Oleh Linda Rakhmawati
Jurusan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Pada saat ini berkembangnya suatu
zaman membuat perubahan yang cukup drastis yang mempengaruhi karakter bangsa
Indonesia. Tidak heran jika anak bangsa sekarang berbeda dengan dahulu untuk
masalah karakter pada kepribadian. Maka dari itu dalam pendidikan di Indonesia
perlu di adakannya pendidikan karakter guna membentuk karakter bangsa yang
berakhlak mulia. Selain masa pembentukan karakter pada tahap awal yaitu
pembentukan karakter dalam lingkup keluarga, dalam lingkungan sekolah pun
mempunyai arti penting untuk mengembangkan karakter bahkan dapat mengubah
karakter anak didik yang dinilai tidak baik lalu menjadikannya karakter yang
dinilai baik. Artikel ini mengungkapkan penganalisisan saya pada pendidikan
karakter, akhlak, moral/etika yang merupakan salah satu nilai-nilai yang ada di
dalam pendidikan karakter, pengaruh pendidikan karakter, dan faktor-faktor dari
lemahnya pendidikan karakter.
Kata kunci: karakter, pendidikan
karakter, akhlak, moral/etika.
1.Pendahuluan
Objek yang saya ambil ini
mengenai sosial yang menjadi dasar manusia dalam mengidentifikasi kepribadian
pada masing-masing orang tersebut. Hal ini juga mengangkat suatu kependidikan
karakter yang di dalamnya terdapat moral/etika dan akhlak yang pada saat ini
telah pudar akibat berbagai macam masalah sosial. Berikut kajian saya mengenai
pendidikan karakter yang di terapkan pada lingkungan sekolah antara lain: (1)
Pengertian dari pendidikan karakter serta apa saja yang ada dalam pendidikan
karakter; (2) Apa pengaruh dari pendidikan karakter; dan (3) Lemahnya karakter
menjadikannya orang yang tidak memahami akan “moral maupun akhlak.”
Pertama, penerapan “5s (senyum, salam, sapa, sopan, dan santun)” di sekolah SMA Negeri
1 Slawi yang terletak tepatnya di kabupaten Tegal merupakan cerminan dari
penerapan pendidikan karakter di sekolah (lihat website sman1slawi). Tidak hanya guru BK (Bimbingan Konseling) saja
yang spesifikasinya mengajarkan bimbingan karakter namun juga guru lain harus
saling mengajarkan hal tersebut. Tidak menjadi hal yang tidak biasa seorang
siswa saat ini banyak yang mengabaikan 5s tersebut, setidaknya hanya senyum pun
pada saat berpapasan dengan guru
terkadang siswa tidak menjalankannya terkecuali interaksi pada saat
tatap muka di kelas atau pada saat belajar bersama dengan guru di kelas selepas
itu tidak terjadi interaksi. Setidaknya penerapan 5s tersebut dapat menciptakan
interaksi yang harmonis antara siswa dan guru minimal agar saling mengenal
wajah dan nama apabila mempunyai daya ingat yang cukup bagus.
Kedua,
ialah kurangnya rasa hormat terhadap guru yang sedang mengajar. Ketika guru
sedang mengajar dan menghadap papan tulis sering kali ada siswa yang makan di
kelas ataupun banyak yang membuka laptop namun bukan membuka sumber belajar
tetapi membuka sosial media seperti “facebook”. Ironisnya guru tidak mengetahui
dan tetap mengajar dengan suara yang lantang serta semangat yang tinggi justru
tidak tahu bahwa muridnya melecehkannya. Apakah ini karakter anak bangsa
sekarang yang berbeda jauh dengan siswa dahulu? Menghargai serta menghormati
merupakan hal-hal yang ada dalam pendidikan karakter. Siswa-siswa tersebut
perlu dibina khusus melalui pendekatan-pendekatan yang dirinya memahami jika
menjadi seorang guru namun di sepelekan dengan cara begitu.
Ketiga, sekarang ini sedang gencarnya kasus kecelakan tragis yang menimpa
“Doel” anak dari seorang artis bernama
“Ahmad Dani.” (lihat detik news, 09/09/2013).
Kasus ini hingga memakan korban. Anak dari Ahmad Dani tersebut memakai
kendaraan mobil dengan kecepatan tinggi. Dari sisi inilah tentu saja anak yang
masih berumur belasan tahun sudah di kasih kepercayaan oleh orang tuanya yang
itu jelas salah dan mirisnya dibolehkannya membawa mobil ke sekolah membuat si
anak merasakan kebebasan berkendara yang jelas hal tersebut belum di bolehkan
oleh hukum. Dari kejadian ini seharusnya pihak orang tua lebih memperhatikan
anaknya dengan tidak memberikannya fasilitas yang berlebihan juga dari sekolah
seharusnya adanya pemberian peraturan melarang untuk membawa mobil ke sekolah
karena beresiko dan tidak mendidik untuk siswa.
Dari ketiga kasus
tersebut kita dapat mengetahui bahwasannya pembentukan karakter di lingkungan
sekolah ini merupakan hal yang penting dan memang di butuhkan untuk membentuk
karakter yang baik dalam artian seorang siswa mampu bersikap saling menghargai,
saling menghormati, saling mengasihi kepada guru dan antar siswa lainnya serta
mempunyai etika yang berkualitas. Diharapkan juga tidak hanya pembentukan
karakter yang bersifat statis namun juga dinamis agar siswa mengetahui dan
merasakannya sendiri tentang pentingnya karakter tersebut dan pada akhirnya
seorang siswa mempunyai rasa sayang yang saling erat kepada guru maupun antar
siswa.
2. Karakter, akhlak dan moral/etika
Dalam karakter terdapat banyak
nilai-nilai yang terkandung salah satunya ialah akhlak dan moral/etika. Pada
saat ini lemahnya etika pada siswa banyak ditemukan, maka dari itu perlunya
upaya untuk mengembangkan pendidikan karakter ini di sekolah. Pencapaian
terbentuknya karakter yang sesuai dengan apa yang diharapkan mencakup moral
serta perbenahan akhlak yang dalam pembentukan awalnya pada lingkup keluarga
siswa. Dalam bimbingan orang tua sejak kecil lah yang membentuk sifat dari anak
itu. Ada beberapa hal yang dipelajari oleh orang tua untuk pembentukan karakter
usia dini, yaitu dengan menganalisa emosionalnya sehingga dapat teredam dan
mampu menstabilkan. Dalam pembinaan perkembangan psikis pada masa kecil meliputi:
perasaan, kemauan, dan cipta. Lebih lanjut Sudirman (1985:63-65). Masa inilah
penentuan pembentukan karakter anak untuk dasar berkembang ke berikutnya.
Selain
pada lingkungan keluarga, si anak terjun dalam dunia pendidikan / sekolah. Pada
sekolah inilah telah dibenturkan oleh berbagai karakter anak yang banyak
sehingga, kerap kali anak mudah terbawa dengan karakter temannya misalnya
terbawa pada katakter yang keras, atau pemalas dan lainnya. Hal ini membuat
adanya suatu pendidikan karakter yang sekarang ini di adakan pada pendidikan di
Indonesia. Tidak semua sekolah juga yang mengadakan pendidikan ini. Dapat juga
di masukan ke dalam mata pelajaran untuk pengembangannya melalui interaksi yang
harmonis dengan guru maupun antar siswa. Mengapa demikian?
Petama, karena dengan menerapkannya pada
mata pelajaran contohnya dalam bentuk penugasan, dari situ siswa mampu
mengembangankan ide-ide nya dan pastinya ada suatu proses fit back yang dilakukan
antar siswa dengan guru. Dengan adanya proses ini akan menumbuhkan berbagai
macam hal yang ada pada pembentukan karakter misalnya, saling menghormati,
bersopan santun dan lainnya. Kedua, karena
dengan adanya penambahan nilai moral yang
di selipkan pada suatu proses belajar membuat siswa mampu merasakan
sendiri tanpa merasa di gurui dengan berbagai macam aturan yang membuat siswa
sebagai suatu keharusan.
No
|
Mata Pelajaran
|
Nilai Utama
|
1.
|
Pendidikan Agama
|
Religius, jujur,
santun, disiplin, bertanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri,
menghargai keberagaman, patuh pada aturan sosial, bergaya hidup sehat, sadar
akan hak dan kewajiba, kerja keras, peduli.
|
2.
|
PKN
|
Nasionalis, patuh
pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai keragaman, sadar akan hak
dan kewajiban diri dan orang lain.
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
Berfikir logis,
kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggung jawab, ingin tahu,
santun, nasionalis.
|
4.
|
IPS
|
Nasionalis,
menghargai keberagaman, berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, peduli
sosial dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, kerja keras.
|
5.
|
IPA
|
Ingin tahu,
berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat,
percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung jawab,
peduli lingkungan, cinta ilmu dan kerja keras.
|
6.
|
Bahasa Inggris
|
Menghargai
keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerjasama, patuh pada aturan
sosial.
|
7.
|
Seni Budaya
|
Menghargai
keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya orang lain, ingin tau,
disiplin, demokratis.
|
8.
|
Penjasorkes
|
Bergaya hidup
sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, menghargai karya
dan prestasi orang lain.
|
9.
|
TIK/Keterampilan
|
Berfikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai
karya orang lain.
|
10.
|
Muatan Lokal
|
Menghargai
keberagaman, menghargai karya orang lain, nasionalis, peduli.
|
Tabel I. Contoh Distribusi Nilai-Nilai
Utama ke dalam Mata Pelajaran (Narwati Sri 2011:85-86)
Dengan demikian siswa dengan
tidak sadar melalui proses belajar yang diikuti mendapatkan berbagai
nilai-nilai yang ada pada pengadaan pendidikan karakter. Semua itu tidak hanya
tertuang dalam teori saja, melainkan siswa dapat merasakan sendiri dengan prosesnya
sehingga siswa dapat mengambil dari segi manapun dan yang diharapkan siswa
mampu menempatkan diri ketika berada pada situasi apa yang di alaminya pada
masalah sosial yang muncul saat proses belajar.
3. Pengaruh Pendidikan Karakter
Selanjutnya apa pengaruh dari pendidikan
karakter bagi siswa?
Banyak sekali pengaruhnya, tentu
saja berpengaruh positif antara lain: menjadikan siswanya berkarakter dengan
mempunyai moral serta akhlak mulia. Terkadang ranah pendidikan kurang
memikirkan pentingnya pendidikan karakter karena merupakan dasar dari suatu
proses pendidikan, seringkali yang di pikirkan hanya cukup siswanya pintar saja
tanpa mempunyai karakter yang baik. Ironisnya pendidikan di Indonesia ini hanya
memikirkan produk tidak tahu proses pencapaian produk tersebut. Banyak guru
pula yang justru kurang sadar akan pentingnya pendidikan karakter dengan
beranggapan siswa telah di bekali dari keluarganya sendiri-sendiri dan justru
seharusnya masih membutuhkan pengembangan secara khusus yang di bina dari
sekolah.
Li Lanqing dalam tulisannya mengungkapkan: Throughout the reform of the education system, it is imperative to bear
in mind that reform is for the fundamental purpose of turning every citizen
into a man or woman of character and cultivating more constructive members of
society. (Narwati Sri 2011:12). Maksud dari tulisan Li Lanqing diatas ialah
berusaha membuat suatu pemahaman yang akhirnya membuat negara Cina menjadi
maju. Dalam pendidikan tentunya, mengungkapkan bahwa berbaya jika pendidikan
hanya menekankan suatu sistem pendidikan yang hanya mengacu pada
hafalan-hafalan saja yang hanya bermoto untuk sekadar lulus/tamat menempuh
suatu pendidikan. Dengan adanya paham ini membuat negara Cina bangkit dari
keterpurukan pendidikan dan menjadi maju pada saat ini.
Selanjutnya adanya pengaruh sisi
pembelajaran karakter yang termuat di kelas.
Gambar I. Konteks Mikro
Pendidikan Karakter berdasarkan kebijakan nasional pendidikan karakter (Narwati
Sri 2011:43).
Dari bagan diatas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan karakter:
Pertama, pengadaan karakter pada proses KBM di kelas, contohnya seperti pembahasan
sebelumnya dapat di implementasikan pada mata pelajaran di kelas.
Kedua, budaya sekolah yaitu berupa kebiasaan keseharian siswa di sekolah. Banyak
sekali kebiasaan-kebiasaan siswa di sekolah, suatu contoh adanya kegiatan jumat
sehat dan sabtu bersih. Jadi setiap hari jumat pagi kegiatan siswa adalah senam bersama dan pada
hari sabtu siswa melakukan kegiatan kebersihan bersama pada kelasnya masing-masing.
Ketiga, Integrasi dalam kegiatan pengembangan ekstrakurikuler seperti pramuka
melatih siswa untuk tanggung dan melatih kemandirian siswa. Ada pula PMR
(Palang Merah Remaja) yang juga melatih siswa untuk cinta pada sesama.
Keempat, kegiatan keseharian di rumah. Dalam sisi ini diharapkan
siswa menerapkan apa yang di lakukan di sekolah dapat juga dilakukan di rumah.
Sehingga ada suatu manfaat yang bisa diambil dari pendidikan yang berada di
sekolah dan tidak hanya di sekolah siswa melakukannya tapi dimana saja siswa
harus dapat menerapkannya.
Dari berbagai
paparan diatas, memang banyak pengaruh pengadaan pendidikan karakter di sekolah
dan saya rasa membawakan pengaruh baik (positive).
Tidak hanya untuk anak didiknya saja namun pendidik juga dapat memperoleh
manfaatnya tersendiri. Dengan adanya pengadaan pendidikan karakter diharapkan
semakin banyak sekolah-sekolah yang mengadakannya.
4. Lemahnya Karakter
Mengapa dengan adanya
perkembangan zaman sekarang justru membuat karakter menjadi lemah, mengapa demikian?
Adakah faktornya, dan
apa sajakah faktor tersebut? Melemahnya sebuah karakter terjadi akibat berbagai
hal. Dibedakan adanya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
tersebut dapat berupa: (1) Kurangnya penanaman karakter pada saat orang itu
masih dalam binaan keluarga (masa kecil). Hal ini adanya suatu pendekatan
obyektif sebagaimana berarti pendekatan dengan mendekati pribadi dari diri anak
tersebut sehingga anak merasa nyaman, misalnya orang tua yang memberikan kasih
sayangnya terhadap anak yang tidak sama rata sehingga ada yang merasa menjadi
anak emas, hal tersebut akan menimbulkan perkembangan anak yang kurang sehat
karena merasa tidak adil dengan orang tua mereka yang pilih kasih.
(2) Tidak
mengembangkan atau memperbaiki nilai-nilai yang telah diterima sejak dini.
Nilai-nilai yang di serap anak terkadang diserap mentah-mentah kedalam dirinya
tanpa tahu nilai-nilai tersebut baik atau tidaknya dan perlu dikembangkan dalam
binaan di sekolah. Misalnya suatu anak yang terbiasa mengatasi masalahnya
sendiri, padahal anak tersebut berposisi di suatu organisasi yang mana masalah
itu mengena pada sebuah organisasi, dan kebetulan anak tersebut menjabat
kedudukan yang tinggi. Dirinya merasa mampu mengatasi sendiri tanpa adanya
bantuan dari teman-temannya. Hal itu menimbulkan teman-temannya merasa kurang
suka terhadap sikapnya yang memudahkan masalah organisasi dengan ditanganinya
sendiri. Disini lah peran guru atau pembina untuk membina anak tersebut
bahwasannya suatu masalah organisasi harus dipecahkan bersama teman-teman
lainnya walaupun anak tersebut dapat mengatasi sendiri namun di dalam
organisasi harus ada kerjasama satu antara lainnya.
Adapun faktor
eksternalnya, antara lain: (1) Adanya pengaruh globalisasi tepatnya keterbukaan
sosial membuat norma-norma yang ada seakan tidak berlaku kembali saat
ini.Banyak sekali tindakan-tindakan amoral yang ada karena perubahan zaman yang
semakin berkembang sekarang ini. Contohnya pembunuhan, kekerasan, tawuran anak
pelajar itu sudah menjadi berita yang tidak mengherankan lagi. Masalah ini
harus ada alat pengontrolnya berupa suatu aturan yang bersifat keras untuk
mencegah adanya perbuatan tidak terpuji. (2) Adanya faktor kebiasaan yang
timbul dari diri seseorang sehingga hal yang kurang etis di biarkan begitu saja
tanpa memikirkan bahwa hal tersebut kurang pantas pada pandangan orang lain. Misalnya
kita sebagai negara yang mempunyai etika apalagi beragama terkadang banyak
orang yang memakai baju yang kurang etis dilihat namun itu sudah mendarah
daging atau sudah menjadi suatu hal biasa dilihat.
Mirisnya
siswa Indonesia banyak yang mengakhiri tamat belajarnya pada jenjang sekolah
dengan cara berpesta pawai kelulusan yang sudah menjadi tradisi. Menurut mereka
tradisi tahunan ini kalau tidak dilaksanakan tidak enak dipandang. Salah
satunya ialah di kota Bandung polisi telah melarang konvoi untuk merayakan
kelulusan siswa SMA/SMK. (lihat setik news, 23/05/2012). Bukan hanya sekadar
pawai untuk merayakan kelulusan, bahkan banyak kejadian criminal lainnya.
Akibatnya terjadi suatu hal yang anarkis mengakibatkan tewasnya korban yang di
kenai tembakan. Pelajar saja sudah mengenal kerasnya dunia kriminal yang tentu
saja membahayakan. Letak sinilah banyak kasus-kasus lain yang masih mencerminkan
lemahnya pendidikan karakter pada anak didik bangsa Indonesia.
Kohlberg dalam
tulisan-tulisannya mengungkapkan ada dua sasaran mengenai aspek pedagogik yaitu:
(1) Lebih menekankan latar dan aktivitas-aktivitas sekolah yang mampu meningkatkan
kemampuan siswa dalam belajar melakukan dan menerapkan pemikiran moral secara
aktual. (2) Lebih menekankan kepada dilemma-dilema moral yang rill ketimbang
yang hipotetikal. (Cheppy 1989:158). Dari ungkapan Kohlberg diatas, bahwa
beliau memang berfikir pendidikan itu yang terpenting tuntutan mewujudkan
moral-moralnya layaknya sebagai anak didik yang berpendidikan. Berpendidikan
itu yang berasal dari moral yang berkualitas. Lebih bisa mewujudkan tindakan
rill nya bukan hanya materi belaka yang diajarkan seorang pendidik kepada
pendidik. Suatu pemikiran yang tertuju langsung pada sasaran pedagogiknya.
5. Kesimpulan
Dari analisis diatas, dapat
disimpulkan bahwa suatu pendidikan yang baik yaitu dimana menekankan proses
bukan hanya hasil saja. Dimana di dalam proses ada nilai-nilai pengintegrasian
dari berbagai macam hal yang tentu saja akan berkaitan dengan nilai-nilai
keluhuran, religi, moral/etika dan lainnya. Pengadaan pendidikan karakter ini
di latar belakangi dengan semakin lemahnya karakter anak bangsa saat ini maka
perlunya bimbingan dati satuan pendidikan untuk membimbing siswa agar menjadi
pribadi bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi moralitas. Pendidikan
karakter selain telah di tanamkan dalam lingkugan keluarga yang merupakan media
pertama dan utama, namun perlu adanya pengembangan agar lebih mendalami lagi
untuk dapat menjadi manusia budiman yang benar-benar mempunyai karakter baik.
Maka
tidak hanya dengan bentuk omongan belaka saja seorang guru dapat mendidik suatu
proses katakter tersebut melainkan dengan sebuah pendekatan-pendekatan melalui
sebuah mata pelajaran yang di dalam prosesnya di selipkan pengajaran suatu
nilai karakter dan diharapkan siswa mampu mewujudkannya. Dan tentu saja terjadi
interaksi dengan guru sehingga guru dapat memantau muridnya seberapa jauh
muridnya itu berkembang sesuai yang diharapkan. Sebenarnya kalau saja tingka
satuan pendidikan juga mengadakannya dengan mengevaluasi dengan jangka waktu
tertentu maka dapat terjadinya peningkatan mutu karakter anak bangsa.
Mengevaluasi bukan dengan cara suatu hal hanya untuk formalitas belaka namun
memang benar-benar adanya proses dan produknya sehingga proses kegiatan
pendidikan di sekolah benar terjadi sesuai apa yang di cita-citakan dan
harapannya dapat lebih berkembang dan maju untuk masa sekarang sampai
mendatang.
6. Daftar Pustaka
Sudirman. (1983). Bimbingan Orang Tua&Anak Bagaimana
Menjadi Orang tua yang Berhasil. Yogyakarta: Studing
Narwati, Sri (2011). Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia
Pustaka Keluarga
HC, Cheppy. (1989). Pendidikan
Moral dalam beberapa Pendekatan. Jakarta: DM
Referensi Media Massa
Detiknews. (2013). “Ini kronologi
kecelakaan beruntun yang melibatkan anak Ahmad Dani” diunduh dari (http://news.detik.com/read/2013/09/09/081616/2352793/10/ini-kronologi-kecelakaan-beruntun-yang-melibatkan-anak-ahmad-dhani), pada 1 November 2013.
Detiknews. (2012). “Polisi larang
pelajar SMA Bandung konvoi kelulusan.” diunduh dari (http://news.detik.com/bandung/read/2012/05/23/161812/1922996/486/polisi-larang-pelajar-sma-bandung-konvoi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar