Minggu, 29 Desember 2013

Perlindungan Hutan Dari Kebakaran Di Indonesia

Oleh Salamatus Sakdiyah
Jurusan Kurikulum dan Teknologi  Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang


Abstrak
Indonesia adalah negara yang kaya akan hutan. Beberapa jenis hutan di Indonesia adalah hutan hujan tropis, hutan musim, sabana, stepa dan hutan bakau (mangrove).Karena banyaknya hutan yang berada di Indonesia membuat negara Indonesia menjadi sering terjadi bencana yang berhubungan dengan hutan, diantaranya adalah kebakaran hutan. Dalam artikel ini saya akan menganalisis tentang penyebab kebakaran hutan, cara pencegahan dan perlindungannya serta dampak yang diakibatkan oleh kebakaran hutan. Diantara  faktor penyebab kebakaran hutan adalah bahan bakar, cuaca, waktu dan topografi. Adapun cara pencegahan kebakaran hutan diantaranya yaitu menghindari perbuatan yang dapat menyebabkan kebakaran hutan, sayangi hutan dan lingkungan, taatati peraturan yang berlaku.  Adapun teknik pencegahan kebakaran hutan adalah membuat peta kerawanan kebakaran, memantau cuaca, akumulasi bahan, dan gejala rawan kebakaran, penyiapan regu pemadam, membangun menara pengawas, penyiapan peralatan pemadam, membuat sekat bakar, melakukan penyuluhan serta membentuk organisasi penanggulangan kebakaran hutan. Apabila teknik-teknik pencegahan kebakaran hutan tersebut dilakukan dengan baik dan berhasil maka hutan akan aman dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Keywords : Indonesia, bencana, kebakaran, faktor, pencegahan.

1.      Pendahuluan
      Indonesia adalah negara yang kaya akan kekayaan alam. Diantaranya adalah hutan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hutan adalah tanah yang ditumbuhi pohon-pohon dan biasanya tidak dipelihara orang.  Beberapa jenis hutan di Indonesia menurut iklimnya adalah hutan hujan tropis, hutan musim, sabana, stepa dan hutan bakau (mangrove).Adapun jenis hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi (Jazuli, 2007). Hutan memiliki fungsi diantaranya sebagai penghasil kayu, sumber plasma nutfah, dapat mencegah terjadinya erosi tanah dan banjir, sebagai penghasil gas oksigen (O2), sebagai penyerap bahan-bahan pencemar udara, ekosistem hutan, habitat flora dan fauna serta sebagai pengatur tata air dan pengawetan tanah (Purbowaseso, 2004). Karena pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan manusia sehingga kelestarian hutan tersebut perlu dijaga agar hutan tidak kehilangan fungsinya.
Hal yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi hutan diantaranya adalah kebakaran hutan.Maka dari perlindungan hutan dari kebakaran perlu dilakukan. Perlindungan hutan yaitu usaha, kegiatan dan tindakan untuk mencegah serta membatasi kerusakan-kerusakan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, untuk mempertahankan hak-hak negara atas hutan dan hasil hutan (Purbowaseso, 2004).
Sedangkan kebakaran hutan (Purbowaseso, 2004) adalah kebakaran yang terjadi didalam kawasan hutan. Kebakaran hutan bisa terjadi baik secara disengaja maupun tidak disengaja.
Telah diketahui bahwa kebakaran hutan sering terjadi di Indonesia, terutama di pulau Sumatera dan Kalimantan.Dalam sejarah diceritakan bahwa kebakaran hutan telah terjadi di Indonesia sejak abad ke-18.Dimulai dari kebakaran di kawasan hutan antara Sungai Kalanan dan Cempaka (sekarang Sungai Sampit dan Sungai Katingan) propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1877. Dalam buku yang dikarang oleh Purbowaseso (2004)  sekitar 400 tahun lalu ada seorang penjelajah Eropa menemukan pulau ketika para pelautnya mencium bau asap. Mereka menuju pusat bau asap tersebut dan menemukan pulau.
Mengingat pentingnya hutan bagi kehidupan manusia, maka upaya perlindungn hutan perlu dilakukan.Dalam konteks perlindungan ini sikap pencegahan lebih diutamakan dari pada sikap penanganan sehingga apabila pencegahan dilakukan dengan tepat diharapkan kebakaran hutan di Indonesia dapat berkurang.

2.      Potensi Kebakaran Hutan di Indonesia
Berdasarkan pengalaman sejarah, tingkat kebakaran hutan di Indonesia cukup tinggi, sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia dan sebagian kecil disebabkan oleh kondisi alam (Purbowaseso, 2004).Pada tahun 1996-1998 saja telah terjadi kebakaran besar di Indonesia.Menurut Direktorat Jendral Perlindungan Pelestarian Alam (Dirjen PHPA) Departemen Kehutanan pada tahun 1997 kebakaran hutan telah mencapai 96.700 hektar.Kebakaran tersebut terjad di 13 provinsi dan bahkan mengakibatkan kerugian bagi Indonesia sekitar 30 miliar dan juga mengganggu keseimbangan alam.
Menurut Majid (2008) sepanjang sejarah dunia belum ada polusi asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan yang dampaknya sampai merembet ke negara-negara tetangga. Tapi kenyataannya hal itu malah terjadi pada Indonesia antara tahun 1997 dan 1998. Dampak dari asap polusi tersebut sampai ke negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, Thailand dan Filipina.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerawanan kebakaran hutan. Antara lain karena musim kemarau, jumlah penduduk dan kegiatan pembukaan lahan (Majid, 2008). Dalam buku yang dikarang Majid (2008), beliau menyebutkan bahwa ada beberapa kategori hutan yang rawan kebakaran, yaitu : a). Sangat rawan kebakaran, meliputi hutan di Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. b). Cukup rawan kebakaran, meliputi hutan di Provinsi Aceh, Bengkulu, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara. c). Agak rawan kebakaran, meliputi hutan di Provinsi Sumatera Barat, Jawa Barat, Yogyakarta, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya.
Pada bencana kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997-1998 mengakibatkan rusaknya tanaman pertanian, perkebunan dan tanaman obat serta merusak keanekaragaman flora fauna. Selain itu, asap yang ditimbulkan juga dapat menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan serta gangguan transportasi. Seperti yang dikatakan Majid (2008) dalam bukunya bahwa  luas hutan yang terbakar sampai bulan Oktober 1997 mencapai 131.923 hektar yang terdiri dari hutan lindung (10.561 ha), hutan produksi (94.443 ha), suaka alam (7.721 ha), hutan wisata (1.774 ha), taman nasional (12.913 ha), taman hutan raya (485 ha) dan hutan penelitian (34 ha).
Sebelumnya ditahun 1982-1983 juga pernah terjadi kebakaran hutan di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto seluas 3,5 juta hektar (Purbowaseso, 2004). Kebakaran hutan ini tercatat sebagai kebakaran hutan yang paling besar di Indonesia bahkan di dunia pada masa itu.Kebakaran hutan tersebut terjadi bersamaan dengan musim kemarau yang panjang, karena pengaruh munculnya El Nino.El Nino(Purbowaseso, 2004) yaitu kondisi curah hujan sangat rendah dibandingkan curah hujan normalnya atau sering diidentikkan dengan kondisi iklim kering yang panjang.
Dalam buku karangan Purbowaseso (2004) pada tahun 1982-1983 Whitmore melaporkan bahwa sebenarnya kebakaran hutan juga terjadi di wilayah pulau Sumatera yaitu di hutan Gambut Sumatera bagian timur.Tapi dalam laporan tersebut tidak disebutkan berapa luas hutan Gambut yang terbakar.
Kebakaran hutan kembali terjadi pada tahun 1987.Menurut Purbowaseso (2004) Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa lokasi kebakaran hutan berada hampir disemua provinsi kecuali di Aceh, Jambi, Bengkulu, Jakarta, DIY dan Irian Jaya.Luas areal yang terbakar adalah 49.323,4 hektar.
Pada tahun 1991 dan 1994 Purbowaseso (2004)  melaporkan terjadinya kebakaran hutan dalam skala yang lebih besar. Dibandingkan dengan kebakaran hutan tahun 1987, luas hutan yang terbakar  pada tahun 1991 hampir tiga kali lipat lebih besar yaitu seluas 118.881 hektar. Tapi kebakaran hutan di tahun 1994 lebih besar lagi yaitu seluas 161.798 hektar. Pada saat itu, kebakaran hutan hampir terjadi diseluruh wilayah Indonesia, bahkan kebakaran hutan pada tahun 1994 tercatat hanya DKI Jakarta, Timor Timur dan Irian Jaya yang tidak mengalami kebakaran hutan.
Yang terbaru adalah ditahun 2013 ini terjadi kebakaran hutan di Riau.Kebakaran hutan ini jauh lebih parah dan lebih dahsyat dari kebakaran-kebakaran hutan sebelumnya. Dampak berupa kabut asap bahkan sampai menganggu ke negara-negara teteangga terutama Singapura. Di Indonesia kabut asap dari kebakaran hutan juga mengakibatkan warga sekitar terkena penyakit. Penyakit yang ditimbulkan diantaranya adalah ISPA."Kualitas udara yang buruk karena kabut asap tentunya berpengaruh pada kesehatan warga. Baru dua hari ini ada 144 kasus ISPA hanya di Pekanbaru saja," kata Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Riau, Diwani kepada wartawan, Kamis (29/8) di Pekanbaru (lihat merdeka.com, 2013).
Menurut Diwani, kabut asap yang kala itu terus menyelimuti udara di Riau sangat berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Diwani juga mengatakan bahwa Standar Indeks Pencemaran Udara pada dua hari terakhir saat terjadinya kebakaran hutan (27-28/8) berada  dalam kondisi sangat berbahaya (lebih lengkapnya lihat di merdeka.com, 2013).
Kala itu Diwani juga mengatakan bahwa Dinas kesehatan Riau telah menyebarkan 40 ribu masker di empat kabupaten terparah yang diselimuti kabut asap yaitu kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu, Dumai dan Pekanbaru (lihat merdeka.com, 2013).
Kebakaran di Riau tersebut berlangsung cukup lama dan agak susah untuk dipadamkan karena banyaknya dan makin bertambahnya titik api di hutan tersebut. Dalam merdeka.com disebutkan bahwaBadan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbarumengatakan padasaat itu sudah terpantau 297 titik api di Riau. Data itu didapat setelah dilakukan pemantauan di 12 kabupaten/kota (lihat merdeka.com, 2013).
Titik api terbanyak terpantau di Kabupaten Pelalawan, dengan jumlahnya yang mencapai 151 titik. Sementara menurut wacana yang ada di merdeka.com, di Kotamadya Dumai, Kabupaten Meranti, dan Kota Pekanbaru bebas dari titik api. Menurut Staff Analisis BMKG Kota Pekanbaru, Slamet Riyadi, faktor utama dari kebakaran hutan yang memunculkan titik api initermasuk dalam konsep segitiga api (lihat merdeka.com).
"Dalam satu konsep segitiga api itu ada faktor oksigen, bahan bakar dan api. Inilah siklus faktor yang menyebabkan munculnya kebakaran lahan."Ujar Pak Slamet Riyadi di ruang analisa  BMKG Pekanbaru, Selasa (27/8)(lihat merdeka.com, 2013).
Jadi apakah kebakaran hutan merupakan hal yang unikdi Indonesia?
                                                                                         
Line_graph_bahasa.png
Grafik 1. Data tentang jumlah titik api di Sumatera tahun 2001-2013.
            Dalam grafik diatas menunjukkan bahwa kebakaran hutan merupkan hal yang sudah berulang kali terjadi di Sumatera. Melihat data diatas, peringatan titik api biasanya muncul cukup banyak di sekitar bulan Juni hingga September tiap tahun. Sekitar 60% titik api yang diobservasi setiap tahun muncul pada periode waktu 4 bulan tersebut. Hal itu mungkin disebabkan karena sedang musim kemarau sehingga kebakaran hutan mudah terjadi di wilayah Sumatera.Maka dari itu pada bulan Juni hingga September sebaiknya warga sekitar hutan lebih waspada dan lebih menjaga lingkungan hutan.
3.      Dampak dan Bahaya dari Kebakaran Hutan
Seperti yang dikatakan Jazuli (2008) bahwa kebakaran hutan memiliki dampak yang luas terhadap berbagai aspek kehidupan.Baik dampak secara langsung (dirasakan dalam jangka waktu yang pendek) maupun secara tidak langsung (baru dirasakan dalam jangka waktu yang panjang). Dapat dipastikan bahwa makhluk yang pertama kali terkena dampak dari kebakaran hutan adalah tumbuh-tumbuhan yang ada dihutan tersebut karena memang tumbuh-tumbuhan tidak dapat bergerak menuju tempat lain.
Menurut penelitian di Wanariset Semboja Kalimantan Timur, pada penelitian plot permanen seluas 1,6 hektar, setelah kebakaran hutan tahun 1983 dan 1988 diketahui 90% dari 240 spesies pohon mati. Sementara pengamatan di Lempake diketahui hanya 20% spesies yang masih hidup. Kemudian pada pengamatan di hutan Gambut di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah sebelum kebakaran data menunjukkan jumlah spesies sebanyak 60 spesies tapi setelah terjadi kebakaran hutan hanya tersisa 15 spesies saja (Purbowaseso, 2004).
Purbowaseso (2004) juga menyebutkan bahwa kebakaran hutan bisa mengganggu proses ekologi hutan, salah satunya adalah suksesi alami. Beliau menyebutkan bahwa kebakaran menyebabkan perubahan pola vegetasi sesuai dengan pola kebakaran yang terjadi sehingga akan membentuk berbagai fase suksesi. Hutan yang terbakar menjadi terbuka sehingga merangsang pertumbuhan gulma yang akan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekologi antarjenis.
Penghitungan kerugian hilangnya flora umumnya hanya dilakukan pada jenis kayu-kayuan saja, sedangkan pada flora khas endemik biasanya tidak dapat dihitung dengan rupiah (Purbowaseso, 2004). Dalam bukunya, Purbowaseso (2004) menyebutkan untuk menyederhanakan penaksiran kerugian yang diakibatkan hilangnya flora hutan dilakukan dengan cara perhitungan “Benefit Transfer Approach” sebagai berikut : nilai kerugian untuk jenis bahan makanan dan bahan mentah hasil hutan per hektar sebesar US $ 35, sumber daya genetik US $ 41 dan kerugian rekreasi sebasar US $ 112. Hal ini dengan asumsi bahwa kerusakan hutan mencapai 50%.
Dampak lain dari kebakaran hutan adalah berkurangnya populasi satwa di daerah hutan yang terbakar. Satwa-satwa besar seringkali tidak bisa menyelamatkan diri saat kebakaran hutan terjadi.Dalam buku karya Purbowaseso (2004), pengamatan kebakaran hutan di Tahura Bukit Soeharto oleh Pusat Rehabilitasi Orang Hutan, Wanariset Semboja, Kalimantan Timur menyatakan bahwa saat terjadi kebakaran hutan dikawasan tersebut telah menewaskan 126 orang hutan. Orang hutan juga banyak yang mengungsi ke kampung-kampung penduduk.Setelah kejadian itu, tercatat sebanyak 63 bayi orang hutan bisa diselamatkan dan beberapa dibeli dari penduduk (Purbowaseso, 2004).
Menurut Purbowaseso (2004) besarnya kerugian yang disebabkan pada hilangnya satwa akibat kebakaran hutan belum bisa ditentukan dalam bentuk rupiah.Hal ini dikarenakan ada nilai yang tidak bisa ditaksir (intangible value) dalam bentuk rupiah.Misal hilangnya 10 pasang burung Maleo di Sulawesi Utara.Kehilangan burung Maleo tersebut tidak dapat ditentukan hanya dengan harga jual burung Maleo dipasaran tapi juga harus ditentukan berapa nilai musnahnya seekor burung Maleo.Nilai musnahnya burung Maleo inilah yang sulit ditaksir nilai rupiahnya.Maka dari itu hilangnya satwa jelas memiliki nilai yang tak ternilai harganya karena hilangnya burung yang bersifat langka tersebut (Purbowaseso, 2004).
Selain dampak-dampak diatas masih ada dampak yang tidak kalah serius yaitu dampak yang terjadi pada lingkungan fisik akibat adanya kebakaran hutan.Dampak tersebut mencakup aspek tanah, udara dan air. Menurut Majid (2008) jika terjadi kebakaran hutan maka akan menghilangkan vegetasi diatas tanah, hal ini akan mengakibatkan terganggunya siklus hidrologi serta terganggunya iklim baik iklim mikro maupun iklim makro.
Dalam bukunya, Purbowaseso (2004) menyatakan bahwa kebakaran hutan juga mengakibatkan hilangnya unsur hara melalui berbagai jalan. Nitrogen akan menguap dengan  suhu yang lebih dari 100oC, sulfur organic akan terurai diatas suhu 340oC, sedangkan fosfat akan terbenam dalam bentuk silikat kompleks sehingga sukar terurai kembali untuk dimanfaatkan oleh tanaman.

4.      Pencegahan dan Pengendalian Hutan dari Kebakaran
Menurut Majid (2008) upaya pencegahan dan pengendalian yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut : a). Membuat peta kerawanan kebakaran. Peta kerawanan kebakaran dapat dibuat dengan bantuan citra satelit yang memanfaatkan saluran termal seperti citra NOAA. Berdasarkan citra satelit tersebut dari beberapa titik-titik api/ hot spot pada wilayah tertentu. b). Memantau cuaca, akumulasi bahan bakar dan gejala rawan kebakaran. Kegiatan yang dimaksud adalah memantau tingkat kerawanan api. c). Penyiapan regu pemadam. Satu regu pemadam kebakaran hutan adalah 20 orang dengan seorang pemimpin regu. d). Membangun menara pengawas. Pengawasan terhadap hutan juga perlu dilakukan secara rutin untuk mendeteksi kebakaran hutan lebih dini.Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan membangun menara pengawas. e). Penyiapan peralatan pemadam. Peralatan tersebut dipersiapkan agar ketika terjadi kebakaran kita sudah siap segera untuk memadamkan apinya. f). Membuat sekat bakar. Sekat bakar adalah jalur yang berfungsi sebagai pemutus api (fire break). Biasanya sekat bakar dipisahkan atas dua jalur yakni jalur kuning dan jalur hijau.Jalur kuning adalah sekat yang dibuat dengan lebar tertentu yang umumnya 12-20 m dan mengelilingi areal sampai ketemu gelang serat sekat dalam kondisi bersih dari bahan bakar. Jalur hijau dibedakan dengan jalur kuning terletak pada penanaman pohon yang tahan api pada jalur hijau. g). Membentuk organisasi penanggulangan kebakaran hutan. Satuan pengendalian kebakaran hutan dan lahan tersusun atas tiga tingkat, yaitu tingkat nasional (Pusdalkarlahutnas), tingkat daerah (Pusdalkarlahutda) dan tingkat operasional (Satlak).
Upaya-upaya pencegahan tersebut diharapkan untuk dilakukan agar dapat mengurangi tingkat kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia.

5.      Simpulan
Berdasarkan paparan diatas, diketahui bahwa beberapa tahun terakhir banyak sekali terjadi kebakaran hutan di Indonesia.Bahkan kebakaran hutan yang terjadi ditahun ini sangat parah dan berdampak sampai ke negara-negara tetangga.Kebakaran hutan bisa disebabkan oleh ulah manusia ataupun karena faktor alam.Tetapi kebanyakan kebakaran hutan disebabkan oleh ulah manusia.Hal ini perlu diminimalisir agar manusia tidak melakukan hal-hal yang dapat mengakibatkan kebakaran hutan.
Kebakaran hutan sangat merugikan bukan hanya bagi manusia tapi juga bagi alam dan lingkungan sekitar.Adapun kerugian atau dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan yaitu menurunnya populasi flora dan fauna karena banyak flora dan fauna yang ikut terbakar dan kehilangan tempat tinggal saat terjadi kebakaran hutan.kebakaran hutan juga mengakibatkan polusi udara karena asap yang ditimbulkan. Hal ini sangat merugikan bagi manusia karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit dan juga dapat mengakibatkan kecelakaan ketika sedang berkendara.
Adapun cara atau teknik untuk mengendalikan kebakaran hutan adalah dengan membuat peta kerawanan kebakaran, memantau cuaca, akumulasi bahan bakar dan gejala rawan kebakaran, menyiapkan regu pemadam, membangun menara pengawas, penyiapan peralatan pemadam, membuat sekat bakar serta membentuk organisasi penanggulangan kebakaran hutan. Teknik-teknik tersebut sangat dianjurkan untuk dilakukan agar kebakaran hutan dapat terminimalisir dan tidak terus terjadi di Indonesia. Para warga sekitar hutan juga diharapkan sadar terhadap perilakunya yaitu dengan menjaga dan mengontrol dirinya untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan kebakaran hutan sehingga kebakaran hutan dapat dihindari dan tidak menjadi hal yang biasa terjadi di Indonesia.


Daftar Pustaka
Jazuli, Ahmad. 2007. Manfaat Hutan Lindung. Semarang: Sinar Cemerlang Abadi.
Majid, Kusnoto Alvin. 2008. Pencegahan dan Penanganan Kebakaran Hutan. Semarang:            Aneka Ilmu.
Purbowaseso, Bambang. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta: Rineka Cipta.


Referensi Media Massa
Anonim.2013. Makalah Kebakaran Hutan dan Penanggulangannya.diunduh dari “http://forester-untad.blogspot.com/2013/01/makalah-kebakaran-hutan-dan-            cara.html” pada 9 November 2013.

EnergiToday. 2013. Kebakaran Hutan Riau Samai Rekor Juni 2013. diunduh dari            http://energitoday.com/2013/08/28/kebakaran-hutan-riau-samai-rekor-juni-            2013.html” pada 9 November 2013.

Merdeka.com. 2013.Akibat asap kebakaran hutan, 144 warga Pekanbaru Terjangkit ISP. diunduh darihttp://www.merdeka.com/peristiwa/akibat-asap-kebakaran-hutan-144-       warga-pekanbaru-terjangkit-ispa.html” pada 9 November 2013.

Merdeka.com. 2013.Riau kembali dikepung asap kebakaran hutan. diunduh dari             http://www.merdeka.com/peristiwa/riau-kembali-dikepung-asap-kebakaran-          hutan.html” pada 9 November 2013.

Merdeka.com. 2013.Ini penyebab kebakaran hutan di Riau yang diprotes Singapura.         diunduh dari “http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-penyebab-kebakaran-hutan-di-       riau-yang-diprotes-singapura.html” pada 9 November 2013.

Ustantina, Erlin. 2012. Karya Tulis Ilmiah. diunduh dari      “http://erlinustantina.wordpress.com/2012/10/16/karya-tulis-ilmiah.html” pada 9         November 2013.

1 komentar: