Oleh
Salamatus Sakdiyah
Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Indonesia adalah
negara yang kaya akan hutan. Beberapa jenis hutan di Indonesia adalah hutan
hujan tropis, hutan musim, sabana, stepa dan hutan bakau (mangrove).Karena
banyaknya hutan yang berada di Indonesia membuat negara Indonesia menjadi
sering terjadi bencana yang berhubungan dengan hutan, diantaranya adalah
kebakaran hutan. Dalam artikel ini saya akan menganalisis tentang penyebab
kebakaran hutan, cara pencegahan dan perlindungannya serta dampak yang
diakibatkan oleh kebakaran hutan. Diantara faktor penyebab kebakaran hutan adalah bahan
bakar, cuaca, waktu dan topografi. Adapun cara pencegahan kebakaran hutan
diantaranya yaitu menghindari perbuatan yang dapat menyebabkan kebakaran hutan,
sayangi hutan dan lingkungan, taatati peraturan yang berlaku. Adapun teknik pencegahan kebakaran hutan
adalah membuat peta kerawanan kebakaran, memantau cuaca, akumulasi bahan, dan
gejala rawan kebakaran, penyiapan regu pemadam, membangun menara pengawas,
penyiapan peralatan pemadam, membuat sekat bakar, melakukan penyuluhan serta
membentuk organisasi penanggulangan kebakaran hutan. Apabila teknik-teknik
pencegahan kebakaran hutan tersebut dilakukan dengan baik dan berhasil maka
hutan akan aman dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Keywords :
Indonesia, bencana, kebakaran, faktor, pencegahan.
1.
Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang kaya akan
kekayaan alam. Diantaranya adalah hutan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
hutan adalah tanah yang ditumbuhi pohon-pohon dan biasanya tidak dipelihara
orang. Beberapa jenis hutan di Indonesia
menurut iklimnya adalah hutan hujan tropis, hutan musim, sabana, stepa dan
hutan bakau (mangrove).Adapun jenis hutan berdasarkan fungsinya adalah
hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi (Jazuli, 2007). Hutan
memiliki fungsi diantaranya sebagai penghasil kayu, sumber plasma nutfah, dapat
mencegah terjadinya erosi tanah dan banjir, sebagai penghasil gas oksigen (O2),
sebagai penyerap bahan-bahan pencemar udara, ekosistem hutan, habitat flora dan
fauna serta sebagai pengatur tata air dan pengawetan tanah (Purbowaseso, 2004).
Karena pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan manusia sehingga kelestarian
hutan tersebut perlu dijaga agar hutan tidak kehilangan fungsinya.
Hal yang dapat
mengakibatkan terganggunya fungsi hutan diantaranya adalah kebakaran hutan.Maka
dari perlindungan hutan dari kebakaran perlu dilakukan. Perlindungan hutan
yaitu usaha, kegiatan dan tindakan untuk mencegah serta membatasi
kerusakan-kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia,
ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, untuk mempertahankan
hak-hak negara atas hutan dan hasil hutan (Purbowaseso, 2004).
Sedangkan
kebakaran hutan (Purbowaseso, 2004) adalah kebakaran yang terjadi didalam
kawasan hutan. Kebakaran hutan bisa terjadi baik secara disengaja maupun tidak
disengaja.
Telah diketahui
bahwa kebakaran hutan sering terjadi di Indonesia, terutama di pulau Sumatera
dan Kalimantan.Dalam sejarah diceritakan bahwa kebakaran hutan telah terjadi di
Indonesia sejak abad ke-18.Dimulai dari kebakaran di kawasan hutan antara
Sungai Kalanan dan Cempaka (sekarang Sungai Sampit dan Sungai Katingan)
propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1877. Dalam buku yang dikarang oleh
Purbowaseso (2004) sekitar 400 tahun
lalu ada seorang penjelajah Eropa menemukan pulau ketika para pelautnya mencium
bau asap. Mereka menuju pusat bau asap tersebut dan menemukan pulau.
Mengingat
pentingnya hutan bagi kehidupan manusia, maka upaya perlindungn hutan perlu
dilakukan.Dalam konteks perlindungan ini sikap pencegahan lebih diutamakan dari
pada sikap penanganan sehingga apabila pencegahan dilakukan dengan tepat
diharapkan kebakaran hutan di Indonesia dapat berkurang.
2.
Potensi Kebakaran Hutan di
Indonesia
Berdasarkan
pengalaman sejarah, tingkat kebakaran hutan di Indonesia cukup tinggi, sebagian
besar disebabkan oleh ulah manusia dan sebagian kecil disebabkan oleh kondisi
alam (Purbowaseso, 2004).Pada tahun 1996-1998 saja telah terjadi kebakaran
besar di Indonesia.Menurut Direktorat Jendral Perlindungan Pelestarian Alam
(Dirjen PHPA) Departemen Kehutanan pada tahun 1997 kebakaran hutan telah
mencapai 96.700 hektar.Kebakaran tersebut terjad di 13 provinsi dan bahkan
mengakibatkan kerugian bagi Indonesia sekitar 30 miliar dan juga mengganggu
keseimbangan alam.
Menurut Majid
(2008) sepanjang sejarah dunia belum ada polusi asap yang disebabkan oleh
kebakaran hutan yang dampaknya sampai merembet ke negara-negara tetangga. Tapi
kenyataannya hal itu malah terjadi pada Indonesia antara tahun 1997 dan 1998.
Dampak dari asap polusi tersebut sampai ke negara-negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, Thailand dan Filipina.
Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kerawanan kebakaran hutan. Antara lain karena musim
kemarau, jumlah penduduk dan kegiatan pembukaan lahan (Majid, 2008). Dalam buku
yang dikarang Majid (2008), beliau menyebutkan bahwa ada beberapa kategori
hutan yang rawan kebakaran, yaitu : a). Sangat rawan kebakaran, meliputi hutan
di Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. b). Cukup rawan kebakaran,
meliputi hutan di Provinsi Aceh, Bengkulu, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Bali dan Nusa Tenggara. c). Agak rawan kebakaran, meliputi hutan di Provinsi
Sumatera Barat, Jawa Barat, Yogyakarta, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya.
Pada bencana
kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997-1998 mengakibatkan rusaknya
tanaman pertanian, perkebunan dan tanaman obat serta merusak keanekaragaman
flora fauna. Selain itu, asap yang ditimbulkan juga dapat menyebabkan timbulnya
gangguan kesehatan serta gangguan transportasi. Seperti yang dikatakan Majid
(2008) dalam bukunya bahwa luas hutan
yang terbakar sampai bulan Oktober 1997 mencapai 131.923 hektar yang terdiri
dari hutan lindung (10.561 ha), hutan produksi (94.443 ha), suaka alam (7.721
ha), hutan wisata (1.774 ha), taman nasional (12.913 ha), taman hutan raya (485
ha) dan hutan penelitian (34 ha).
Sebelumnya
ditahun 1982-1983 juga pernah terjadi kebakaran hutan di kawasan Taman Hutan
Raya (Tahura) Bukit Soeharto seluas 3,5 juta hektar (Purbowaseso, 2004).
Kebakaran hutan ini tercatat sebagai kebakaran hutan yang paling besar di
Indonesia bahkan di dunia pada masa itu.Kebakaran hutan tersebut terjadi bersamaan
dengan musim kemarau yang panjang, karena pengaruh munculnya El Nino.El
Nino(Purbowaseso, 2004) yaitu kondisi curah hujan sangat rendah
dibandingkan curah hujan normalnya atau sering diidentikkan dengan kondisi
iklim kering yang panjang.
Dalam buku
karangan Purbowaseso (2004) pada tahun 1982-1983 Whitmore melaporkan bahwa
sebenarnya kebakaran hutan juga terjadi di wilayah pulau Sumatera yaitu di
hutan Gambut Sumatera bagian timur.Tapi dalam laporan tersebut tidak disebutkan
berapa luas hutan Gambut yang terbakar.
Kebakaran hutan
kembali terjadi pada tahun 1987.Menurut Purbowaseso (2004) Dirjen Perlindungan
Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa lokasi
kebakaran hutan berada hampir disemua provinsi kecuali di Aceh, Jambi, Bengkulu,
Jakarta, DIY dan Irian Jaya.Luas areal yang terbakar adalah 49.323,4 hektar.
Pada tahun 1991
dan 1994 Purbowaseso (2004) melaporkan
terjadinya kebakaran hutan dalam skala yang lebih besar. Dibandingkan dengan
kebakaran hutan tahun 1987, luas hutan yang terbakar pada tahun 1991 hampir tiga kali lipat lebih
besar yaitu seluas 118.881 hektar. Tapi kebakaran hutan di tahun 1994 lebih
besar lagi yaitu seluas 161.798 hektar. Pada saat itu, kebakaran hutan hampir
terjadi diseluruh wilayah Indonesia, bahkan kebakaran hutan pada tahun 1994
tercatat hanya DKI Jakarta, Timor Timur dan Irian Jaya yang tidak mengalami
kebakaran hutan.
Yang terbaru
adalah ditahun 2013 ini terjadi kebakaran hutan di Riau.Kebakaran hutan ini
jauh lebih parah dan lebih dahsyat dari kebakaran-kebakaran hutan sebelumnya.
Dampak berupa kabut asap bahkan sampai menganggu ke negara-negara teteangga
terutama Singapura. Di Indonesia kabut asap dari kebakaran hutan juga
mengakibatkan warga sekitar terkena penyakit. Penyakit yang ditimbulkan
diantaranya adalah ISPA."Kualitas udara yang buruk karena kabut asap
tentunya berpengaruh pada kesehatan warga. Baru dua hari ini ada 144 kasus ISPA
hanya di Pekanbaru saja," kata Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas
Kesehatan Riau, Diwani kepada wartawan, Kamis (29/8) di Pekanbaru (lihat merdeka.com,
2013).
Menurut Diwani,
kabut asap yang kala itu terus menyelimuti udara di Riau sangat berpengaruh
pada kesehatan masyarakat. Diwani juga mengatakan bahwa Standar Indeks
Pencemaran Udara pada dua hari terakhir saat terjadinya kebakaran hutan
(27-28/8) berada dalam kondisi sangat
berbahaya (lebih lengkapnya lihat di merdeka.com, 2013).
Kala itu Diwani
juga mengatakan bahwa Dinas kesehatan Riau telah menyebarkan 40 ribu masker di
empat kabupaten terparah yang diselimuti kabut asap yaitu kabupaten Pelalawan,
Indragiri Hulu, Dumai dan Pekanbaru (lihat merdeka.com, 2013).
Kebakaran di
Riau tersebut berlangsung cukup lama dan agak susah untuk dipadamkan karena
banyaknya dan makin bertambahnya titik api di hutan tersebut. Dalam merdeka.com
disebutkan bahwaBadan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbarumengatakan
padasaat itu sudah terpantau 297 titik api di Riau. Data itu didapat setelah
dilakukan pemantauan di 12 kabupaten/kota (lihat merdeka.com, 2013).
Titik api
terbanyak terpantau di Kabupaten Pelalawan, dengan jumlahnya yang mencapai 151
titik. Sementara menurut wacana yang ada di merdeka.com, di Kotamadya Dumai,
Kabupaten Meranti, dan Kota Pekanbaru bebas dari titik api. Menurut Staff
Analisis BMKG Kota Pekanbaru, Slamet Riyadi, faktor utama dari kebakaran hutan
yang memunculkan titik api initermasuk dalam konsep segitiga api (lihat
merdeka.com).
"Dalam satu
konsep segitiga api itu ada faktor oksigen, bahan bakar dan api. Inilah siklus
faktor yang menyebabkan munculnya kebakaran lahan."Ujar Pak Slamet Riyadi
di ruang analisa BMKG Pekanbaru, Selasa (27/8)(lihat
merdeka.com, 2013).
Jadi
apakah kebakaran hutan merupakan hal yang unikdi Indonesia?
|
Grafik 1. Data tentang jumlah titik api di
Sumatera tahun 2001-2013.
Dalam grafik diatas menunjukkan
bahwa kebakaran hutan merupkan hal yang sudah berulang kali terjadi di
Sumatera. Melihat data diatas, peringatan titik api biasanya muncul cukup
banyak di sekitar bulan Juni hingga September tiap tahun. Sekitar 60% titik api
yang diobservasi setiap tahun muncul pada periode waktu 4 bulan tersebut. Hal
itu mungkin disebabkan karena sedang musim kemarau sehingga kebakaran hutan
mudah terjadi di wilayah Sumatera.Maka dari itu pada bulan Juni hingga
September sebaiknya warga sekitar hutan lebih waspada dan lebih menjaga
lingkungan hutan.
3.
Dampak dan Bahaya dari
Kebakaran Hutan
Seperti yang dikatakan
Jazuli (2008) bahwa kebakaran hutan memiliki dampak yang luas terhadap berbagai
aspek kehidupan.Baik dampak secara langsung (dirasakan dalam jangka waktu yang
pendek) maupun secara tidak langsung (baru dirasakan dalam jangka waktu yang
panjang). Dapat dipastikan bahwa makhluk yang pertama kali terkena dampak dari
kebakaran hutan adalah tumbuh-tumbuhan yang ada dihutan tersebut karena memang
tumbuh-tumbuhan tidak dapat bergerak menuju tempat lain.
Menurut
penelitian di Wanariset Semboja Kalimantan Timur, pada penelitian plot permanen
seluas 1,6 hektar, setelah kebakaran hutan tahun 1983 dan 1988 diketahui 90%
dari 240 spesies pohon mati. Sementara pengamatan di Lempake diketahui hanya
20% spesies yang masih hidup. Kemudian pada pengamatan di hutan Gambut di Taman
Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah sebelum kebakaran data menunjukkan
jumlah spesies sebanyak 60 spesies tapi setelah terjadi kebakaran hutan hanya tersisa
15 spesies saja (Purbowaseso, 2004).
Purbowaseso
(2004) juga menyebutkan bahwa kebakaran hutan bisa mengganggu proses ekologi
hutan, salah satunya adalah suksesi alami. Beliau menyebutkan bahwa kebakaran
menyebabkan perubahan pola vegetasi sesuai dengan pola kebakaran yang terjadi
sehingga akan membentuk berbagai fase suksesi. Hutan yang terbakar menjadi
terbuka sehingga merangsang pertumbuhan gulma yang akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan ekologi antarjenis.
Penghitungan
kerugian hilangnya flora umumnya hanya dilakukan pada jenis kayu-kayuan saja,
sedangkan pada flora khas endemik biasanya tidak dapat dihitung dengan rupiah
(Purbowaseso, 2004). Dalam bukunya, Purbowaseso (2004) menyebutkan untuk
menyederhanakan penaksiran kerugian yang diakibatkan hilangnya flora hutan
dilakukan dengan cara perhitungan “Benefit Transfer Approach” sebagai berikut :
nilai kerugian untuk jenis bahan makanan dan bahan mentah hasil hutan per
hektar sebesar US $ 35, sumber daya genetik US $ 41 dan kerugian rekreasi
sebasar US $ 112. Hal ini dengan asumsi bahwa kerusakan hutan mencapai 50%.
Dampak lain dari
kebakaran hutan adalah berkurangnya populasi satwa di daerah hutan yang
terbakar. Satwa-satwa besar seringkali tidak bisa menyelamatkan diri saat
kebakaran hutan terjadi.Dalam buku karya Purbowaseso (2004), pengamatan
kebakaran hutan di Tahura Bukit Soeharto oleh Pusat Rehabilitasi Orang Hutan,
Wanariset Semboja, Kalimantan Timur menyatakan bahwa saat terjadi kebakaran
hutan dikawasan tersebut telah menewaskan 126 orang hutan. Orang hutan juga
banyak yang mengungsi ke kampung-kampung penduduk.Setelah kejadian itu,
tercatat sebanyak 63 bayi orang hutan bisa diselamatkan dan beberapa dibeli
dari penduduk (Purbowaseso, 2004).
Menurut
Purbowaseso (2004) besarnya kerugian yang disebabkan pada hilangnya satwa
akibat kebakaran hutan belum bisa ditentukan dalam bentuk rupiah.Hal ini
dikarenakan ada nilai yang tidak bisa ditaksir (intangible value) dalam
bentuk rupiah.Misal hilangnya 10 pasang burung Maleo di Sulawesi Utara.Kehilangan
burung Maleo tersebut tidak dapat ditentukan hanya dengan harga jual burung
Maleo dipasaran tapi juga harus ditentukan berapa nilai musnahnya seekor burung
Maleo.Nilai musnahnya burung Maleo inilah yang sulit ditaksir nilai rupiahnya.Maka
dari itu hilangnya satwa jelas memiliki nilai yang tak ternilai harganya karena
hilangnya burung yang bersifat langka tersebut (Purbowaseso, 2004).
Selain
dampak-dampak diatas masih ada dampak yang tidak kalah serius yaitu dampak yang
terjadi pada lingkungan fisik akibat adanya kebakaran hutan.Dampak tersebut
mencakup aspek tanah, udara dan air. Menurut Majid (2008) jika terjadi
kebakaran hutan maka akan menghilangkan vegetasi diatas tanah, hal ini akan
mengakibatkan terganggunya siklus hidrologi serta terganggunya iklim baik iklim
mikro maupun iklim makro.
Dalam bukunya,
Purbowaseso (2004) menyatakan bahwa kebakaran hutan juga mengakibatkan
hilangnya unsur hara melalui berbagai jalan. Nitrogen akan menguap dengan suhu yang lebih dari 100oC, sulfur organic
akan terurai diatas suhu 340oC, sedangkan fosfat akan terbenam dalam
bentuk silikat kompleks sehingga sukar terurai kembali untuk dimanfaatkan oleh
tanaman.
4.
Pencegahan dan
Pengendalian Hutan dari Kebakaran
Menurut Majid
(2008) upaya pencegahan dan pengendalian yang dapat dilakukan oleh masyarakat
adalah sebagai berikut : a). Membuat peta kerawanan kebakaran. Peta kerawanan
kebakaran dapat dibuat dengan bantuan citra satelit yang memanfaatkan saluran
termal seperti citra NOAA. Berdasarkan citra satelit tersebut dari beberapa
titik-titik api/ hot spot pada wilayah tertentu. b). Memantau cuaca, akumulasi
bahan bakar dan gejala rawan kebakaran. Kegiatan yang dimaksud adalah memantau
tingkat kerawanan api. c). Penyiapan regu pemadam. Satu regu pemadam kebakaran
hutan adalah 20 orang dengan seorang pemimpin regu. d). Membangun menara
pengawas. Pengawasan terhadap hutan juga perlu dilakukan secara rutin untuk
mendeteksi kebakaran hutan lebih dini.Pengawasan tersebut dapat dilakukan
dengan membangun menara pengawas. e). Penyiapan peralatan pemadam. Peralatan
tersebut dipersiapkan agar ketika terjadi kebakaran kita sudah siap segera
untuk memadamkan apinya. f). Membuat sekat bakar. Sekat bakar adalah jalur yang
berfungsi sebagai pemutus api (fire break). Biasanya sekat bakar
dipisahkan atas dua jalur yakni jalur kuning dan jalur hijau.Jalur kuning
adalah sekat yang dibuat dengan lebar tertentu yang umumnya 12-20 m dan
mengelilingi areal sampai ketemu gelang serat sekat dalam kondisi bersih dari
bahan bakar. Jalur hijau dibedakan dengan jalur kuning terletak pada penanaman
pohon yang tahan api pada jalur hijau. g). Membentuk organisasi penanggulangan
kebakaran hutan. Satuan pengendalian kebakaran hutan dan lahan tersusun atas
tiga tingkat, yaitu tingkat nasional (Pusdalkarlahutnas), tingkat daerah
(Pusdalkarlahutda) dan tingkat operasional (Satlak).
Upaya-upaya
pencegahan tersebut diharapkan untuk dilakukan agar dapat mengurangi tingkat
kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia.
5.
Simpulan
Berdasarkan
paparan diatas, diketahui bahwa beberapa tahun terakhir banyak sekali terjadi
kebakaran hutan di Indonesia.Bahkan kebakaran hutan yang terjadi ditahun ini
sangat parah dan berdampak sampai ke negara-negara tetangga.Kebakaran hutan
bisa disebabkan oleh ulah manusia ataupun karena faktor alam.Tetapi kebanyakan
kebakaran hutan disebabkan oleh ulah manusia.Hal ini perlu diminimalisir agar
manusia tidak melakukan hal-hal yang dapat mengakibatkan kebakaran hutan.
Kebakaran hutan
sangat merugikan bukan hanya bagi manusia tapi juga bagi alam dan lingkungan
sekitar.Adapun kerugian atau dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan yaitu
menurunnya populasi flora dan fauna karena banyak flora dan fauna yang ikut
terbakar dan kehilangan tempat tinggal saat terjadi kebakaran hutan.kebakaran
hutan juga mengakibatkan polusi udara karena asap yang ditimbulkan. Hal ini
sangat merugikan bagi manusia karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit
dan juga dapat mengakibatkan kecelakaan ketika sedang berkendara.
Adapun cara atau
teknik untuk mengendalikan kebakaran hutan adalah dengan membuat peta kerawanan
kebakaran, memantau cuaca, akumulasi bahan bakar dan gejala rawan kebakaran,
menyiapkan regu pemadam, membangun menara pengawas, penyiapan peralatan
pemadam, membuat sekat bakar serta membentuk organisasi penanggulangan
kebakaran hutan. Teknik-teknik tersebut sangat dianjurkan untuk dilakukan agar kebakaran hutan dapat
terminimalisir dan tidak terus terjadi di Indonesia. Para warga sekitar hutan juga diharapkan sadar
terhadap perilakunya yaitu dengan menjaga dan mengontrol dirinya untuk tidak
melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan kebakaran
hutan sehingga kebakaran hutan dapat dihindari dan tidak menjadi hal yang biasa
terjadi di Indonesia.
Daftar Pustaka
Jazuli, Ahmad.
2007. Manfaat Hutan Lindung. Semarang: Sinar Cemerlang Abadi.
Majid, Kusnoto
Alvin. 2008. Pencegahan dan Penanganan Kebakaran Hutan. Semarang: Aneka Ilmu.
Purbowaseso,
Bambang. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta: Rineka Cipta.
Referensi Media
Massa
Anonim.2013. Makalah
Kebakaran Hutan dan Penanggulangannya.diunduh dari “http://forester-untad.blogspot.com/2013/01/makalah-kebakaran-hutan-dan- cara.html” pada 9 November 2013.
EnergiToday. 2013. Kebakaran Hutan Riau Samai Rekor Juni 2013. diunduh dari “http://energitoday.com/2013/08/28/kebakaran-hutan-riau-samai-rekor-juni- 2013.html” pada 9 November 2013.
Merdeka.com. 2013.Akibat asap kebakaran hutan, 144 warga Pekanbaru Terjangkit ISP. diunduh dari
“http://www.merdeka.com/peristiwa/akibat-asap-kebakaran-hutan-144- warga-pekanbaru-terjangkit-ispa.html” pada 9 November 2013.
Merdeka.com. 2013.Riau kembali dikepung asap kebakaran hutan. diunduh dari “http://www.merdeka.com/peristiwa/riau-kembali-dikepung-asap-kebakaran- hutan.html” pada 9 November 2013.
Merdeka.com. 2013.Ini penyebab kebakaran hutan di Riau yang diprotes Singapura. diunduh dari “http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-penyebab-kebakaran-hutan-di- riau-yang-diprotes-singapura.html” pada 9 November 2013.
Ustantina, Erlin.
2012. Karya Tulis Ilmiah. diunduh dari “http://erlinustantina.wordpress.com/2012/10/16/karya-tulis-ilmiah.html”
pada 9 November 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar