Pendidikan Mahal
dan Evaluasi Anggaran Pendidikan
Oleh Siti Robingah
Pujiati
Jurusan Kurikulum dan
Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
robirobingah@gmail.com
Abstrak
Indonesia
merupakan Negara yang masih mempunyai beberapa masalah dengan pendidikannya, Bangsa
Indonesia belum bisa maju selama belum bisa memperbaiki kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas hidup bangsa bisa meningkat apabila di tunjang dengan
system pendidikan yang mapan. Pendidikan yang mapan dapat terwujud apabila
pemerintah menyediakan sarana dan prasarana yang baik tanpa membebani
masyarakat terutama dengan masalah biaya. Masalah biaya pendidikan di indonesia
menjadi penghambat anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan. Pengambilan berbagai
kebijakan yang dilakukan pemerintah belum maksimal untuk segera merespon
mahalnya biaya pendidikan, banyak sekolah-sekolah yang masih belum menjalankan
fungsinya. Selain itu juga dipengaruhi oleh sistem ekonomi masyarakat yang
belum merata, sehingga mereka merasa tidak mampu membayar biaya sekolah yang
termasuk mahal.Yang terjadi dalam opini masyarakat bahwa untuk menjadi orang
pintar harganya mahal. apakah benar orang miskin dilarang sekolah? Namun
demikian, kebijakan-kebijakan dari sekolah juga mempunyai andil besar berkaitan
dengan rancangan administrasi sekolah, rasanya tidak adil jika pendidikan hanya
menjadi beban pemerintah dan sekolah saja, masyarakat juga harus ikut serta
dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sekali lagi pendidikan mahal tidak selalu
menghasilkan output yang kualitasnya mahal, karena mayoritas warga Indonesia
adalah kelas menengah kebawah maka pemerintah harus memperhatikan nasib warga
kurang mampu karena orang miskin belum tentu orang bodoh.
Kata
kunci: biaya, kemiskinan, kualitas bangsa, pendidikan
I.
Pendahuluan
Bagaimana sih sebenarnya keadaan ekonomi
bangsa kita sekarang? Bisa di bilang bahwa perekonomian Negara indonesia saat
ini sedang dalam keadaan tidak stabil, semakin lama semakin tak menentu,
masyarakat semakin terpuruk dan menderita, kebutuhan hidup pun sudah tidak
dapat terjangkau lagi terutama bagi masyarakat miskin, kelaparan terjadi dimana
mana, gizi buruk menjadi sahabat hidup, kejahatan jalanan semakin menggila,
berandalan makin meliar, pengangguran pun ikut meramaikan krisis yang terjadi, Biaya
pendidikan dan kesehatan pun semakin mahal sehingga tingkat pendidikan
masyarakat Indonesia pun rendah sehingga tidak heran jika opini masyarakat
mengatakan bahwa “orang miskin dilarang mati, orang miskin di larang sakit, dan
orang miskin dilarang sekolah”. Apa
itu? Katanya Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi HAM, tapi saya rasa
itu hanya menjadi formalitas saja, dimana yang seharusnya masyarakat memperoleh
haknya sebagaimana di tuliskan dalam UUD 1945 bahwa Pendidikan adalah hak
segala bangsa, oleh karena itu pemerintah berkewajiban menyediakan segala
sarana dan prasarana yang di perlukan dalam proses pendidikan tersebut sebagai
suatu konsekuensi,
Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia,
1889 - 1959) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan
bathin), pikiran (intellect) dan
jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya, Namun sudah menjadi hukum
alam ketika kita akan mencapai sebuah tujuan pastilah mengalami suatu kendala,
seperti dalam hal ini untuk mencapai tujuan mulia pendidikan tersebut, faktor
utama yang mengakari adalah kemiskinan serta ketidakmerataan dalam dunia
pendidikan, dan faktor utama lainnya adalah mahalnya biaya pendidikan sehingga
masyarakat miskin tidak bisa mengakes pendidikan dan hanya layaknya menjadi
penonton dalam negerinya sendiri, kedua faktor tersebut sepertinya sudah
menjadi trend yang sampai saat ini belum bisa di cari solusinya.
Persoalan kemiskinan di Indonesia sepertinya harus segera di
tanggulangi agar cita-cita bangsa yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa bisa segera tercapai, namun ketika kita
berbicara realita mungkin keadaan sekarang masih sangat jauh untuk menuju cita
cita bangsa Indonesia tersebut. Kemiskinan sepertinya menjadi syarat bagi
Negara berkembang seperti Indonesia, Sejarah Indonesia mencatat bahwa pada dua
dekade keberhasilan pengurangan kemiskinan memperlihatkan keberhasilan yang
cukup luar biasa yaitu turun dari 70 juta pada tahun 1970 menjadi hanya 23 juta
pada tahun 1995 (S Remi
dan Tjiptoherijanto P, 2002).
Meskipun demikian ternyata pengentasan kemiskinan tidak
berjalan dengan mulus, dapat di buktikan bahwa pada tahun 2005 angka kemiskinan
di Indonesia tercatat sebanyak 35,1 juta jiwa dan penduduk hampir miskin 26,2
juta jiwa. Sedangkan jumlah pengangguran mencapai 40,4 juta orang. Dan Pada
tahun 2007, BPS mengeluarkan data yang cukup kontroversial mengenai kemiskinan.
Menurut BPS , jumlah penduduk dari tahun 2006 yang jumlahnya mencapai 39,30
menjadi 37,17 pada tahun 2007, Artinya usaha yang dilakukan pemerintah sedikit menuaikan
hasil walaupun Cuma 1 % saja, dan sampai tahun 2013 ternyata penduduk miskin
Indonesia masih berada pada jumlah 28,07 juta dengan jumlah yang demikian di rata-rata dengan penghasilan
perkapita seperti yang dikatakan oleh Kepala BPS
Suryamin di Jakarta, Senin, bahwa
"jumlah
penduduk miskin Indonesia per Maret 2013 mencapai 28,07 juta orang, turun 520
ribu dibandingkan September 2012 yang tercatat 28,59 juta orang" (Antaranews.com, 1 Juli 2013), namun
demikian tentunya masih jauh dari porsi cukup
untuk mencapai cita cita bangsa Indonesia.dan tentunya akan menjadi masalah
besar ketika kita tidak berusaha untuk menanggulanginya dan kemudian
berpengaruh terhadap pembangunan pendidikan di Indonesia.
Ketika ada iklan layanan masyarakat yang di persembahkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional di berbagai media elektronik (televisi). Yang
bunyinya kira-kira seperti ini Dana BOS Jangan Diselewengkan. Namun kenyataanya
biaya sekolah masih mahal, penyelewengan dana BOS masih berjalan, seperti yang
terjadi di Semarang Jawa Tengah, Depok Jawa Barat, Banten dan Jakarta pada
tanggal 11 Juli 2007, para orang tua melakukan unjuk rasa memprotes tidak
transparannya sistem penerimaan siswa baru dan mahalnya biaya masuk(Benni Setiawan, 2008).
Menurut data yang ditemukan (kompas.com 23 oktober 2013),
SMA swasta di Jakarta Pusat mematok biaya minimal harga Rp 11.718.000, tingkat
SMP juga tidak mau kalah, SMP Negeri di Depok mematok harga minimal Rp
2.650.000, sungguh angka yang fantastis, lalu bagaimana nasib rakyat miskin
yang tidak bisa memenuhi administrasi tersebut? Untuk apa dana BOS dari
anggaran 20% APBN dan APBD?
Lebih ironis lagi, sebagian orang “orang berduit” beranggapan bahwa dengan mengeluarkan uang banyak
maka akan menghasilkan lulusan yang lebih baik, otomatis akan semakin menyayat
hati masyarakat miskin yang tidak mampu membayar uang jutaan , jika sudah
demikian maka yang akan terjadi adalah banyak anak-anak jalanan mencari
recehan, dan kemudian menyumbang bertambahnya angka pengangguran di Indonesia.
Sistem seperti apa ini? Aneh saja, seperti menggunakan system keturunan, yang
miskin semakin miskin, yang kaya semakin berjaya. Jika sudah demikian maka
pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional sepertinya tidak serius
dalam mengurus system pendidikan nasional.
Bisa dilihat dari beberapa fakta di atas bahwasannya pada
saat sekarang ini system pendidikan di Indonesia dalam keadaan ironis,
Masyarakat miskin yang mencapai 37,17 juta (pada tahun 2007) sekarang pada
tahun 2013 sekitar 28,07 juta penduduk miskin (Antaranews.com, 1 juli 2013) yang berkeinginan untuk sekolah harus menahan
keinginannya terlebih dahulu, dan entah sampai kapan waktunya, padahal yang
sudah kita ketahui bahwa pendidikan juga merupakan salah satu haknya ketika ia
menjadi seorang warga Negara Indonesia. sehingga sekolah mahal merupakan suatu
penindasan ataupun penjajahan karena sekolah hanya di peruntukan bagi
orang-orang kaya saja, padahal sejatinya sekolah adalah tempat media pendidikan
untuk menampung semua anak bangsa, sekolah bukan tempat bagi orang-orang kaya
yang sudah terdidik, sekolah adalah milik semua masyarakat Indonesia, dengan
begitu maka masyarakat dari golongan manapun bukan menjadi suatu masalah, justru
mereka lah yang akan menjadi tonggak perubahan bangsa.
Permasalahan lain adalah ketika cita-cita mulia yang sesuai
dengan amanah UUD 1945 yaitu wajar 12 tahun belum terealisasikan secara
maksimal sepertinya aneh saja ketika program wajar 9 tahun saja belum
terealisasikan secara maksimal “di
beberapa daerah” walaupun beberapa daerah seperti Jawa Timur mengaku wajar
9 tahun sudah tuntas, pertanyaannya adalah bagaimana menengahi dan mencari
solusi agar rencana wajar 12 tahun ini dapat terealisasikan secara menyeluruh
tanpa membebani terlalu berat masyarakat miskin, UUD 1945 telah mengamanahkan
untuk memberikan porsi lebih kepada pendidikan dalam pembiayaan dari APBN dan
APBD sekurang-kurangnya 20 % , namun justru pada tahun 2008 hanya diterapkna Rp
48,3 trilyun saja dari total anggaran pemerintah yang sebesar Rp 836 trilyun, itu
artinya pemerintah hanya merealisasikan dana sebesar 5,7 % saja (Benni Setiawan, 2008).
Dalam konteks ini seharusnya pemerintah lebih peduli
terhadap pendidikan bangsa karena pendidikan adalah pintu menuju kesejahteraan,
pendidikan juga dapat mengentaskan manusia dari kebodohan dan ketidakadilan,
sehingga sudah tidak ada lagi system keturunan karena setidaknya mereka memperoleh
pendidikan yang dapat di gunakan sebagai bekal untuk mencari pekerjaan, sesuai
survai bahwa orang yang berpendidikan akan memperoleh posisi pekerjaan yang
lebih tinggi.
II.
Pendidikan yang
semakin mahal dan semakin menjadi beban.
Memang terasa sekali pendidikan itu
mahal sekarang. Lebih ironis lagi ketika uang pendidikan terasa tinggi,
hasilnya atau mutunya atau kualitasnya sama saja, bahkan menurun. Disamping
itu, jika kita telaah secara keseluruhan semua bahan-bahan pendidikan maupun
bahan makanan juga mahal, dan pengangguran juga semakin banyak. Sebenarnya
kenapa dan apa yang jadi masalah? Berbicara masalah mengapa biaya pendidikan
mahal? Mungkin menjadi masalah yang sangat ruwet, dan tidak akan pernah ada
habisnya, buktinya menjelang 100 tahun kemerdekaan RI pun masih saja terjadi
hal yang demikian, padahal subsidi BBM telah di lakukan untuk pendidikan, Dana
BOS di galangkan,UU pun sudah di buat, Pendidikan wajar 9 tahun bahkan 12 tahun
sudah mulai di realisasikan di beberapa daerah, namun tetap saja pendidikan di
Indonesia masih memperoleh title Mahal dibandingkan dengan Negara-negara
lainnya, walaupun anggaran APBN sudah di perbanyak untuk alokasi biaya
pendidikan, sepertinya memang ada something
wrong di dalam penyelenggaraan pendidikan Indonesia, bisa dari pihak pemerintah maupun pihak
sekolah.
ketika kita
berbicara anggaran 20 % dari APBN untuk pendidikan, maka ada suatu kesalahan
yang terjadi di dalam penyelenggaraan pendidikan oleh sekolah, entah adanya
korupsi yang dilakukan pihak sekolah, atau apalah yang sejenisnya yang itu
hanya menjadi rahasia sekolah, Koordinator LSM Education Network for Justice
(ENJ), Menurut Yanti Mukhtar dalam (Benni
Setiawan,
2008) menilai bahwa “dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah
melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan ke pasar”
Mendukung
pendapat diatas, seperti masih menggunakan system liberalisme dimana sekolah
mempunyai otonomi yang sebesar besarnya untuk menentukan sendiri biaya
pendidikan, tentu saja sekolah akan mematok biaya yang setinggi-tingginya untuk
meningkatkan dan mempertahankan mutu, akibatnya akses rakyat untuk menikmati
pendidikan berkurang karena terbatasi dengan status sosial antara yang miskin
dan yang kaya. namun menjadi masalah baru ketika masyarakat tidak memiliki
kesadaran untuk bersekolah, jika demikian berapapun biaya untuk sekolah warga
akan tetap menganggap mahal, jadi antara pemerintah dan masyarakat harus sinkrons
dan sama-sama memiliki kesadaran betapa pentingnya pendidikan.
Jadi
kesimpulannya dirasa biaya pendidikan memang mahal atau relative dirasa mahal
Karena ada KKN, banyak pungutan-pungutan lainnya, Karena pendapatan masyarakat/keluarga
yang rendah, Kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga Mutu/kualitas
lulusan semakin menurun
III.
Pendidikan Mahal
dan kualitas manusia suatu bangsa
Hal yang mustahil jika suatu
permasalahan tidak menyebabkan efek ataupun dampak, baik bagi pendidikan itu
sendiri maupun bagi subjek serta objek yang berperan di balik pendidikan yang
sedang berlangsung Ketika kita membicarakan tentang suatu dampak, maka
sesungguhnya kita sedang berbicara tentang suatu cakupan yang luas, menyeluruh
dan umum. Mahalnya pendidikan di Indonesia di sadari atau tidak akan menambah
kemiskinan di Negara miskin ini, beberapa dampak mahalnya pendidikan di
Indonesia seperti melemahnya sumber daya manusia, Melemahnya Taraf ekonomi
masyarakat, buta aksara yang semakin meningkat, dan hal yang demikian akan
semakin leluasa meningkat jika tidak ada kesadaran serta penanganan yang serius
mengenai hal tersebut.
Kualitas Sumber
Daya Manusia merupakan suatu komponen yang sangat berperan dalam upaya membuat
Indonesia menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang, mahalnya pendidikan
membuat sebagian masyarakat menjadi enggan untuk menyekolahkan anaknya, padahal
pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia, dalam kaitannya dengan hal ini,
sekarang kita lihat saja bagaimana keadaan masyarakat Indonesia saat ini,
kualitas pendidikan yang rendah sangat mempengaruhi kualitas sekaligus
kuantitas manusianya, dan hal itu memang terjadi di Negara kita, dapat dilihat
datanya dari UNESCO tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu
komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per
kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin
menurun. (S Remi dan Tjiptoherijanto P, 2002)
Masalah yang
paling vital dibalik rendahnya mutu pendidikan Indonesia adalah masalah teknis
penyelenggaraan system pendidikan salah satunya adalah mahalnya pendidikan sehingga
pendidikan tidak dapat di akses oleh masyarakat miskin, dan sepertinya hal yang
seperti itu akan selalu berkesinambungan dengan jumlah pengangguran di
Indonesia, menurut data BPS 2007 dalam (Benni
Setiawan,
2008) jumlah pengangguran Indonesia mencapai 10,55 juta dari 37,7 penduduk
Indonesia, merupakan jumlah yang tidak kecil, jika kita lihat data alokasi APBN
untuk pendidikan sepertinya pemerintah sudah melalaikan kewajibannya untuk
melaksanakan amanah UUD 1945, namun demikian walaupun dana dari pemerintah
pusat kurang, setidaknya ada anggaran dari daerah yang dapat membantu untuk mengalokasikan
dana APBD untuk pendidikan sebesar 20%, masyarakat pun harus saling bahu
membahu dalam mewujudkan cita cita bangsa. Karena bagaimanapun pendidikan
merupakan kebutuhan bersama dan merupakan proses yang sangat penting bahkan
teramat penting bagi setiap insan sepanjang hayatnya, bukan karena tuntutan
semata, namun berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia,
pendidikan
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas, potensi serta kemampuan
seseorang, dan tentunya akan selalu berkaitan dengan kualitas suatu Negara di
masa yang akan datang, karena kemajuan dibidang pendidikan juga menjadi salah
satu syarat menjadi Negara maju. Dengan pendidikan mahal yang akhirnya
menurunkan minat masyarakat yang sebelumnya memiliki cita-cita untuk Indonesia,
sehingga menurunkan kualitas dan potensi suatu bangsa, termasuk moral dan etika
masyarakat.
IV.
Pengaruh sosial
ekonomi terhadap pembangunan bangsa
Menurut Jones dan tyler dalam (I Lubis,
2012) bahwa pendidikan sangat berpengaruh dengan pertumbuhan ekonomi suatu
bangsa, katakanlah ketika seseorang memiliki produktivitas pekerjaan yang
tinggi, maka secara otomatis akan membantu meningkatkan pendapatanan Negara,
sehingga taraf ekonomi masyarakat Indonesia akan tinggi, namun akan menjadi
cerita yang berbeda ketika manusianya hanya memperoleh pendidikan formal sampai
SD/SMP, pastinya mereka yang tamatan SD/SMP akan memiliki potensi yang berbeda
dengan mereka yang memperoleh pendidikan sampai Perguruan Tinggi misalnya, kesadaran
akan rasa nasionalis nya pun akan lebih kuat, karena secara konteks bahwasannya
pendidikan itu adalah proses sepanjang hayat, jadi ketika seseorang lebih lama
dalam memperoleh pendidikan, maka tingkah laku, produktivitas dan kontribusinya
bagi Negara pun akan lebih besar.
Pranata ekonomi Indonesia juga membutuhkan
seseorang yang terdidik dan terlatih untuk membantu menata perekonomian bangsa,
jadi bagaimana akan menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan ekonomi
Indonesia, sedangkan alokasi dana yang di berikan pun telah melanggar dari yang
seharusnya ada di UUD 1945, program mulia, wajar 12 tahun masih belum maksimal,
hanya beberapa daerah saja yang mampu mengakomodasikan program tersebut, mau
dibawa kemana bangsa kita? Kita lihat di Jepang sana, para generasi muda sudah
mulai menyusun bagaimana menciptakan suatu
teknologi yang lebih canggih, sedangkan di Indonesia, karena minimnya
pendidikan, kita masih sibuk bagaimana menggunakan
teknologi tersebut, Pendidikan memang memegang peran yang sangat penting.
Telah di
jelaskan oleh bapak Edi Subkhan, salah satu dosen Universitas Negeri Semarang,
dalam mata kuliah Sistem Pendidikan Nasinal, bahwasannya yang berkepentingan
dalam pendidikan adalah pemerintah, masyarakat, dan Industri, jadi dalam konsep
ini pendidikan memegang peran yang tinggi dalam menciptakan tenaga kerja yang
mempunyai produktivitas tinggi, jadi ketika pendidikan lebih khususnya sekolah
tidak bisa menciptakan output yang trampil, berpotensi, terlatih, dan terdidik
maka industry pun kebingungan mencari tenaga kerja yang memiliki produkivitas
tinggi, sehingga itu pun berdampak bagi pendapatan Negara yang selanjutnya menyebabkna
taraf perekonomian Indonesia menurun.
Selain itu
minimnya sarana prasarana yang ada di sekolah juga menjadi sesuatu yang
menarik, Di beberapa SMK seperti SMK N 1 Kebumen misalnya, sekolah yang
sebenarnya di seting untuk mempersiapkan tenaga kerja ternyata sistem yang di
gunakan masih kurang maksimal, kurangnya ketrampilan guru berdampak pada sistem
pengajarannya, terlalu banyak mempelajari teori, kurangnya fasilitas yang
memadai juga berpengaruh terhadap proses pembelajaran sehingga kesiapan secara
potensi dan ketrampilan belum cukup memadai untuk memasuki dunia kerja, fakta
yang demikian ternyata tidak sesuai dengan salah satu misi SMK itu sendiri
yaitu Menghasilkan tamatan yang memiliki kompetensi tinggi,
mampu bersaing di pasar tenaga kerja nasional dan internasional.
Dengan adanya
hal tersebut, maka seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sekaligus menjalankan
tugasnya untuk membantu menyediakan fasilitas bagi sekolah, dan pelatihan-pelatihan
bagi guru, sehingga mereka pun akan menjalankan fungsinya secara maksimal. Dan
misinya pun tidak hanya sekedar menjadi pajangan belaka.
Pendidikan merupakan aset bangsa
yang harus di selamatkan, oleh karena itu pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama, bukan hanya tugas pemerintah, namun segenap warga Indonesia juga harus
dan wajib ikut serta dalam menciptakan tatanan pendidikan yang mendidik sebagai
amanah kemanusiaan, beberapa kasus seperti buta aksara masih banyak di temui di
beberapa daerah, sehingga masih terjadi penipuan di kalangan bawah dan itu
menyebabkan meningkatnya angka kriminalitas Indonesia, yang lebih miris adalah
masih terjadinya penjualan perempuan dan anak ke luar negeri, siapa mereka? Kebanyakan
adalah orang-orang dari kalangan miskin yang memiliki pendidikan rendah, bahkan
SD pun tidak tamat, hal yang demikian mengapa bisa terjadi?
Ada banyak faktor yang terkait di
dalamnya dan salah satunya adalah faktor teknis yaitu mahalnya biaya
pendidikan, mahalnya biaya pendidikan telah merenggut hak mereka sebagai warga
Negara, artinya karena mereka terlahir dalam kemiskinan sehingga mereka tidak
dapat menikmati haknya, pendidikan salah satunya. Padahal sudah di buat UU
tentang alokasi dana pendidikan dari APBN
sebesar 20%, namun yang kita lihat belum demikian, Mereka hanya di
jadikan alasan bagi pemerintah agar memperoleh kucuran dana dari beberapa
pihak, namun nyatanya dana tersebut tidak sampai ketangan mereka, namun begitu,
masih ada beberapa daerah yang patut kita contoh misalnya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah (pemda) Kabupaten Jembrana Bali, meskipun pendapatan daerah
tersebut tergolong masih kecil, yaitu 14 milyar dan APBD sebesar 400 milyar,
namun pemerintah mampu memberikan pelayanan secara maksimal kepada masyarakat,
berupa pendidikan gratis hingga sekolah menengah atas (SMA), bahkan perguruan
tinggi, yaitu dengan memberikan subsidi pendidikan sebesar Rp 750.000 per bulan
(Benni Setiawan, 2008). Mungkin hanya
daerah daerah yang istimewa yang sudah mampu melaksankan amanah dari UUD 1945,
bahkan hanya beberapa saja.
Kemiskinan serta mahalnya biaya
pendidikan merupakan penyumbang alasan terbesar meningkatnya buta aksara di
Indonesia, mampukah kita keluar dari masalah yang sangat kompleks tersebut,
mampukah Millenium Development Goal
(MDGs) mencapai tujuannya yaitu menghapus tingkat kemiskinan dan kelaparan
serta mencapai pendidikan dasar secara universal pada tahun 2015? Merupakan
tantangan yang berat di tengah permasalahan yang sedang terjadi, selain
pemerintah, harus ada komponen lain yang ikut berperan untuk memberantas buta
aksara di Indonesia.
Salah satunya adalah peranan
masyarakat dan orang-orang yang sudah terdidik dan terlatih, sebagai contoh di
suatu daerah ada seseorang yang pergi menuntut ilmu kekota, namun setelah lulus
dan mendapat ilmu serta gelar sarjana, dia justru tetap di kota tersebut bahkan
terkadang pindah ke kota lain untuk mencari pekerjaan, guru misalnya, padahal
di daerahnya sendiri pun masih kekurangan tenaga guru dan tenaga kesehatan
seperti dokter, hal yang seperti itu justru yang juga harus di perhatikan,
setelah di lakukan observasi langsung,
ternyata kebanyakan dari para alumnus itu merasa bosan dengan tempat tinggalnya
dan enggan untuk tetap tinggal di daerah asalnya,mereka lebih suka dengan
suasana kota yang justru sudah di penuhi dengan orang orang yang sudah melek
aksara, sehingga besar kemungkinan akan terjadi ketidakseimbangan yaitu di kota
semakin banyak orang berpendidikan berebut mencari pekerjaan, justru di
pedesaan kekurangan tenaga yang demikian , seharusnya mereka lah yang merubah
suasana pedesaan menjadi lebih baik dalam segala bidang sekaligus membangun daerah
mereka sendiri dengan bekal potensi yang sudah dimiliki, sehingga akan terjadi
kesinambungan dan kebermanfaatan tentang ilmu yang di peroleh, namun jika hal
yang demikian masih dilakukan maka tidak sedikit kemungkinan akan menambah
angka pengangguran terdidik, jadi harus ada kesadaran oleh semua komponen
pemerintah dan masyarakat agar angka buta aksara ini dapat terkurangi sehingga
tidak menjadi penyakit sosial yang akan menjadi lebih buruk di masa yang akan
datang.
V.
Bagaimana cara
menanggulangi kemiskinan agar masyarakat dapat merambah pendidikan lebih tinggi
sekaligus merata?
Besar kecilnya subsidi pemerintah,
mungkin itulah faktor utama yang meyebabkan mahal tidaknya biaya pendidikan
yang harus di bayarkan orangtua / masyarakat, seharusnya kita berkaca dengan
jepang dan Australia, karena mereka mampu membuat pendidikan tidak mahal, Negara
tersebut menggunakan sistem CBE (Community-Based Education), yaitu melibatkan
semua masyarakat seperti pengusaha, orang berduit, tokoh masyarakat untuk upaya
pendidikan untuk dimintai gagasan, ide dan terutama adalah biaya, sehingga akan
banyak membantu dalam meningkatkan pembangunan pendidikan.
Sebenarnya
pemerintah sudah banyak melakukan usaha untuk menjadikan pendidikan tidak
mahal, seperti subsidi untuk pendidikan, peningkatan biaya APBN untuk alokasi
pendidikan sebanyak 20%, dan membangkitkan partisipasi masyarakat. Dalam Pasal
49 ayat (1) UU Sisdiknas disebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik
dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD.
Ketentuan semacam ini juga ada dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 (Benni Setiawan,
2008). Sayangnya pemerintah masih belum konsisten terhadap kebijakan yang telah
di buatnya, sepertinya memang dibutuhkan parlemen yang pro dengan pendidikan.
Parlemen di
Indonesia lebih nyatanya lebih mementingkan aku ketimbang kita, Hal ini tampak
pada pemberian tunjangan rumah dinas bagi anggota DPR, sebagai pengganti karena
rumah dinas mereka sedang di renovasi, sebelumnya DPR juga berencana akan
memperbaiki gedung DPR karena usianya yang sudah tua, dan perlu di lengkapi
dengan sarana yang lebih baik, contohnya WC yang bersih dan asri. Anggaran yang
di ajukan sebesar 40 miliar, merupakan angka yang cukup besar, dan Ironisnya
banyak sekolah di Indonesia yang sudah tidak layak dan hampir roboh yang dapat
mencelakai keselamatan peserta didik dibiarkan begitu saja, bahkan anggota
dewanpun tidak memiliki empati terhadap keadaan yang demikian, mereka lebih
mempedulikan keindahan dan kenyamanan gedungnya sendiri di banding dengan
sekolah sebagai sarana pokok untuk proses pembelajaran. Belum hilang dari
ingatan tentang jumlah SD di Kabupaten klaten yang rusak akibat gempa mencapai
841 sekolah, sampai sekarang yang dibangun baru sejumlah 627, sisanya belum
mendapatkan perhatian dari pemerintah (I Lubis, 2012).
Melihat hal yang
demikian sama artinya rakyat Indonesia dibiarkan bodoh dengan kondisi yang
sebodoh-bodohnya, karena sekolah mereka pun sudah roboh beberapa tahun yang
lalu. Lebih lanjut di desa desa seperi desa kaligowong, kec wadaslintang kab
wonosobo ada beberapa guru paud yang sudah tidak mau lagi mengajar, mereka
sudah tidak mau lagi hidup dibawah garis kemiskinan, guru-guru terpaksa menjadi
buruh di kota-kota besar, karena gaji gurupun sudah tidak cukup untuk makan
sehari-hari. Baik dana APBN maupun APBD tidak sampai ditangan mereka, kalaupun
ada dana tersebut sudah tinggal 40 bahkan 30 persen dari anggaran asli, kita
membutuhkan wakil rakyat yang mempunyai empati terhadap keadaan bangsa, yang
merasa malu karena anak bangsanya yang masih bodoh, bukan mereka yang malah
berlomba-lomba mempercantik gedungnya demi kenyamanan mereka pribadi.
Usaha yang telah
dilakukan pemerinah kemudian, Dalam Pasal 56 ayat (2) dan (3) dijamin
eksistensi dan perlunya dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah untuk
membantu sekolah, termasuk mengatasi mahalnya pendidikan bagi rakyat banyak,
tapi untuk yang kesekian kalinya, pemerintah tidak konsekuensi dengan konsep
apa yang telah dibuatnya (I Lubis, 2012).
.
Ketika APBN sudah tidak bisa di andalkan
lagi maka pemerintah daerah seharusnya juga ikut mengalokasikan dari pendapatan
daerah untuk alokasi pendidikan.
Kemiskinan merupakan kondisi dimana
seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menuju kehidupan
yang lebih bermartabat. Oleh karena itu, kemiskinan wajib untuk ditanggulangi,
sebab jika tidak tertanggulangi akan dapat mengganggu pembanguan nasional.
Kendati
kemiskinan menjadi isu yang sangat sentral, mulai tahun 90an, berbagai usahapun
telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 90an untuk mengentas kemiskinan di
Indonesia seperti inpres desa tertinggal (IDT), Tabungan Keluarga Sejahtera
(Takesra),dan kredit keluarga sejahtera (kukesra), Beberapa program yang tengah
digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antara lain dengan
memfokuskan arah pembangunan pada tahun 2008 pada pengentasan kemiskinan. Fokus
program tersebut meliputi 5 hal antara lain pertama menjaga stabilitas harga
bahan kebutuhan pokok, kedua mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat
miskin, ketiga menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan
berbasis masyarakat, keempat meningkatkan akses masyarakat miskin kepada
pelayanan dasar; dan kelima membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan
sosial bagi masyarakat miskin (Muhamad Hambali, 2008)
Dari 5 fokus
program pemerintah tersebut, penulis berharap jumlah rakyat miskin yang ada dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit. Beberapa
langkah teknis yang sedang dengan gencarnya dilakukan oleh pemerintah terkait 5
program tersebut antara lain adalah Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan
pokok (Muhamad Hambali, 2008).
Fokus program
ini bertujuan menjamin daya beli masyarakat miskin/keluarga miskin untuk
memenuhi kebutuhan pokok terutama beras dan kebutuhan pokok utama selain beras,
sehingga tidak akan terjadi lagi yang namanya busung lapar dan gizi buruk,
keadaan pasar pun akan aman terkendali serta mengurangi adanya system liberalis
oleh para pencari untung. Kemudian Menyempurnakan dan memperluas cakupan
program pembangunan berbasis masyarakat. tujuannya untuk meningkatkan sinergi
dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan dan perkotaan
serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi
penduduk miskin, jadi potensi-potensi yang dimiliki rakyat miskin akan
tersalurkan dan menguntungkan, dan akhirnya meminimalisir pengangguran.
Selanjutnya
adalah Program yang berkaitan dengan Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada
pelayanan dasar. Fokus program ini bertujuan untuk meningkatkan akses penduduk
miskin memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan prasarana dasar, karena
sesungguhnya mereka adalah bangsa Indonesia yang memiliki hak serta cita-cita
yang sama, yang telah familiar
berkaitan dengan program ini adalah program jamkesmas, sekolah gratis, dan
lain-lain. selanjutnya adalah Membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan
sosial bagi masyarakat miskin. Yang tujuan utamanya adalah melindungi penduduk
miskin dari kemungkinan ketidakmampuan menghadapi guncangan sosial dan ekonomi.
Sehingga rakyat miskin pun akan merasa aman, nyaman dan tentram.
Selain itu
pemerintah juga sedang gencarnya menggerakkan sektor real melalui sektor UMKM.
beberapa kebijakan yang menyangkut sektor ini seperti program KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan PNPM (Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat). Upaya strategis yang dapat dilakukan dalam rangka
pemberdayaan UMKM antara lain, pertama, menciptakan iklim yang kondusif bagi
pengembangan UMKM meliputi regulasi dan perlindungan usaha. Kedua menciptakan
sistem penjaminan bagi usaha mikro. Ketiga menyediakan bantuan teknis berupa
pendampingan dan bantuan menejerial. Keempat memperbesar akses perkreditan pada
lembaga keuangan. Dengan empat langkah tersebut, maka sektor UMKM akan lebih
bergerak yang pada akhirnya akan berakibat pada pengurangan angka kemiskinan.
(kompasiana.com 2 Oktober 2013).
sehingga dengan
seiring berjalannya waktu pendidikan di Indonesia akan lebih meningkat, karena
adanya usaha-usaha dari pemerintah “jika
KKN sudah mati”. Namun kita patut optimis bahwa usaha-usaha yang demikian
akan menunjukan hasil yang diharapkan, yang akan dibarengi dengan pergeseran
pemerataan pendidikan bagi warga yang kurang mampu karena mereka sudah memiliki
usaha.
VI.
Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat di ambil kesimpulan
bahwa Pendidikan mahal ternyata dapat menyebabkan berbagai penyakit sosial di
masyarakat yang justru akan
menghancurkan serta mengendorkan stabilitas dan pembangunan nasional. Ketika
pendidikan mahal tidak segera di tanggulangi maka warga miskin akan semakin
menjerit demi hak yang sudah seharusnya di dapatkan. Sungguh bukan pemandangan
yang lucu jika para wakil rakyat duduk di gedung yang megah, indah dan nyaman
sedangkan pendidikan di negaranya sendiri tidak di hiraukan, pendidikan mahal
memang di sebabkan oleh beberapa faktor yang seharusnya membutuhkan konsistensi
dari pemerintah serta masyarakat yang ada di dalamnya, dalam hal ini kemiskinan
juga menjadikan faktor yang cukup besar kenapa pendidikan dirasa mahal .
Sehingga
pementasan kemiskinan harus dimulai dari pembenahan diri, lembaga, bahkan personalia,
bila memang diperlukan, karena jumlah penduduk miskin bukan sekadar angka-angka
yang tidak bernilai, tetapi berhubungan dengan manusia yang mempunyai harga
diri keluarga, masa depan, dan terlebih-lebih harapan.
Manusia bukan
benda mati yang hanya bisa di prediksikan melalui angka-angka. Mereka juga
mempunyai hak dan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan sarana
aktualisasi diri, kita harus bersama-sama bahu-membahu dalam mewujudkan
pendidikan yang tidak berpetak-petak namun pendidikan untuk semua. Jadi sudah
bukan jamannya lagi saling menyalahkan terhadap suatu kebijakan yang gagal,
namun saling mendukung dan mematuhi, menjalankan, sekaligus memperbaiki
berbagai kebijakan yang masih belum maksimal menuju Indonesia sejahtera.
Daftar Pustaka
Atmania Melda. 2012 (02 Oktober). Upaya Pemerintah Mengatasi Masalah Kemiskinan. Kompasiana.com
Hambali, M. 2008. Upaya penanggulangan kemiskinan
melalui pemberdayaan sektor UMKM. Diunduh di http://marx83.wordpress.com/2008/07/05/upaya-penanggulangan-kemiskinan/ tanggal 27 Oktober 2013
Kompas online. 2012. Indonesia Masuk Kedalam Urutan Ke-68 Negara Termiskin di Dunia. Diunduh di http://forum.kompas.com/internasional/210429-indonesia-masuk-kedalam-urutan-ke-68-negara-termiskin-di-dunia.html
Lubis, I. 2012. Dampak biaya pendidikan di
Indonesia. Diunduh di http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/06/dampak-biaya-pendidikan-di-indonesia.html
tanggal 27 Oktober 2013
Remi, S.S., Tjiptoherijanto, P. 2002. Kemiskinan
dan Ketidakmerataan di Indonesia. Jakarta: PT Rineke Cipta.
Satyagraha. 2013
(01 juli). Menurut BPS penduduk miskin
Indonesia 28,07 juta jiwa. Antaranews.com.
Setiawan, B. 2008. Agenda Pendidikan Nasional.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar