Khairul
Arifin
Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Orang pada
umumnya tidak tahu mengenai apa itu filsafat dan apa yang di ajarkan di dalam
filsafat itu sendiri. Sehingga dari kekurang tahuan itulah yang menyebabkan
banyak orang salah sangka terhadap apa itu filsafat dan apa yang di ajarkan di
dalam filsafat. Masalah-masalah yang muncul dikarenakan tidak adanya
pengetahuan tentang ilmu cinta dan kebijaksanaan yang biasa disebut filsafat
inilah yang menghasilkan berbagai tindak kejahatan di dunia ini. Misal saja
seorang yang menjadi ketua suatu perusahaan bukannya mensukseskan perusahaan
itu tapi malah mensukseskan dirinya sendiri. Bukankah itu adalah hal yang sudah
biasa kita dengar di telinga kita? Maka dari itu peran filsafat disini
diharapkan bisa membuat orang lebih bijaksana dan lebih bisa mengambil
keputusan yang sifatnya tidak hanya sepihak dengan memikirkan dirinya sendiri.
Dengan metode-metode yang secara jelas tertulis disini yaitu metode deduktif
dan induktif akan lebih mudah mengungkap kejelasan dari suatu masalah yang
timbul itu. Ditambah dengan adanya kesadaran diri dari orang yang telah belajar
filsafat maka tidak bisa di pungkiri kalau negara ini akan menjadi negara yang
maju dan dikagumi oleh negara lain.
Kata kunci :
filsafat; pengetahuan; ilmu
A. Pendahuluan
Sering
kali kita bingung jika ditanya oleh orang lain “apa itu filsafat?” maka mari
kita cari tahu apakah sebenarnya filsafat itu. Beberapa di antara kita atau
mungkin banyak yang belum tau tentang apa itu filsafat sebenarnya. Filsafat berasal dari bahasa yunani kuno
yaitu gabungan dari dua kata philos dan sophia yang mesing-masing memiliki arti
tersendiri yaitu philos yang artinya cinta dan sophia yang artinya kebijaksanaan.
Arti secara Etimologi ini mempunyai latar belakang yang muncul dari pendirian
Socrates, beberapa abad sebelum masehi, Socrates berkata bahwa manusia tidak
berhak atas kebijasanaan, karena keterbatasan kemampuan yang dimilikinya
terhadap kebijaksanaan manusia hanya berhak untuk mencintainya.
Dari
situ sudah bisa sedikit membuka pandangan kita terhadap “apa itu filsafat?”.
Filsafat sangat erat hubungannya dengan kehidupan, misal saja ada suatu problem
atau masalah yang terjadi di sekitar kita entah itu dari perbedaan pendapat
atau beda pemahaman tentang suatu hal. Nah, disinilah peran dari filsafat itu
yang tidak lain dan tidak bukan yaitu untuk menjelaskan maslah yang tadinya menjadi
hambatan atau perselisihan. Dengan adanya pertanyaan demi pertanyaan yang di
ajukan ditambah dengan masukan-masukan dari berbagai pihak dan berbagai
kalangan maka tidak mungkin ada masalah yang tidak bisa terselesaikan. Maka
dari itu disinilah filsafat memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat.
______________________________________
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung, Alfabeta, 2011) hlm. 3-5
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung, Alfabeta, 2011) hlm. 3-5
B. Latar Belakang Pengenalan Filsafat
Seperti
judul yang saya angkat “Pengenalan Filsafat di Kalangan Umum” maka saya akan
memperjelas apa itu filsafat dan apakah kegunaan dari filsafat dalam keseharian
maupun dalam hidup atau bersosialisasi dengan orang lain. Kita rakyat Indonesia
yang menganut paham Demokratis seharusnya tau tentang apa itu filsafat dan
mempraktekan dalam kehidupan atau keseharian kita. Banyak sekali
problem-problem kehidupan yang muncul akibat pengambilan keputusan secara
sepihak dengan tidak menggubris pendapat dan masukan dari orang lain, disitulah
letak kesalahan terbesar rakyat Indonesia sehingga menyebabkan banyak sekali
problematika dalam keseharian kita. Misal saja tentang kasus suap, korupsi,
kolusi, nepotisme, dan lain lain. Bisa kita lihat dari awal terjadinya kasus
itu, awal mula semua terjadi sesuai aturan.
Setelah
ada salah satu atau mungkin beberapa pihak yang mulai berperilaku tidak baik
dengan mendahulukan kepentingan individu dan kepentingan kelompok yang di
belanya tidak bisa di pungkiri jika mereka akan melakukan hal yang tidak di
inginkan yang tentunya merugikan banyak pihak. Tidak haya yang terlibat
langsung dalam pertemuan itu namun secara tidak langsung juga sangat berakibat
fatal terhadap orang-orang di sekitar kita. Lihat saja di sekeliling kita masih
banyak pengangguran, anak-anak jalanan, pengamen, pengemis, peminta-minta, bahkan
ada yang rela melukai dirinya sendiri agar orang lain kasihan melihatnya dan
memberinya uang walau tak sebanding dengan apa yang dirasakan orang itu.
Dari
beberapa dampak buruk yang sedikit demi sedikit tersebar luas menjadi masalah
yang besar dan berdampak buruk bagi orang lain. Alangkah baiknya jika itu tidak
terjadi. Masalah itu bisa di atasi jika masyarakat Indonesia khususnya bisa
merubah tentang pola pikir mereka. Tidak hanya mementingkan diri sendiri namun
paling tidak melihat keadaan sekitar, misalnya saja berfikir sebelum melakukan
sesuatu dan tidak terburu-buru dalam mengambil suatu keputusan yang bersifat
sepihak menguntungkan diri sendiri dan kelompok tertentu.
Memang
tidak mudah merubah kebiasaan yang telah lama berkembang di masyarakat, namun
akan lebih baik jika kita bisa merubah beberapa orang dan beberapa orang itu
bisa merubah orang di sekitarnya secara terus menerus maka tidak ada yang bisa
menjamin Indonesia akan menjadi negara maju dengan tingkat kesejahteraan tingi.
Filsafat sangat bermanfaat sekali jika dilihat dari apa yang di ajarkan di
dalamnya terlebih lagi seorang ahli filsafat dimanapun tidak ada yang melakukan
hal yang bisa dikatakan tidak baik. Filsafat merubah kita menjadi lebih
berhati-hati dalam mengambil keputusan dan lebih bijak dalam melakukan suatu
pekerjaan.
C. Bagaimanakah Kerja Filsafat
Salah satu kesibukan para filosof ialah
bertengkar tentang apa itu filsafat, dimana segala macam keyakinan dikemukakan
dengan gigih termasuk pendapat bahwa tidak ada filsafat. Saya bertolak dari
pengandaian bahwa filsafat de facto dilakukan dalam masyarakat. Bagi saya
kenyataan itu memuat petunjuk bahwa pada hakekatnya filsafat pun membantu masyarakat dalam memecahkan
masalah - masalah kehidupan. Kalau tidak, untuk apa masyarakat membiayaiya.
(mengingat filosof tidak dapat hidup dari ilmunya) jadi bantuan apa yang dapat
diberikan filsafat kepada hidup masyarakat?
Ilmu - ilmu pengetahuan pada umumnya
membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia. Berbeda dari
binatang, manusia tidak dapat menyerahkan pengemudian kelakuannya pada
perangkat instingtualnya, karena perangkat itu tidak spesifik, terbuka dan bagaimanapun
juga sangat lemah. Untuk mengatasi masalah – masalahnya manusia membutuhkan
orientasi yang sadar, ia harus mengetahui lingkungannya. Ilmu – ilmu
mensistemmatisasikan apa yang diketahui manusia dan mengorganisasikan proses
pencahariannya.
Tetapi ilmu – ilmu pengetahuan itu
semua, seperti ilmu pasti, fisika, kimia, fisiologi, sosiologi, atau ekonomi
secara hakiki terbatas sifatnya. Untuk menghasilkan pengetahuan yang setepat
mungkin semua ilmu membatasi diri pada tujuan atau bidang tertentu. Untuk meneliti
bidang itu secara optimal, ilmu – ilmu semakin mengkhususkan metode – metode
mereka, dan justru karena itu ilmu – ilmu khusus tidak memiliki sarana teoritis
untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan diluar prespektif pendekatan khusus
masing – masing.
Justru itulah fungsi filsafat dalam
usaha umat manusia untuk memecahkan masalah – masalah yang dihadapinya.
D. Filsafat Mencari Jawaban
Pada
dasarnya disini dijelaskan bahwa filsafat di juruskan terbagi menjadi dua
bidang kajian yaitu filsafat yang harus mengkritik jawaban-jawaban yang tidak
memadai, misal saja ada seseorang yang berpendapat namun pendapat itu dirasa
sangat jauh berbeda dari harapan yang mereka inginkan. Disinilah filsafat yang
berperan sebagai pemberi kritik-kritik terhadap pendapat yang seperti itu,
bukan kritik pedas yang secara langsung tertuju pada orang yang bersangkutan
tetapi kritik secara halus dan bisa diterima orang tersebut. Sehingga orang itu
mampu merubah cara pandang terhadap suatu hal yang mungkin dirasa salah oleh
orang-orang yang berada di sekitar mereka.
Satu
lagi bidang jurusan filsafat yang sangat wajib yaitu filsafat harus ikut
mencari jawaban yang benar dari barbagai jawaban yang muncul. Misal saja ada
seseorang yang berpendapat namin kurang lengkap jawaban itu, maka ada orang
lain yang tentunya juga mengajukan jawaban namun berbeda dari orang yang
pertama tadi. Nah, disinilah peran dari filsafat itu sendiri. Sangat wajib
hukumnya filsafat itu menemukan jawabanya sendiri walau sering kita ketahui
bahawa filsafat itu hanya bertanya dan betanya secara terus menerus. Dari
pertanyaan-pertanyaan itulah maka akan keluar jawaban dari jawaban yang sangat
sempurna dan bisa dikatakan jaawaban itulah yang benar.
______________________________________
Franz Magnis – Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta, Kanisius, 1992) hlm. 17-20
Franz Magnis – Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta, Kanisius, 1992) hlm. 17-20
E. Cabang-cabang Filsafat
Menurut
Jujun S. Suryasumantri dalam buku Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer “pokok permasalahan yang dikaji Filsafat
mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah
(logika, mana yang dianggap baik dan mana yang diangggap buruk (etika) dan
serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika).ketiga
cabang utama filsafat ini kemudian bertambah lagi yakni, pertama teori tentang
ada : tentang hakekat keberadaan zat, tentang hakekat pikiran serta kaitan
antara zat dan pikiran yang semuannya dalam metafisika. Kedua, politik : yakni
kajian mengenai organisasi sosial/pemerintahaan yang ideal. Kelima cabang utama
ini kemudian berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai
bidang kajian yang lebih spesifik diantaranya filsafat ilmu. Cabang-cabang
filsafat tersebut antara lain mencakup : (1) epistemologi (2) etika (3)
estetika (4) metafisika (5) politik (6) filsafat agama (7) filsafat ilmu (8)
filsafat pendidikan (9) filsafat hukum (10) filsafat sejarah (11) filsafat
matematika. ”
F.
Filsafat Ilmu
Menurut Jujun S.
Suryasumantri dalam buku Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer “Filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu
(pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai
ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara
ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan
teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi
filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial.”
Filsafat
ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu seperti : (1) obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana
ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi
dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang
membuahkan pengetahuan? (2) bagaimana
proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita
mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri?
Apakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendaptkan
pengetahuan yang berupa ilmu? (3) untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu
dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berkaidah moral?
Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?
Pertanyaan pertanyaan yang berkaitan
dengan kelompok pertanyaan yang pertama disebut landasan ontologis; kelompok
yang kedua adalah epistemologis; dan kelompok yang ketiga adalah aksiologis.
Semua pengetahuan apakah itu ilmu, seni, atau pengetahuan apa saja yang
dasarnya memiliki ketiga landasan ini. Yang berbeda adalah materi perwujudannya
serta sejauh mana landasan-landasan dari ketiga aspek ini diperkembangkan dan
dilaksanakan. Dari semua pengetahuan maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek
ontologis, epistemologis dan aksiologisnya telah jauh lebih berkembang dibanding
dengan pengetahuan-pengetahuan lain dan dilaksanakan secara konsekuen dan penuh
disiplin. Dari pengertian inilah sebenarnya berkembang pengertian ilmu sebagai disiplin
yakni pengetahuan yang mengembangkan dan melaksanakaan aturan-aturan mainnya
dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhannya. (Jujun S. Suryasumantri, 2007)
hlm. 32-35
Jadi untuk membedakan jenis
pengetahuan yang satu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya maka pertanyaan yang
dapat diajukan adalah : apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)?
Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut (epistemologi)? Serta untuk
apa pengetahuan termaksud dipergunakan (aksiologi)? Dengan mengetahui jawaban
dari ketiga pertanyaan ini maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai
jenis pengetahuan yang ada seperti ilmu, seni dan agama serta meletakkan mereka
pada tempatnya masing-masing yang saling memperkaya kehidupan kita. Tanpa
mengenal ciri-ciri tiap pengetahuan dengan benar maka bukan saja kita tidak
dapat memanfaatkan kegunaanya secara maksimal namun kadang kita salah dalam
menggunakannya. Ilmu dikacaukan dengan seni, ilmu dikonfrontasikan dengan
agama, bukankah tak ada anarki yang lebih menyedihkan dari itu? (Arthur Conant Doyle, 1859-1930)
Ilmu
bahkan sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan
penciptaan manusia itu sendiri. Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala
dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri,
atau dengan kata lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia
mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan ujuan hidup itu sendiri.
G. Dasar-dasar Pengetahuan
Penalaran. Penalaran adalah
salah satu dari berbagai kandungan di dalam filsafat itu sendiri. Kemampuan
kita dalam menalar sebuah hal atau memahami dengan cara yang mudah ini bisa
menyebabkan manusia mengembangkan segala jenis pengetahuan, baik itu secara
mendasar sampai yang termasuk rahasia kekuasaan-kekuasaan nya mereka pribadi.
Melihat masa lalu manusia secara turun temurun mempelajari dan mengamalkan ilmu
itu sendiri. Dari yang pertamakali sampai ilmu yang kita dapatkan sekarang
tidak jauh berbeda, karena ilmu itu hanya mengalami penambahan bukan mengalami
perubahan yang berarti merubah bentuk dari ilmu itu sendiri.
Ilmu
yang baik adalah ilmu yang bisa membedakan sisi baik dan sisi buruk kehidupan.
Dia mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, dia mengetahui mana yang
benar dan mana yang salah, dia mengetahui mana yang asli dan mana yang palsu,
dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, dan dia juga mengetahui
mana indah secara kasat mata dan dia juga mengetahui mana yang jelek walaupun
itu kasat mata. Disini yang dimaksudkan adalah manusia itu sendiri.
Manusia
sangat berperan penting dalam menyelesaikan suatu masalahnya sendiri dengan
berbagai cara dan dengan berbagai bantuan dari orang lain pula. Banyak juga
manusia yang benar-benar pintar dalam artian memiliki pengetahuan yang lebih
dari semuanya dan lebih cerdas dalam berbagai hal, namun hal ini tidak bisa
menjamin kalau orang itu akan bahagia hidupnya. Walaupun manusia yang sangat
spesial ini bisa melakukan hal apapun yang dia mau, namun jika tidak merasakan
kebahagiaan dalam hidupnya kan percuma saja. Lebih baik menjadi manusia normal
yang dikelilingi oleh manusia-manusia lain disekitarnya dan melakukan suatu hal
dengan semuanya. (Jujun S. Suryasumantri, 2007) hlm. 38-40
Manusia
disini paling dituntut paling tidak untuk bisa membedakan mana yang baik dan
mana yang tidak baik. Orang bodoh sekalipun pasti akan bisa melakukan hal itu
tanpa harus berfikir panjang. Maka jika manusia sudah bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang tidak baik, kenapa masih juga ada dan banyak sekali manusia
yang melakukannya lagi. Misalnya sudah tau kalau mencuri itu adalah hal yang
sangat tidak baik, kenapa masih juga banyak orang yang mencuri. Jika ditanya
mereka akan menjawb dengan berbagai alasan yang intinya hanya satum yaitu malas
berusaha dan bekerja keras. Mereka lebih suka kalau mendapatkan suatu hal itu
dengan cara yang instan, tanpa ada usahanya dan tanpa ada jeri payah untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Sama saja manusia ini seperti yang saya
sebutkan di atas. Sudah di beri kesempurnaan berupa kesehatan, anggota tubuh
yang lengkap, bisa berfikir layaknya manusia normal, dan yang terpenting mereka
tau kalau hal yang dilakukan itu salah, namun yang terjadi malah seperti itu.
Manusia
memang makhluk paling sempurna di mata tuhan, namun manusia itu sendiri yang
merusak ungkapan yang sangat istimewa itu dengan hal-hal konyol yang telah di
lakukannya terhadap sesama manusia bahkan dengan makhluk-makhluk lain mungkin
juga akan seperti itu. Jika hal itu dinalar ya memang agak sulit di pahami cara
berfikir mereka yang lebih memilih mengambil resiko untuk berbuat kejahatan
demi mendapatkan barang yang dimana barang itu sendiri jika didapatkannya maka
akan sangat merugikan orang lain, orang yang memiliki barang tersebut.
Namun
tidak semua manusia seperti itu, itu hanyalah sebagian kecil dari
manusia-manusia baik yang ada di muka bumi ini. Manusia yang baik pasti tau
mana yang benar dan mana yang tidak benar, mana yang pantas untuk dilakukan dan
mana yang tidak pantas untuk dilakukan. Tentunya manusia yang baik jika sudah
tau mana yang tidak pantas untuk dilakukan maka dia tidak akan melakukannya,
karena disinilah peran dari penalaran itu sendiri. (Jujun S. Suryasumantri,
2007) hlm. 42-45
Logika. Beda kata beda pula arti yang
terkandung di dalam unkapan itu. Logika adalah perkembangan dari penalaran,
memang sangat berbeda namun disini ada keterkaitan yang sangat erat
hubungannya. Penalaran adalah proses dari cara berfikir manusia yang dimana
dari penalaran itu sendiri akan menghasilkan apa yang sering kita sebut dengan
nama pengetahuan. Supaya pengetahuan yang dihasilkan disini bisa dinyatakan
benar atau tidak salah maka haruslah ada suatu penarikan kesimpulan dari apa
yang sudah di nalar tadi.
Nah
cara untuk bisa mendapatkan kesimpulan inilah yang disebut dengan logika, maka
antara penalaran dengan logika itu memang sangat erat hubungannya dalam
keseharian kita. Dalam penarikan kesimpulan ini ada banyak juga cara-cara untuk
mendapatkan kesimpulan yang benar dan tepat dalam artian bisa di jadikan acuan
untuk kedepannya. Dalam penarikan kesimpulan ini sendiri juga memiliki dua
jenis, yaitu penarikan kesimpulan dengan cara logika induktif dan penarikan
kesimpulan dengan cara logika deduktif.
Penarikan
kesimpulan dengan cara logika induktif ini sangat erat hubungannya dengan
penarikan kesimpulan dari berbagai kasus-kasus individual secara nyata dan
dengan hasil akhir menjadi kesimpulan yang bersifat umum secara menyeluruh.
Sedangkan penarikan kesimpulan dengan cara logika deduktif adalah kebalikan
dari logika induktif, yaitu dengan menarik kesimpulan dari hal yang bersifat
umum menjadi sebuah kasus yang bersifat khusus atau individual.
Induksi
adalah cara berfikir dimana adanya penarikan kesimpulan yang bersifat umum dari
banyaknya kasus yang ada dengan kasus
itu bersifat individual atau khusus. Dengan logika ini penalaran yang digunakan
juga berbeda, disini penalaran yang dimaksud adalah penalaran yang memiliki
cakupan yang sangat terbatas dan khusus hanya terpusat pada hal itu saja dalam
menyusun argumentasi yang di akhiri dengan pernyataan yang bersifat umum secara
menyeluruh. Misalnya perumpamaan dari logika dengan cara ini adalah pohon
mangga membutuhkan air, pohon jati membutuhkan air, rumput membutuhkan air,
dapat di ambil kesimpulan dengan sifat umum dan secara menyeluruh bahwa semua
tanaman membutuhkan air. (Jujun S. Suryasumantri, 2007) hlm 46-49
Dari
penarikan kesimpulan tadi dapat diambil dua manfaat, manfaat yang pertama
adalah kesimpulan tadi bersifat ekonomis dan memungkinkan untuk proses
selanjutnya dengan cara induktif dan deduktif.
Ekonomis
disini memiliki arti bahwa pengetahuan itu tidak semuanya membutuhkan biaya
yang mahal, misalnya saja seperti yang saya contohkan tadi tentang tanaman yang
membutuhkan air. Kita tidak harus membayar untuh mendapatkan informasi itu,
cukup dengan melihat saja maka kita sudah dapat menarik kesimpulan ini.
Didukung dengan negara kita yang kaya akan berbagai budaya, flora dan fauna,
beragam keunikan dari tiap tiap daerah yang berbeda antara satu dengan yang
lain. Hal inilah yang mungkin tidak dimiliki negara asing.
Sebenarnya
mereka sangat iri dengan kita, namum mereka pandai mengubah kata iri tersebut
menjadi kata yang memiliki arti kebalikan. Contoh yang sangat simpel adalah negara
kita sangat bergantung terhadap kemajuan teknologi dari negara lain. Kenapa kita
tidak membuatnya sendiri, kita juga memiliki bahan dasar yang lengkap namun
hanya kurang tenaga profesinal saja.
Tenaga
disini bukan tidak mungkin kalau negri kita bisa memilikinya, namun kurang
minatnya rakyat Indonesia untuk memahami itulah yang menjadi kendala utama
dalam hal ini. Memang tidak bisa di pungkiri kalau orang luar memiliki kemauan
yang sangat keras untuk mempelajari suatu hal baru dan hal ini pasti ada manfaatnya
untuk mereke di waktu yang akan datang.
Manfaat
kedua yang bisa kita ambil dari sini adalah penalaran untuk selanjutnya bisa
menggunakan metode yang lain, baik itu induktif maupun deduktif. Karena disini
jika pernyataan itu bersifat induktif maka akan bisa lebih di induktifkan lagi,
maksudnya adalah pernyataan secara umum akam bisa menjadi lebih umum lagi dan
tentunya lebih tepat.
penalaran deduktif adalah penalaran yang berlawanan dari penalaran induktif, yaitu penalaran yang secara umum menjadi secara khusus dan individu.
penalaran deduktif adalah penalaran yang berlawanan dari penalaran induktif, yaitu penalaran yang secara umum menjadi secara khusus dan individu.
Deduksi
adalah cara berfikir manusia seolah-olah manusia itu bisa mendapatkan
kesimpulan yang pasti, berfikir dari manakah kesimpulan itu dan dari manakah
hasil yang dicapai tersebut. Penarikan kesimpulan menggunakan cara ini biasanya
menggunakan cara berfikir yang dinamakan silogisme. Silogisme itu sendiri
adalah cara berfikir yang berasal dari dua buah pernyataan yang disusun secara
bersamaan dan ada keterkaitan diantaranya.
Sumber Pengetahuan Filsafat. Jika mencari
kebenaran memang sulit untuk mendapatkannya, namun proses untuk mendapatkan
kebenaran itulah yang sangat enak untuk dibahas. Sama halnya dengan filsafat
yang terus mencari kebenaran suatu masalah dengan menggunakan berbagai cara
agar kebenaran itu tidak hanya sekedar omongan belaka, kebenaran yang
dimaksudkan disini adalah kebenaran mutlak yang di ambil dari berbagai sumber
pengetahuan baik agama, ilmu, dan pendapat seseorang.
Pada
sumber pengetahuan ini masih erat hubungannya dengan penalaran dan logika.
Memang di filsafat semua hal itu memang ada hubungan dan keterkaitan antara
satu dengan yang lainnya. Kita lihat saja suatu masalah yang muncul akan
diselesaikan secara runtut melalui penalaran setelah itu bisa di nalarkan maka
gantian logika yang bertugas disini.
Logika
bertugas untuk mengambil kesimpulan dari berbagai penalaran yang telah
dikemukakan oleh beberapa orang dan di rumuskan dengan dua cara tadi baik
deduktif maupun induktif disini tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar.
Kini masalah itu akan dapat terselesaikan dengan adanya pembuktian dari sumber
pengetahuan yang memang sudah di tentukan dan sudah di akui kebenaran dari
sumber-sumber itu. Masalah yang muncul akan diselesaikan dahulu dengan
premis-premis yang ada dengan metode silogisme dan peran penting dari kedua
logika tadi, yaitu logika induktif dan logika deduktif. (Jujun S.
Suryasumantri, 2007) hlm. 50-54
H. Kesimpulan
Dalam
filsafat suatu masalah di selesaikan dengan tiga cara, yaitu epistemologi,
ontologi dan aksiologi. Dengan demikian ilmu-ilmu tadi tidak bisa secara
sekaligus membahas pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut tentang kehidupan
manusia secara menyeluruh, namun dengan banyaknya bidang kajian ilmu dengan
berpagai pengertian, pendalaman, dan pelaksanaan ilmu tersebut mungkin bisa
menangani masalah yang sedang terjadi di sekitar kita. Filsafat telah menjawab
“bagaimanakah kerja filsafat?” dengan gabungan dari berbagai bidang kajian yang
ditambah dengan kajian secara kritis disini akan menjadikan masalah-masalah itu
cepat terpecahkan.
I. Daftar Pustaka
Arthur
Conant Doyle. (1859-1930). Elementary : My Dear Watson.
Magnis, Franz & Suseno. (1992). Filsafat
Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius.
Sadulloh, Uyoh. (2011). Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suriasumantri, Jujun S. (2007). Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar