lain.
3. DampakdariMenyontek
Adapun dampak dari
menyontek yaitu : (1). Kebodohan. Orang menyontek itu mencontoh pekerjaan orang
lain, hasil yang didapatkan tidak dari pemikirannya sendiri, melainkan dari
orang lain. Sehingga orang yang menyontek itu tidak mendapatkan apa-apa kecuali
nilai yang baik jika menyonteknya beruntung; (2). Tidak percaya diri. Orang
yang menyontek tidak hanya orang yang tidak faham sama sekali, melainkan ada
juga yang sudah faham, tetapi dia tidak percaya diri. Akibatnya dia menyontek.
Jika dilakukan secara terus menerus, maka akan menjadi kebiasaan. Ini bisa
diambil kesimpulan bahwa orang yang sering menyontek itu tidak percaya diri,
tidak percaya dengan kemampuannya sendiri; (3). Bergantung pada orang lain.
Manusia itu mahkluk sosial, tetapi tidak selamanya bergantung dengan orang lain
karena tidak selamanya ada orang yang selalu menolong kita; (4). Kecanduan.
Menyontek itu “enak”, tidak usaha tetapi mendapatkan hasil yang bagus. Oleh
sebab itu, orang yang sudah pernah menyontek pasti suatu saat akan menyontek
lagi.
4. PeranSekolah, Keluarga, danMasyarakatdalamMengatasiMasalahMenyontek
Peran Sekolah
Sekolah adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menyampaikan dan menerima pelajaran
sesuai dengan tingkatannya dan juga mendidik anak agar bisa menjadi orang yang
memiliki akhlakul karimah dan berguna di masa yang akan datang. Peran sekolah
disini yaitu mensosialisasikan dan mengimplementasikan tujuan dari sistem
pendidikan nasional yang termaktub dalam UU NO 20 TH 2003 “bahwa mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab”
Kualitas guru, kesesuaian guru dengan kemampuan
anak, metode pengajaran, sarana dan prasarana, keadaan ruangan, pelaksanaan
tata tertib, dan sebagainya. Semua itu
dapat mempengaruhi keberhasilan belajar anak.Apabila tata tertib di sekolah
tidak berjalan dengan baik, maka kepatuhan siswa terhadap guru kurang, dan
akibatnya anak tidak sungguh-sungguh dalam belajar, baik di sekolah maupun di
rumah.Dengan demikian prestasi anak menjadi rendah. Begitu juga dengan jumlah
siswa per kelas terlalu banyak (50-60 orang), dapat mengakibatkan pembelajaran
tidak efektif, hubungan guru dengan siswa terasa jauh, akibatnya kurang akrab,
guru sulit mengontrol anak, murid menjadi acuh terhadap guru, sehingga guru sulit
memotivasi siswanya menurut Dalyono (2009).
Tugas seorang
pelajar adalah belajar.Oleh karena itu, guru harus bisa memotivasi siswanya
untuk selalu belajar. Di dalam belajar ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi agar bisa berhasil dalam
belajar menurut Dalyono (2009 : 51-55), yaitu : (1).
Kematangan jasmani dan rohani. Kematangan jasmani yaitu kematangan dalam hal
fisik.Artinya, umur serta kondisi fisik siswa sudah cukup untuk belajar materi
yang dipelajari.Sedangkan kematangan rohani yaitu kematangan dalam hal
psikologis atau mental siswa.Misalnya kemampuan berfikir, ingatan, analisis,
dan sebagainya. Seorang anak yang akan masuk SD minimal harus berumur 6 tahun,
fisik, dan mentalnya sudah cukup untuk menerima pelajaran di kelas satu SD. Hal
ini merupakan dasar untuk masuk SD untuk dapat mengikuti dengan pelajaran
dengan baik. Apabila anak belum memiliki kematangan yang cukup, maka anak akan
kesulitan menangkap pelajaran yang disampaikan. Akibatnya anak akan bergantung
pada temanya. Hal lain tentang kematangan dalam belajar adalah seorang guru
harus bisa mengetahui kemampuan anak dalam belajar. Misalnya, siswa SD sudah diberi mata
pelajaran B.Inggris, ilmu ukur ruang, dan bilangan negatif. Seharusnya mata
pelajaran seperti itu diberikan untuk
siswa SMP karena anak SD belum cukup matang untuk mengikuti mata pelajaran itu
dengan baik. Begitu juga dengan pelajaran filsafat dan logika tidak cocok untuk
siswa SMP dan SMA, melainkan untuk perguruan tinggi;(2). Memahami tujuan.
Setiap orang belajar harus mengatahui tujuannya, untuk apa dia belajar dan apa
manfaat untuk dirinya maupun orang lain. Prinsip ini sangat penting dalam
belajar, agar proses yang dilakukan cepat selesai dan dan bisa menggapai apa
yang diinginkan. Belajar tanpa tujuan, belajarnya akan asal-asalan, tidak
sistematis, dan tidak mempunyai gairah untuk belajar. Seperti yang dikatakan
Drs. M. Dalyono (2009 : 53) tentang belajar tanpa tujuan :
“... orang
yang belajar tanpa tujuan ibarat kapal berlayar tanpa tujuan, terombang-ambing
tak tentu arah
yang dituju. Sehingga akhirnya bisa terlanggar batu karang atau terdampar
ke suatu
pulau”
Jadi, orang yang mempelajari sesuatu itu harus
mengetahui sebab dari mempelajari, yang ingin di dapat, dan manfaat yang bisa
diambil, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Jika tidak mengetahui, maka
akan sis-sia tidak ada gunanya, bahkan rugi tenaga dan waktu;(3). Memiliki
kesungguhan.Bila sudah mengetahui tujuannya, selanjutnya yaitu kesungguhan
untuk mencapainya. Belajar tanpa kesungguhan,
hasil yang diperoleh kurang memuaskan. Sebaliknya, belajar dengan penuh
kesungguhan akan memperoleh hasil yang maksimal dan bisa efektif dalam
penggunaan waktu. Misalnya, seorang siswa SMA tidak pernah belajar dengan
sungguh-sungguh, baik di sekolah maupun di rumah.Apabila ada pekerjaan rumah
(PR) dan tugas tidak pernah dikerjakan dengan baik, yang penting mengerjakan
dan mengumpulkan. Akibatnya akan memperoleh nilai yang kurang baik, berbeda
dengan temannya yang sungguh-sungguh;(4). Ulangan dan latihan. Dalam kata mutiara
arab menyebutkan “Manusia itu tempatnya lupa dan salah”, dan kata orang jawa
“ngelmu iku kelakone kanthi laku” maksutnya ilmu itu bisa masuk dalam pikiran
jika dilakukan atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan dua
kalimat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar ilmu itu harus diulang-ulang
dan diaplikasikan atau dilatih. Jika sudah sering diulang dan dilatih, maka
ilmu tersebut akan meresap dalam otak. Sehingga akan dikuasai sepenuhnya dan
sukar dilupakan. Bagaimanapun pintarnya seseorang pasti akan lupa bila tidak
sering mengulang dan melatihnya. Oleh karena itu, prinsip ini juga sangat
penting dalam proses belajar. Mengulang pelajaran adalah salah satu cara untuk
membuat berfugsinya ingatan. Misalnya, belajar bahasa asing.Menghafal kosa kata
harus diulang berkali-kali membacanya agar benar-benar hafal dan melekat dalam
ingatan.Begitu pula dengan belajar matematika, harus banyak-banyak berlatih
dalam memecahkan soal agar terbiasa dan mahir dalam menyelesaikan soal dengan
benar.
Tegasnya, semua bahan yang dipelajari memerlukan
pengulangan dan pelatihan agar benar-benar dikuasai secara maksimal. Dengan
kata lain, orang belajar harus ada ulang dan latihan.
Peran Keluarga
Pengertian
keluarga menurut Shochib (2000: 24-25) dapat ditinjau
dari dua dimensi, yaitu dimensi hubungan darah dan dimensi hubungan sosial.
Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan sosial yang
tercipta karena adanya hubungan darah antara satu dengan lainnya.Berdasarkan
dimensi ini, keluarga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti terdiri
dari ayah, ibu, dan anak yang belum nikah, dan keluarga besar yang terdiri dari
beberapa keluarga inti. Sedangkan keluarga dalam dimensi hubungan sosial
merupakan suatu kesatuan sosial yang tercipta karena adanya interaksi secara
terus menerus sehingga menimbulkan kepedulian antara satu sama lain, meskipun
tidak ada hubungan darah. Berdasarkan dimensi ini, keluarga dibagi menjadi dua,
yaitu keluarga psikologis dan keluarga pedagogis. Keluarga psikologis merupakan
sekumpulan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan jangka waktu yang
lama, sehingga menimbulkan suatu hubungan batin, saling perhatian, saling
tolong-menolong, dan saling menyayangi,
Soelaeman (dalam Shochib 2000 : 17). Sedangkan
keluarga pedagogis merupakan sekumpulan orang yang bersatu dalam persekutuan
hidup yang tercipta karena adanya kasih sayang antara dua jenis manusia dengan
jalan pernikahan sebagai pengukuhan, da bertujuan untuk saling menyempurnakan
diri,Soelaeman (dalam
Shochib 2000 : 17-18)
Berdasarkan
dimensi-dimensi di atas, dapat disimpulkan bahwa lingkup keluarga itu luas,
tidak hanya ayah dan ibu, melainkan lebih dari itu, seperti yang telah
disebutkan di atas.Tetapi ayah dan ibu merupakan anggota terpenting dalam
keluarga dan paling berpengaruh terhadap kepribadian anak.
Keutuhan
orang tua (ayah dan ibu) sangat dibutuhkan dalam keluarga untuk membantu
membimbing anak menjadi baik.Keluarga yang “utuh” mempunyai peluang besar untuk
memberi kepercayaan terhadap anak.Karena orang tua merupakan unsur esensial
dalam pembentukan kepribadian anak. Kepercayaan yang diberikan akan berakibat
pada arahan, bimbingan, dan bantuan orang tua bisa menyatu dan membuat anak
menjadi mudah dalam menangkap makna dari upaya yang dilakukan. Keluarga
dikatakan “utuh” apabila anggota keluarga lengkap dan para anggotanya juga
merasakan keutuhannya, khususnya anak-anak. Artinya, apabila ada salah satu
anggota keluarga yang tidak ada, maka angota yang lain harus bisa merangkap
peran anggota yang tidak ada, agar pengaruh, arahan, bimbingan, dan sistem
nilai yang diberikan orang tua tetap dihormati dan mewarnai kepribadian
anak-anaknya.
Keluarga
adalah lingkungan pertama dan paling utama dalam mendidik anak agar anak bisa
hidup dengan baik dan diterima oleh masyarakat dimana ia tinggal. Termasuk
mendidik anak menjadi dewasa mandiri dalam kehidupannya.Oleh
karena itu, anggota keluarga khususnya kedua orang tua harus memberi contoh
yang baik kepada anaknya. Mencegah itu lebih baik dari pada mengobati menurut J. Drost (2006 : 26). Artinya orang tua harus menanamkan
nilai-nilai kepribadian yang sesuai dengan agama dan negara sejak dini, agar
anak mempunyai benteng untuk mencegah pengaruh dari luar yang bisa merusak
kepribadian anak. Meskipun anak sudah dimasukkan dalam lembaga sekolah, bukan
berarti tugas orang tua selesai tetapi orang tua masih mempunyai peranan
penting dalam mendukung lembaga sekolah, seperti mengawasi, mengontrol, dan
mendidik anak di rumah. Karena anak belajar di sekolah maksimal hanya 7 atau 8
jam, selebihnya anak berada di lingkungan keluarga dan masyarakat menurut J. Drost (2006 : 27) . Sebagai orang tua harus bisa
mengetahui sifat, bakat, dan minat yang
dimiliki anak, meskipun ada yang bilang “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.
Tetapi tidak semua sifat orang tua sama persis dengan anaknya. Oleh karena itu,
orang tua jangan menyamakan dan memperlakukan
anaknya seperti ia waktu kecil karena zamannya sudah berbeda. Misalnya orang tua waktu kecil kalau nakal
langsung dipukul atau diberi hukuman. Tetapi jika tindakan itu diterapkan pada
anak zaman sekarang, maka akan tambah nakal, bahkan sampai berani melawan orang
tuanya. Jika orang tua sudah mengetahui sifat yang dimiliki anak, maka orang
tua harus bisa menentukan jenis pendidikan yang sesuai dengan sifat
anaknya.Adakalanya orang tua mengikuti kehendah anaknya tetapi masih dalam
pengawasannya disebut pendidikan
partisipatoris.Sedangkan orang tua yang memberi perintah pada anaknya atau
anak mengikuti kehendak orang tua disebut pendidikan
represif.
Sebagai
orang tua harus bisa menerima anaknya dengan apa adanya. Artinya orang tua
menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki anak, dan memberi tuntutan yang
sesuai dengan kemampuan anak. Sebaliknya, apabila orang tua tidak bisa
menerima, orang tua akan bertindak seenaknya tidak memikirkan kondisi anak atau
kemampuan anaknya, akibatnya anak akan merasa tertekan. Misalnya, di sekolah
anak dituntut untuk menjadi juara di kelas, sedangkan kemampuan anak
biasa-biasa saja. Akibatnya anak merasa tertekan dan akhirnya anak menghalalkan
segala cara untuk memenuhi tuntutan orang tua, seperti menyontek menurut J. Drost (2006 : 28-29).
Pola
represif atau tuntutan kadang perlu diperlukan, tetapi tidak pada semua
aspek.Untuk menuntut kepada anak, orang tua harus mengetahui kemampuan yang
dimiliki anak agar anak tidak merasa terbebani. Jika anak merasa terbebani,
maka kejiwaan anak akan terganggu, selalu dibayang-bayangi hukuman kalau tidak
bisa melaksanakannya, dan akibatnya anak menjadi orang penakut. Orang tua harus
bisa tegas dalam membimbing anak, yang perlu dituntut harus dituntut.Misalnya,
anak malas. Orang tua harus tegas menyuruh anak untuk belajar, karena tugas
seorang pelajar adalah belajar dan orang tua harus mendampingi dan memberi tahu
apa yang belum difahami anak di sekolah.
Bimbingan
orang tua didasarkan pada kepercayaan anak, kecuriagaan pada anak.Bimbingan
harus sessuai dengan kemampuan dan kenyataan pada anak.Apabila anak berbuat
kesalahan, orang tua jangan langsung memberi hukuman kepada anak.Pola
pendidikan seperti ini adalah salah, karena anak tidak diberi kesempatan untuk
berbuat salah. Hal itu akan membuat anak menjadi panakut dan tidak berani untuk
mencoba. Menunggu komando.Orang seperti itu tidak bertanggung jawab karena
hanya menjadi “pembeo”. Apabila anak berbuat salah, orang tua memberi tahu apa
kesalahannya, kemudian dibantu untuk memperbaiki kesalahannya. Dari kesalahan
itu, anak mendapat pengetahuan baru dan diharapkan kesalahan itu tidak terulang
lagi.Namun, apabila sudah dibimbing tetapi anak sengaja masih melakukan
kesalahan, maka perlu ditindak lanjuti.
Hal
lain yang perlu diperhatikan orang tua adalah menghargai pribadi anak. Anak
memang butuh kasih sayang, perhatian, dan perlindungan.Tetapi tidak selamanya
anak bergantung pada orang tua. Oleh karena itu, orang tua harus mengajarkan
kemandirian, memberi kesempatan pada anak untuk mencapai apa yang
diinginkannya. Orang tua juga harus bisa membuat anak merasa senang jika berada
di rumah agar anak tidak sering pergi keluar bergaul dengan orang-orang yang
tidak baik. Anak boleh saja keluar, tetapi orang tua harus tetap mengawasi, dan
mengontrol anaknya agar tidak berpengaruh dengan
hal-hal yang buruk, seperti minum-minuman keras, tawuran, dan lain sabagainya menurut J. Drost (2006 : 30)
Peran Masyarakat dan Lingkungan Sekitar
Selain sekolah
dan keluarga, masyarakat juga sangat mempengaruhi kepribadian anak dan
menentukan prestasi belajar anak. Apabila di sekitar tempat tinggal anak
keadaan masyarakatnya berpendidikan tinggi dan bermoral baik, hal ini akan
mendorong anak untuk lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya, apabila tinggal di
sekitar anak-anak nakal, tidak bersekolah, dan pengangguran, hal ini akan
mengurangi motivasi anak dalam belajar dan bisa menghambat anak dalam menggapai
cita-citanya menurut Dalyono (2009 : 38).
Keadaan
lingkungan fisik juga dapat mempengaruhi prestasi belajar anak.Keadaan
lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas, iklim, dan
sebagainya. Misalnya, rapatnya bangunan rumah penduduk, keadaan lalu lintas
yang ramai, suara gaduh orang sekitar, suara pabrik, suara kereta api, polusi
udara, iklim yang terlalu panas, semuanya itu akan mempengaruhi semangat
belajar. Sebaliknya, tempat tinggal yang sepi, sejuk, dan tenang bisa mendorong
semangat belajar anak menurut Shochib (2000 : 46).
5. Kesimpulan
Berdasarkan pada analisis dan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa menyontek adalah suatu tindakan yang bisa membuat
kita menjadi orang yang tidak bermoral. Awalnya dianggap biasa, tetapi jika dilakukan
secara terus menerus akhirnya akan menjadi luar biasa. Masalah ini sudah
mengakar dalam jiwa setiap pelajar, hanya sedikit orang yang benar-benar
berpikir dari pemikirannya sendiri. Oleh karena itu, masalah ini harus
ditangani secepat mungkin, agar tidak menular kepada generasi selanjutnya.
Sebab dari
menyontek yaitu belum menguasai materi, malas
belajar, banyaknya tuntutan, pengawasan
yang kurang ketat. Akibatnya anak menjadi bodoh, tidak percaya diri, suka
bergantung pada orang lain, dan kecanduan ingin mengulanginya lagi. Setelah
diketahui sebab dan akibatnya, salanjutnya memutuskan kesimpulannya, yaitu
kerjasama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Ketiga lembaga ini sangat
mempengaruhi kepribadian anak. Sehingga ketiga lembaga inilah yang bisa
menyelesaikan masalah menyontek. Di sekolah anak dididik untuk menjadi orang
yang pintar dan bermoral, di rumah orang tua juga harus bisa mendukung,
mengontrol, dan membantu anak agar bisa mencapai apa yang dicita-citakan.
Selain sekolah dan keluarga, masyarakat sekitar juga harus menudukung,
memberikan contoh yang baik, mengontrol, dan memotivasi agar anak mendapatkan
tindakan yang sama, baik sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Daftar Pustaka
JUSUF, T. (1986). Kesukaran-kesukaran
dalam Pendidikan. Jakarta: Balai Pustaka.
Shochib, D. M. (2000). Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu
Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Dominique,
Papa.Murid Ketahuan Mencontek, Malah
Dibela Kepala Sekolah.Diunduh di http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/07/murid-ketahuan-mencontek-malah-dibela-kepala-sekolah-461351.html, tanggal 22 Oktober 2013
Lismawati,
Ita F. Malau dan Dwifantya Aquina.2013.
Siswa Dipaksa Mencontek, Kepsek Dipanggil. Diunduh dihttp://metro.news.viva.co.id/news/read/224214-siswa-dipaksa-mencontek--kepsek-dipanggil, tanggal 22 Oktober 2013
Rivki, Eiger.2011. Aneh
Bila Pengungkap Kasus Mencontek Massal Dimusuhi.Diunduh di http://news.detik.com/read/2011/06/16/175048/1662010/10/aneh-bila-pengungkap-kasus-mencontek-massal-dimusuhi,
tanggal 31 Oktober 2013
Dalyono, D. M. (2009). Psikologi
Pendidikan. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Munib, Achmad, dkk. 2012. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang : UPT UNNES Press.
Ebobet merupakan situs slot online via deposit pulsa aman dan terpercaya, Dengan menggunakan Satu User ID bisa bermain semua game dari Bola, Live Casino, Slot online, tembak ikan, poker, domino dan masih banyak yang lain.
BalasHapusSangat banyak bonus yang tersedia di ebobet di antaranya :
Bonus yang tersedia saat ini
Bonus new member Sportbook 100%
Bonus new member Slot 100%
Bonus new member Slot 50%
Bonus new member ALL Game 20%
Bonus Setiap hari 10%
Bonus Setiap kali 3%
Bonus mingguan Cashback 5%-10%
Bonus Mingguan Rollingan Live Casino 1%
Bonus bulanan sampai Ratusan Juta
Bonus Referral
Minimal deposit hanya 10ribu
menyontek sangat tidak bagus
BalasHapusapa itu search engine optimization
gaboleh nyontek kata guruku
BalasHapus