Oleh Diwinda
Okta Puspitarini
Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
ABSTRAK
Pendidikan
merupakan hak yang seharusnya bisa dinikmati oleh setiap anggota masyarakat.
Menjadi masyarakat terdidik merupakan tujuan untuk bisa mengakses kehidupan
yang lebih baik. Namuan dalam kenyataannya pendidikan hanya bisa dinikmati oleh
sebagian anggota masyarakat saja. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa fakror
yang menghambat adanya proses pendidikan. Karya ilmiah ini membahas tentang
analisis masalah yang terjadi pada sistem pendidikan di Indonesia, khususnya
sisitem pendidikan formal, dan pendidikan nonformal sebagai alternatif
pendidikan yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah-masalah yang terjadi
dalam sistem pendidikan formal. Dari hasil studi pustaka yang penulis lakukan,
pendidikan nonformal dalam hal ini adalah pendidikan homeschooling memberikan
hasil atau output yang lebih baik dibandingkan dengan pendidikan formal yang
dilakukan dilembaga sekolah. Sehingga homeschooling bisa menjadi pendidikan
alternatif untuk anak, dan dapat
mengurangi permasalahan pendidikan yang terjadi pada sekolah formal.
Kata kunci :
homeschooling; pendidikan nonformal, pendidikan alternatif
A.
Pendahuluan
Pendidikan
merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia. Melalui
proses pendidikan diharapkan peserta didik mampu meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dam memiliki sikap yang baik. Pendidikan dapat dilakukan melalui
tiga cara, yaitu melalui pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan
nonformal.
Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
“Pendidikan
adalah usaha dasar dan terencana untuk
mewujudkan susasana belajar dan proses pembelajaran agar secara efektif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendaian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”.
Dalam
undang-undang tersebut juga disebutkan bahwa pendidikan di Indonesia dibagi menjadi
tiga kelompok yang menyelenggarakan layanan pendidikan, yaitu pendidikan
formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah
jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan
dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan informal adalah pendidikan
jalur keluarga dan lingkungan. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan
diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang.
Pendidikan informal adalah
pendidikan yang dilakukan dalam keluarga atau lingkungan. Pendidikan ini akan
sangat berpengaruh terhadap kualitas anak pada masa yang akan datang.
Pendidikan informal ini selain sebagai pendidikan dasar, juga berfungsi sebagai
proteksi terhadap pengaruh negative globalisasi. Wilson (1986) dan Little
(1998), (dalam Joko Sutarto2007:3), menyatakan bahwa kunci utama keberhasilan
pendidikan anak adalah terletak pada kualitas pendidikan yang diselenggarakan
di lingkungan keluarga. Jika pendidikan dasar ini gagal dilakukan, bisa terjadi
kemungkinan anak akan terpengaruh dari lingkungan yang kurang baik.
Karakteristik pendidikan informal adalah bahwa pendidikan informal sama sekali
tidak tergorganisasikan secara struktural, tidak terdapat penjenjangan kronologis,
tidak mengenal adanya kredensials, lebih merupakan hasil pengalaman belajar
individual-mandiri, dan pendidikannya tidak terjadi di dalam “medan interaksi
belajar-mengajar buatan” sebagaimana pada pendidikan formal dan nonformal (Joko
Sutarto2007).
Pendidikan formal merupakan
pendidikan yang dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan resmi yang dalam
operasionalnya lembaga tersebut harus memiliki legalitas dan formalitas serta
berbagai persyaratan yang harus dipenuhi. Pendidikan formal merupakan pendidikan
yang terorganisasi, yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi. Yang termasuk kedalam pendidikan dasar adalah sekolah
dasar, madrasah ibtidaiyah, dan lembaga lain yang sederjat. Pendidikan menengah
meliputi sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah sederajat, sekolah
menengah atas/sekolah menengah kejuruan sederajat. Sedangkan yang termasuk
kedalam pendidikan tinggi adalah perguruan tinggi, sederajat.
Pendidikan non-formal adalah
pendidikan yang dilakukan atau diselenggarakan diluar system pendidikan formal
yang dapat berupa pelatihan, maupun sebagai pelengkap pendidikan formal.
Napitupulu 1981 (dalam Joko Sutarto 2007), pendidikan nonformal merupakan
setiap usaha layanan pendidikan yang diselenggarakan diluar sistem sekolah,
berlangsung seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana
yang bertujuan untuk mengaktualisasikan potensi manusia seutuhnya yang gemar
belajar-mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnnya. Pendidikan non-formal
didasari oleh asas pendidikan untuk semua (education
for all), di mana asas tersebut menyatakan bahwa pendidikan ditujukan untuk
semua manusia demi meningkatkan kemakmuran manusia.
The
World Summit on Education for All di Jomtien pada tahun 1990 yang
diprakarsai oleh UNESCO menghasilkan deklarasi dunia tentang Education for All (Pendidikan untuk
Semua). Tujuan akhirnya adalah memenuhi kebutuhan belajar anak-anak, pemuda,
dan orang dewasa. Bahkan World Education
Forum yang diadakan di Dakar, Senegal, pada tanggal 26-28 April 2000 mengesahkan
Education for All sebagai kerangka
program aksi untuk diterjemahkan oleh Negara masing-masing yang memuat 6 (enam)
komitmen yang meliputi: pertama
memperluas dan meningkatkan mutu perawatan dan pendidikan anak usia dini,
terutama anak yang rawan dan kurang beruntung. Kedua, menjamin hingga tahun 2015 semua anak, khusunya anak
perempuan, anak-anak dalam keadaan yang sulit, dan mereka yang termasuk
minoritas, mempunyai akses untuk menyelesaikan pendidikan dasar yang
berkualitas. Ketiga, menjamin agar
kebutuhan belajar generasi muda dan orang dewasa terpenuhi melalui akses yanh
adil pada progam-program belajar dan pendidikan keterampilan hidup (life skill) yang sesuai. Keempat, menurunkan tingat buta huruf
orang dewasa sebesar 50% dari keadaan sekarang menjelang tahu 2015, terutama
kaum perempuan dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan pendidikan
berkelanjutan bagi semua orang dewasa. Kelima,
menghapus disparitas gender pada pendidikan dasar dan menengah menjelnag tahun
2015, terutama bagi kaum perempuan sehingga mempunyai akses dan prestasi yang
sama dalam pendidikna dasar dengen kualitas yang baik. Keenam, memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin
keunggulannya, sehingga hasil-hasil belajar yang diakui dan terukur dapat
diraih oleh semua, terutama di bidang keaksaraan, angka, dan keterampilan
hidup.[1]
Karena asas pendidikan untuk semua
itulah usaha-usaha dilakukannya pendidikan untuk semua kalangan masyarakat
dilakukan. Selain itu, yang melatar belakangi usaha pendidikan nasional selain
asas pendidikan untuk semua adalah asas Pendidikan Seumur Hidup (Life Long Education) dan asas Tut Wuri
Handayani.
B.
Latar Belakang
Pendidikan Alternatif
Proses
pendidikan pada setiap manusia melalui proses yang panjang. Proses pendidikan
yang dialami tidak hanya dari keluarga, tapi juga dari berbagai lembaga
pendidikan dan masyarakat. Lembaga-lembaga pendidikan telah mengalami banyak
perubahan, mulai dari bentuk yang paling sederhana hingga yang paling kompleks
atau modern. Lembaga modern saat ini telah mengambil alih tugas pendidikan
keluarga dan masyarakat karena lembaga modern dianggap dapat memberikan
pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan seseorang ketika ia manjalani hidupnya
di tengah masyarakat.
Pada dasarnya pendidikan memiliki
tugas yang mulia, yakni memberdayakan umat manusia sehingga mampu
mengaktualisasikan diri secara penuh dalam kehidupan bermasyarakat. Karena
itulah orang yang berpendidikan diharapkan mampu memberikan output yang baik
terhadap sesama manusia dan lingkungan, serta diharapkan dapat mencetak moral
yang baik pula. Sejarah pendidikan di setiap bangsa banyak mengalami perubahan,
seiring dengan perjalanan bangsa itu sendiri, termasuk Indonesia. Pendidikan
dapat menjadi suatu tolok ukur untuk menilai kualitas kemampuan dan watak suatu
bangsa. Dengan demikian pendidikan sangat berpengaruh pada baik buruknya output
yang dihasilkan.
Pendidikan di Indonesia pada saat
ini masih mempunyai banyak masalah yang belum dapat terselesaikan. Masalah
pendidikan yang dihadapi Indonesia dewasa ini antara lain: (a) taraf pendidikan
yang rendah, (b) tidak meratanya pendidikan, (c) tingginya angka putus sekolah,
(d) kecenderungan kehilangan kepercayaan pada lembaga kependidikan, (e)
sentralisasi pendidikan, (f) sulit mendapatkan layanan pendidikan khususnya
untuk anak yang tinggal daerah terpencil dan anak yang berasal dari kelarga
miskin, serta masih banyak lagi. Padahal
pendidikan dapat memberikan banyak pengaruh terhadap program-program pembangunan
bangsa Indonesia yang dapat memberikan kemakmuran bagi seluruh rakyat
Indonesia. Kebutuhan pendidikan yang sangat banyak menyebabkan pendidikan
formal tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan dalam bidang kependidikan itu.
Keadaan ini menyebabkan banyak muncul kritik-kritik terhadap sistem pendidikan
formal. Banyaknya kritik terhadap pendidikan formal itulah yang menyebabkan
sebagian besar penduduk di Indonesia memilih untuk memberikan pendidikan
nonfromal terhadap anaknya. Pendidikan nonformal dianggap lebih efektif
dibanding dengan pendidikan formal. Disamping kursus, pendidikan nonformal
dapat berupa homeschooling atau sekolah rumah.
Timbulnya sekolah alternatif dilatar
belakangi oleh adanya kenyataan bahwa sekolah formal tidak memadai untuk
menampung semua anggota masyarakat yang
ingin terlibat dalam proses belajar mengajar secara formal, adanya gejala
disorientasi lembaga pendidikan dalam konteks sosial, hal ini dipicu dengan
adanya kecenderungan (1) kurikulum sekolah yang kebanyakan berpusat pada mata
pelajaran yang tersusun secara logis sistematis yang tidak nyata berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari sehingga lebih cenderung menjadi subject-centerd curriculum, kurikulum
yang berpusat pada mata pelajaran atau disiplin ilmu, (2) kurikulum sekolah
yang berpusat pada anak, minat, dan perkembangannya sehingga mengabaikan
orientasi social dan dianggap memberikan pendidikan individualitas. Dengan
demikian kurikulumnya cenderung child-centered
curriculum, dan sehingga (3) diupayakan untuk timbulnya society-centered curriculum, di mana
pelajaran dipusatkan pada masalah dan proses kehidupan sosial, serta
menggunakan masyarakat sebagai sumber penting dalam pelajaran (Abdul Latif2009:87).
C.
Homeschooling
Menjadi Pilihan
Metode
konvensional yang diterapkan pada pendidikan formal dianggap tidak tepat untuk
menangani keberagaman karakter, kecerdasan, bakat dan minat peserta didik.
Penyeragaman pada sistem pendidikan formal menyebabkan banyak peserta didik
yang tidak dapat menyalurkan potensi kecerdasan dan bakat minatnya karena harus
mengikuti aturan dan jadwal yang sudah terprogram secara sistematis lengkap
dengan limit waktu yang harus ditempuh. Kenyataan ini menjadi kekhawatiran
tersendiri bagi sebagain besar masyarakat khususnya orang tua yang sangat peduli
terhadap perkembangan putra-putri mereka. Hal inilah yang kemudian menjadi
salah satu faktor mengapa homeschooling atau sekolah rumah menjadi sebuah
pilihan untuk menempuh pendidikan.
Alasan lain mengapa sebagian
masyarakat memilih homeschooling adalah: (1) gaya belajar setiap individu belum
tentu sesuai dengan sistem pengajaran yang ada di sekolah formal, (2) keamanan
sekolah yang perlu dipertimbangkan, (3) kurikulum sekolah dianggap sudah tidak
sesuai dengan pandangan orang tua (world
view), (4) sekolah tidak lagi menjadi wadah persiapan anak didik memasuki
masyarakat dengan berbagai perlengkapan yang dibutuhkan, melainkan menjadi
wadah mendidik anak dengan pandangan dunia sesuai dengan kebutuhan pemilik
modal dan penguasa (Loy Kho, 2007).
Homeschooling atau sekolah rumah
menawarkan berbagai keunggulan dibanding dengan sekolah formal diantaranya
yaitu: (1) coustomized, sesuai dengan
kebutuhan anak dan keluarga, (2) lebih memberikan peluang untuk kemandirian dan
kreativitas individual yang tidak di dapatkan dalam model sekolah umum atau
sekolah formal, (3) memaksimalkan potensi anak sejak usia dini, tanpa harus
mengikuti standar waktu yang telah ditetapkan sekolah, (4) lebih siap unutk
terjun di dunia nyata (real world)
karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari- hari yang ada di
sekitar peserta didik, (5) kesesuaian pertumbuhan nilai- nilai anak dengan
keluarga. Relatif terlindung dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang
seperti tawuran, narkoba, mencontek,(6) kemampuan bergau dengan orang tua dan
yang berbeda umur (vertical socialization), (7) biaya pendidikan dapat menyesuaikan
dengan keadaan orang tua (homeschoolingjakarta.wordpress.com, 2012).
Meskipun homeschooling menawarkan
banyak keunggulan dibanding dengan sekolah formal, masih banyak pertanyaan yang
timbul dan keraguan yang muncul dari sistem pendidikan homeschooling.
Seperti bagaimana kurikulum dari
pendidikan homeschooling atau apakah anak yang mengikuti pendidikan
homeschooling dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi di
sekolah formal? Pertanyaan seperti itu merupakan pertanyaan yang sering
diungkapkan orang tua ketika mempertimbangkan apakah anaknya akan mengikuti
pendidikan homeschooling atau akan mengikuti pendidikan formal. Selain
pertanyaan tadi, pertanyaan yang sering muncul adalah tentang sosialisasi anak
terhadap dunia luar dan legalitas.
Menteri Pendidikan Nasional, Mohamad Nuh
(Kompas,11/08/2011) mengatakan bahwa anak yang mengikuti pendidikan
homeschooling dapat mengikuti jalur ujian paket A, B, dan C untuk mendapatkan
ijazah guna melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di sekolah formal, atau
dapat pula anak-anak homeschooling mengikuti ujian bergabung bersama dengan
pendidikan formal. Mengenai standar kurikulum, Muhamad Nuh menegaskan
homeschooling tetap memiliki kurikulum dasar yang pendekatannya diserahkan pada
pendamping atau pembimbing homeschooling dan orang tua dan didasarkan pada
perkembangan dan kebutuhan anak. Mengenai sosialisasi anak, homeschooling bukan
berarti steril dari masyarakat. Homeschooling justru mengadakan pembelajaran
langsung pada sumber balajarnya, sehingga memungkinkan peserta didik mengasah
kemampuan bersosialisasi mereka sehingga mereka menjadi lebih aktif dan kritis
terhadap permasalahan yang mereka hadapi.
Pendidikan nonfromal seperti
homeschooling tetap diatur dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah melalui
peraturan perundang-undangan asal pelaksanaan pendidikan terserbut tetap
sejalan dengan makna pendidikan dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah juga memfasilitasi terselenggaranya
ujian nasional bagi peserta yng terdaftar di komunitas belajar. Lembaga-lembaga
pendidikan alternatif juga mendapat Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP)
atau semacam Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam sekolah formal.
D.
Tantangan
Penyelenggaraan Homeschooling
Dalam
penyelenggaraan homeschooling bukan berarti tidak mengalami banyak tantangan.
Ada beberapa tantangan bagi penyelenggara homeschooling tunggal, yaitu: (1)
sulitnya memperoleh dukungan atau tempat bertanya, (2) kurangnya tempat
sosialisasi dan orang tua harus trampil memfasilitasi proses pembelajaran, dan (3)
evaluasi dan penyetaraannya (Arief Rachman, 2007). Tidak berbeda jauh dengan
penyelenggaraan hoemscooling tunggal, dalam penyelenggaraan homeschooling
majemuk atau komunitas homeschooling juga harus mengahadapi beberapa tantangan,
seperti: (1) perlu kompromi dan fleksibilitas jadwal, suasana, fasilitas, dan
kegiatan tertentu; (2) perlu ahli dalam bidang tertentu walaupun “kehadiran”
orang tua harus tetap ada, (3) anak-anak dengan keahlian/kegiatan khusus harus
menyesuaikan/menerima lingkungan lainnya dengan dan menerima “perbedaan-perbedaan”
lainnya sebagai pembentukan jati diri, (4) orang tua masing-masing
penyelenggara homeschooling harus menyelenggarakan sendiri penyetaraannya
(m-edukasi.web, 2013).
E.
Masalah yang
Dihadapi Penyelenggara Homeschooling
Meskipun
homeschooling dapat dikatakan lebih efektif dibanding dengan sekolah formal,
bukan berarti homeschooling tidak mengalami kendala atau masalah dalam
pelaksanaannya ataupun tidak memiliki kekurangan. Pelaksanaan homeschooling
juga memiliki kekurangan, diantaranya yaitu: (a) butuh keterlibatan yang tinggi
dari orang tua, (b) sosialisasi seumur (peer-group socialization) relatif rendah, (c) ada risiko kurangnya kemampuan
bekerja dalam tim (team work),
organisasi, dan kepemimpinan (nasional.sindonews.com, 2012); dan (d)
perlindungan orang tua memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan
situasi sosial dan masalah yang kompleks yang tidak terprediksi (m-edukasi.web,
2013).
Pelaksanaan pendidikan alternatif,
khususnya homeschooling sangat dibutuhkan faktor-faktor pendukung demi
kelancaran pelaksanaannya. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap
keberhasilan dari proses pembelajaran yang dilakukan. Faktor-faktor pendukung
tersebut diantaranya faktor emosional seperti keingintahuan yang tinggi dari
peserta didik, motivasi yang diberikan kepada peserta didik, komitmen yang baik
antara pendidik dengan peserta didik, adanya konsep pembelajaran
konstruktivisme (pembelajaran dibangun dari sebuah pengalaman), serta adanya
konsep pembelajaran kontekstual (konsep belajar yang menghubungkan isi materi pembelajaran
dengan dunia nyata) (Achmad Rifa’I, 2012).
F.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwa masih banyak masalah pendidikan yang
belum terselesaikan di Indonesia.Pendidikan nonformal atau pendidikan
alternatif seperti homeschooling dapat mengurangi permasalahan pendidikan yang
ada, dan terbukti lebih efektif dibandingkan dengan pendidikan formal karena
pendidikan alternatif seperti homeschooling menggunakan pendekatan yang
bergantung pada kebutuhan peserta didik sehingga dapat memantau perkembangan
peserta didik lebih baik. Meskipun pendidikan nonformal lebih efektif, namun
tetap saja pendidikan dengan metode ini memiliki kekurangan seperti kurangnya
kemampuan bekerja dalam kerjasama tim, dan lain-lain hal tersebut dapat
diminimalisir dengan banyaknya latihan-latihan yang diberikan pada perserta
didik. Keunggulan yang dimiliki lembaga pendidikan nonformal bisa menjadi acuan
untuk melakukan perbaikan sistem pendidikan formal yang dirasa masih kurang
cocok dengan perkembangan peserta didik yang kompleks.
G.
Daftar Pustaka
Fajar, A. Malik. 2005. Holistika Pemikiran Pendidikan. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Kho, Loy. 2007. Homeschooling untuk Anak, Mengapa Tidak ?. Yogyakarta: Penerbit
Kansius (Anggota IKAPI).
Latif, Abdul. 2009. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: PT Refika
Aditama
Rachman, Arief. 2007. Home-schooling Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Rifa’I, Achmad dan Anni, Catharina, Tri.
2012. Psikologi Pendidikan. Semarang:
UPT UNMES PRESS
Sutarto, Joko. 2007. Pendidikan Nonformal. Semarang: UPT
UNNES PRESS.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta:
Republik Indonesia.
H.
Referensi Media
Massa
Akuntono, Indra. 2011. “Mendiknas:
Homeschooling itu Lebh Baik” diunduh dari (http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/11/10585711/Mendiknas.Homeschooling.Itu.Lebih.Baik) pada 5
November 2013
Anonim. 2012. “Apa Perbedaan Sekolah
Formal dan Homeschooling ?” diunduh dari (http://homeschoolingjakarta.wordpress.com/), pada 7
November 2013
Anonim. 2013. “Kelebihan Kekurangan
Homeschooling” diunduh dari (http://nasional.sindonews.com/read/2012/07/29/64/661488/kelebihan-dan-kekurangan-homeschooling), pada 7
November 2013.
Anonim. 2013. “Tantangan Homescooling”
diunduh dari (http://www.m-edukasi.web.id/2013/09/tantangan-homeschooling.html), pada 7
November 2013.
Mashuri, Saepudin dan Fakhrurrozi,
Hatta. 2011. “Resume Homeschooling Sebagai Model Pendidikan Alternatif bagi
Masyarakat Terpencil” diunduh dari (http://stain-palu.ac.id/artikel/52-home-schooling-sebagai-model-pendidikan-alternatif-bagi-masyarakat-terpencil.html), pada 9
November 2013.
[1] A. Malik Fajar, Holistika
Pemikiran Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.
252-253 dalam Abdul Latief, Pendidikan
Berbasis Nilai Kemasyarakatan (Bandung : PT Refika Aditama), hlm. 88-89.
Wah lengkap sekali artikelnya, sangat membantu sekali. Terlebih, artikel ini sangat terpercaya karena dikutip dari sumber yang jelas. Terimakasih banyak!
BalasHapus